HUT ke-3 Papua Tengah, Momen Refleksi dan Pertegas Komitmen Atasi Persoalan Kemanusiaan 

Intelektual muda Papua Yakobus Dumupa, SIP, MIP. Foto: Istimewa 

Loading

TIMIKA, ODIYAIWUU.com — Pemerintah dan masyarakat, Jumat (25/7) memperingati Hari Ulang Tahun (HUT) ke-3 Papua Tengah tahun 2025 sejak berdiri sebagai provinsi daerah otonom baru (DOB) di tanah Papua.

Peringatan HUT tersebut menjadi momen ungkapan syukur kepada Tuhan sekaligus refleksi perjalanan usia Papua Tengah dan kesempatan bagi pemerintah dan masyarakat bekerja keras memajukan provinsi di wilayah adat Meepago. Selain itu, menjadi momen menunjukkan komitmen dalam mengatasi berbagai persoalan kemanusiaan yang terjadi selama tiga tahun belakangan di provinsi ini.

“Peringatan Hari Ulang Tahun ke-3 lahirnya Papua Tengah sebagai provinsi daerah otonom baru di tanah Papua menjadi momentum ungkapan syukur kepada Tuhan sekaligus refleksi atas sejarah kehadiran Papua Tengah,” ujar intelektual muda Papua Yakobus Dumupa, SIP, MIP di Timika, kota Kabupaten Mimika, Papua Tengah, Jumat (25/7).

Momen ulang tahun tersebut, ujar Yakobus, juga menjadi saat yang tepat bagi para pemimpin memikirkan serius esensi kehadiran Papua Tengah sebagai daerah otonom baru dan sungguh menjadikan kekuasaan yang digenggam kiblat pengabdian para pemimpin bagi masyarakat di delapan kabupaten di wilayah adat Meepago (Papua Tengah).

“HUT ke-3 Provinsi Papua Tengah tahun 2025 juga kesempatan yang baik bagi pucuk pimpinan dan jajaran Pemerintah Provinsi (Pemprov) Papua Tengah beserta delapan pemerintah kabupaten menegaskan komitmen terkait desain dan arah provinsi baru bagi masa depan tanah Papua agar masyarakat semakin sejahtera, aman, nyaman, dan damai di atas tanah leluhurnya,” kata Yakobus.

Menurut Yakobus, belakangan Papua Tengah juga dilanda persoalan kemanusiaan serius seperti konflik bersenjata di beberapa wilayah kabupaten seperti Puncak, Puncak Jaya, dan Intan Jaya. Begitu juga persoalan kemanusiaan lain yang kerap melanda beberapa kabupaten lain dengan intensitas beragam.

“Belakangan, persoalan kemanusiaan sangat serius dihadapi Papua Tengah akibat konflik bersenjata. Banyak warga meninggalkan kampung halamannya, anak-anak tak sempat menikmati suasana belajar dengan nyaman. Ada warga yang menderita kelaparan karena tidak bisa mengolah kebunnya akibat konflik kekerasan yang mendera mereka,” kata Yakobus, lulusan Program Pascasarjana STPMD “APMD” Yogyakarta.

Menurut Yakobus, mantan pemimpin daerah dan anggota MRP Papua, paling kurang ada empat poin fundamental yang harus menjadi pegangan bagi Pemprov Papua, Pemprov Papua Tengah, dan Pemerintah Pusat.

Pertama, kehadiran provinsi itu harus secara nyata menjadi instrumen efektif dalam mewujudkan pelayanan pemerintahan yang prima dan pembangunan yang merata hingga ke pelosok.

Setiap kebijakan, program, dan alokasi anggaran harus terukur dampaknya serta memberikan manfaat konkret bagi peningkatan kualitas hidup masyarakat, memastikan tidak ada satupun warga yang tertinggal.

Kedua, Pemprov Papua Tengah harus menjadi pelayan utama bagi seluruh masyarakat. Pemprov Papua Tengah harus berkomitmen sungguh menjadi pionir dan lokomotif kemajuan, mendorong inovasi serta memfasilitasi partisipasi aktif masyarakat dalam setiap aspek pembangunan yang berkelanjutan dan bermartabat.

