Puisi: Tembang Rindu Kepada Ayah dan Ibunda di Konda Karya Yosua Noak Douw

Dr Yosua Noak Douw, S.Sos, M.Si, MA, penikmat Sastra

Loading

Senyum Damai di Pegunungan Tolikara

 

Di antara kabut pagi di Lembah Tolikara

namamu mengalun

Willem Wandik, putra tanah yang mengakar pada rimba dan bukit

lahir di bawah cahaya merah putih

tujuh belas Agustus

seperti janji kemerdekaan yang bernafas di nadimu

 

Engkau pernah berjalan di lorong Senayan

menyuarakan suara lembut dari Papua

membawa cerita kampung ke meja negeri

tanpa meninggikan nada

namun meninggikan martabat

 

Kini engkau kembali

bukan hanya sebagai pemimpin

tetapi sebagai saudara bagi semua yang kau layani

Bahasamu menyejukkan

seperti hujan yang jatuh di musim kering

membawa damai sejahtera

yang tak memilih warna kulit, suku, atau bahasa

 

Engkau cerdas

namun tak pernah meninggalkan kesederhanaan

Santun dalam kata

teguh dalam sikap

menjaga integritas seperti menjaga api di tungku

agar tidak padam

agar tetap hangat bagi semua

 

Willem Wandik

engkau bukan hanya Bupati

engkau adalah penopang jembatan hati

yang menghubungkan pegunungan dengan kota

masa lalu dengan masa depan

dan harapan dengan kenyataan

 

Di bawah langit biru Papua Pegunungan

namamu akan diingat

bukan karena jabatan

tetapi karena kasih yang kau tabur

dan damai yang kau wariskan

Karubaga, Agustus 2025

 

Bumi Tolikara Berbunga Kembali

:Untuk Willem Wandik  

 

Dari rahim Agustus, sang Merah Putih berseru

Lahir pemimpin, di tanah Papua nan rindu  

Dua kali DPR mengukir jejak langkah

Kini Bupati, harapan di pundak

 

Bahasa bijakmu bagai lembah sunyi  

Menyejukkan hati, mengusir nestapa  

Damai sejahtera kau tebarkan tulus 

Bagi semua insan, tanpa pilah puspus  

 

Cerdas bersahaja, sikap santun terjaga  

Laksana angin gunung, lembut merawat jiwa

Integritas kau pelihara bak batu karang

Jalin silaturahmi, sepanjang zaman

 

Wahai Bapa, pengayom negeri pegunungan

Tolikara bersemi di bawah panji-panji kejujuran

Teruslah memimpin dengan rendah hati

Agar kesejukanmu abadi di hati

Karubaga, Agustus 2025

 

Willem Wandik, Damai di Tolikara

 

Willem Wandik, anak gunung

lahir di hari Merah Putih

hatinya besar seperti langit

tangannya hangat seperti api tungku

 

Ia bicara pelan

tapi suaranya sampai ke hati

membawa damai di kampung

membawa sejuk di kota

 

Ia berdiri tegak di jalan benar

tak condong ke kiri, tak goyah ke kanan

menjaga api keadilan

agar tetap menyala untuk semua

 

Willem Wandik, bupati kita

penjaga jembatan antara kita

penghubung tanah tinggi dan negeri jauh

pembawa kasih untuk semua suku

 

Namamu, Willem

akan tetap hidup di angin pegunungan

diceritakan di api unggun malam

sebagai pemimpin yang menanam damai

Jayapura, Agustus 2025

 

Bapak Damai dari Tolikara

 

Di tanah Tolikara, di puncak Papua

Lahir sang putra, tujuh belas Agustus nan cerah

Willem Wandik, nama yang kini harum semerbak

Membawa semangat di kala fajar menyingsing

 

Dari kursi DPR RI, dua periode lamanya

Suara Papua digaungkan, hati warga dijaga

Dapil Papua saksi bisu perjuangan tulus

Membangun dari Jakarta, pondasi untuk nusantara

 

Kembali ke kampung halaman, panggilan jiwa

Memikul amanah Bupati, membawa harapan baru

Lima tahun ke depan, 2025-2030 langkah pasti diayun

Menyusuri lembah, mendaki bukit, bersama rakyat sejiwa

 

Bukan gemuruh kata yang menggelegar

Tapi tutur santun, sejuk bagai embun pagi

Menyejukkan hati yang resah, meredakan gejolak

Damai sejahtera ditabur, untuk semua tanpa kecuali

 

Cerdas bersahaja, bagai burung Kasuari

Tinggi terbang namun kaki tetap di bumi

Sikap santun menyapa, tua, muda, kawan, lawan

Integritas teguh, bagai karang dihempas ombak

 

Jembatan persahabatan, dijaga dengan setia

Menghubungkan hati, merajut tenun kebersamaan

Bapak Willem Wandik, sang pemimpin bijak bestari

Damai Tolikara bersemi, dalam naungan kasihmu abadi

Wamena, Agustus 2025

Tembang Rindu Kepada Ayah dan Ibunda di Konda 

 