Ketiga, orang asli Papua atau OAP adalah subjek utama Otonomi Khusus (Otsus) Papua dan fondasi pembentukan provinsi ini. Oleh karena itu, orang asli Papua harus menjadi prioritas utama dalam setiap pelayanan dan pembangunan.

Segala daya upaya harus diarahkan untuk memberdayakan, melindungi hak-hak serta mengangkat harkat dan martabat orang asli Papua dalam segala bidang kehidupan.

Keempat, momentum ulang tahun Papua Tengah harus menjadi sumber sukacita yang berkeadilan bagi rakyat yang menderita, terutama para korban konflik dan pengungsi akibat konflik antara TNI-Polri dan TPNPB OPM, khususnya di Intan Jaya, Puncak, Puncak Jaya, dan beberapa wilayah lainnya.

“Pemerintah Provinsi Papua Tengah tidak bisa berdiam diri tetap segera mencari solusi yang komprehensif, manusiawi, dan berkelanjutan untuk mengakhiri penderitaan masyarakat di wilayah-wilayah konflik, memulihkan trauma dan memastikan para korban dapat kembali hidup layak di atas tanah sendiri,” kata Yakobus.

Selain itu, ia juga mendesak pemerintah agar sungguh memiliki komitmen membangun Papua Tengah mengingat provinsi di wilayah Meepago ini, termasuk lima provinsi lain di tanah Papua berada di bawah payung Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2021 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua.

“Jika negara benar-benar tulus dalam membangun tanah Papua, termasuk melalui proses pemekaran provinsi baru, maka komitmen tersebut harus diwujudkan dengan keseriusan yang mutlak dan tindakan nyata,” kata Yakobus lebih lanjut.

Menurutnya, hal tersebut berarti negara harus menghentikan tindakan pencaplokan tanah adat atau merampas hak-hak fundamental masyarakat, penghentian segala bentuk pelanggaran hak asasi manusia (HAM) serta penyelesaian sengketa politik di Papua melalui jalan dialog yang bermartabat dan inklusif antara pemerintah dan Organisasi Papua Merdeka (OPM).

“Tanpa langkah-langkah konkret ini, kepercayaan rakyat Papua kepada Pemerintah Indonesia akan semakin terkikis dan sulit dipulihkan,” ujar Yakobus, mahasiswa Program Doktor Universitas Cenderawasih (Uncen), Jayapura.

Yakobus juga menyoroti rencana penambangan emas di Blok Wabu, Intan Jaya. Ia mendesak Pemprov Papua Tengah dan pemerintah pusat untuk memberikan perhatian serius dan transparan serta mendengarkan dengan sungguh kegelisahan dan aspirasi rakyat.

“Rakyat Papua, termasuk masyarakat di Intan Jaya, telah mengalami trauma mendalam akibat praktik eksploitasi sumber daya alam oleh pemerintah dan korporasi di masa lalu,” ujar Yakobus, penulis belasan buku dengan aneka tema.

Ia menambahkan, praktik tersebut kerap mengabaikan hak ulayat masyarakat adat, merusak lingkungan hidup, dan dilakukan dengan cara-cara yang melanggar HAM.

“Pembangunan harus berpihak pada rakyat, bukan sebaliknya, dan keberlanjutan lingkungan adalah harga mati yang tidak dapat ditawar,” ujar Yakobus. Ia juga menyerukan seluruh elemen masyarakat, pemerintah pusat, dan pemangku kepentingan untuk bersinergi mewujudkan visi Papua Tengah yang berdaulat, maju, dan sejahtera.

Provinsi Papua Tengah resmi berdiri tanggal 25 Juli 2022 berdasarkan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2022 Tentang Pembentukan Provinsi Papua Tengah dan tercatat dalam Lembaran Negara Nomor 158 Tahun 2022. Nabire merupakan Kota Provinsi Papua Tengah.

Papua Tengah dimekarkan dari Provinsi Papua bersama dua provinsi lainnya yakni Provinsi Papua Pegunungan dan Papua Selatan pada 30 Juni 2022 berdasarkan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2022. Papua Tengah meliputi Kabupaten Deiyai, Dogiyai, Intan Jaya, Mimika, Nabire, Paniai, Puncak, dan Kabupaten Puncak Jaya. (*)