Pagi merekah menjemput mentari yang menggantung di kaki langit Konda 

Sepoi angin menyasar seisi honai menunggu sang peziarah tiba

Biarkan aku kelak melangkah jauh sekuat tenaga dalam ziarah tak bertepi 

Janjiku: suatu waktu tapak kakiku kembali menjejak awal ziarahku di Konda 

 

Jangan lupa kamu jadi petarung sejati dalam jejak ziarah tak bertepi, kata Ayah 

Modali diri kamu dengan kasih seperti sang Sumber Kasih, kata Ibunda 

Ziarahku tak akan berkesudahan dan aku harus kembali ke Konda, kataku

Aku akan menelusuri kebun kita; membiarkan jiwa berkelana dalam diam 

 

Jangan lupa luangkan hatimu merasakan keluh setiap mereka yang masih berkelana 

Lemparkan doa ke langit: Tuhan, jadikan kami semua dalam satu semangat 

Kami akan bergandengan tangan menjemput hari-hari yang terus berganti 

Dalam doa dan kerja keras seperti nasehat para Penginjil yang tiba di Konda 

 

Biarkan kami semua menjadikan cinta dan persaudaraan modal utama, Tuhan 

Jauhkan kami semua dari petaka yang kadang datang dan pergi tanpa janji Konda adalah tanah terberkati seperti Tolikara yang bersolek aneka harta di atasnya 

Gandakan semangat di antara kami, para pemilik tanah Injil dalam melangkah 

 

Kepada Ayah, ibunda, dan orang-orang terkasih di Konda dan Tolikara, tanah Papua

Kepadamu semua aku titip jiwa dan raga mengabdi semesta demi keagungan nama-Mu

Sepanjang musim belum berganti dan matahari setia menyapa, aku ada di sana

Menunaikan tugas dan kewajibanku sejak pertama kali ketuban ibu pecah di Konda 

 

Hari ini setengah abad lalu mataku pertama menatap langit Tolikara dari Konda 

Aku lalu melangkah jauh, mengikuti rindu yang kian membawa demi negeriku

Lalu aku kembali sebagai peziarah yang jauh melangkah bersama pelangi 

Mewujudkan cita-cita yang menggunung sejak mengitari tuin jardim kita di Konda 

 

Apakah tanganmu masih kuat mengulur menggandeng kami semua melangkah?

Lalu sang bunda tak ketinggalan: masih adakah cinta warisan tersimpan rapi? 

Semangat dan cinta warisanmu dari Konda masih kubawa hingga hari ini. 

Aku akan meneruskan semangat dan cinta itu seturut ajaran sang Sabda 

Wamena, 16 Agustus 2025 

Ket: honai, rumah khas Papua; 

tuin jardim, kebun

Dr Yosua Noak Douw, S.Sos, M.Si, MA lahir 18 November 1982 di Karubaga, kota Kabupaten Tolikara, Provinsi Papua Pegunungan. Masuk SD Negeri Karubaga tahun 1989-1991, SD YPPGI Tulem tahun 1991-1992, dan SD Inpres Porome, Distrik Kelila, Kabupaten Jayawijaya tahun 1992-1994. 

Kemudian masuk SLTP Negeri 2 Wamena, Jayawijaya tahun 1994-1997 dan SMU Negeri 1 Wamena tahun 1997-2000. Kuliah pada Fisip Universitas Cenderawasih (Uncen) Jayapura tahun 2000-2004 dan meraih Magister Ilmu Ekonomi Uncen tahun 2011-2013. Tahun 2023 meraih doktor (S3) di Uncen. 

Menikah dengan gadis pilihannya, Novita Ronsumbre, dan dikaruniai anak-anak: Hadasah Douw, Priskila Douw, Yusuf Douw, Beruriah Douw, David Douw, Yuliana Douw, dan Yehoshua Douw. Yosua terlahir dari pasangan suami-isteri: Yerry Douw, S.Th, MA, M.Th dan Yuliana Agapa. 

Ayahnya adalah seorang guru perintis pendidikan sekaligus hamba Tuhan di Tolikara. Sedangkan sang bunda, ibu rumah tangga. Yosua adalah seorang ASN penikmat sastra. Ia lama mengabdi di birokrasi dengan sejumlah penugasan. Kini, menjabat Sekda Tolikara, Papua Pegunungan dan satu-satunya Sekda termuda di seluruh tanah Papua. 

Puisi-puisi karyanya ini adalah doa mini merayakan Hari Ulang Tahun (HUT) ke-50 Bupati Kabupaten Tolikara Willem Wandik, S.Sos pada 17 Agustus 2025. Puisi ini melukiskan ziarah pengabdian sosok Willem Wandik sekaligus mengenang kedua orangtuanya yang telah membesarkan Wandik, buah hati mereka sejak di Konda dan kini menjadi orang nomor satu Tolikara. 

Willem Wandik, tokoh kebanggaan Tolikara ini kelak melanglang buana dalam peziarahaannya sebelum akhirnya kembali ke Tolikara. Kepulangan Wandik ke Tolikara selain melanjutkan ziarah baktinya setelah mendapat kepercayaan rakyat memimpin Tolikara, tanah Injil di Papua Pegunungan. Selamat Ulang Tahun ke-50, Pa Bupati Tolikara. Tuhan berkati selalu. Wa wa wa…….