TIMIKA, ODIYAIWUU.com — Yayasan Lembaga Bantuan Hukum (YLBH) Papua Tengah mendesak mendesak Pemerintahan Presiden Republik Indonesia H. Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka melalui Menteri Hak Asasi Manusia (HAM) Natalius Pigai menyelesaikan berbagai kasus pelanggaran HAM di Indonesia yang dilakukan negara terhadap masyarakat selama ini, terutama yang terjadi di tanah Papua.
“Kami mendesak Presiden Republik Indonesia dan Wakil Presiden melalui Menteri HAM Menteri Natalius Pigai segera membantu menyelesaikan berbagai kasus pelanggaran HAM di Indonesia, termasuk di tanah Papua. Kasus pelanggaran HAM yang dilakukan oleh institusi negara, termasuk kelompok sipil bersenjata terhadap warga di tanah Papua,” ujar Direktur YLBH Papua Tengah Yoseph Temorubun di Timika, Papua Tengah, Rabu (10/12).
Peringatan Hari HAM Sedunia (World Human Rights Day), ujar Temoroubun, merupakan momentum strategis negara menyelesaikan berbagai kasus pelanggaran HAM, baik yang dialami warga sipil, aparat TNI-Polri maupun kelompok sipil bersenjata di tanah Papua.
Peringatan Hari HAM 2025 juga menjadi saat yang tepat bagi negara melalui kementerian dan lembaga terkait menyelesaikan kasus pelanggaran HAM di bumi Cenderawasih. Namun, hingga kini langkah konkrit negara belum menunjukkan tanda-tanda menghormati martabat dan nilai-nilai kemanusiaan merujuk Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia atau Universal Declaration of Human Rights (UDHR).
“Selama kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka, Menteri HAM RI belum menunjukkan itikad baik untuk menyelesaikan kasus HAM di tanah Papua. Komitmen Presiden melalui Menteri HAM menyelesaikan akar konflik kekerasan yang berujung pelanggaran HAM di tanah Papua masih utopis,” kata Temorubun lebih lanjut.
Saat ini masyarakat tanah Papua juga mengkhawatirkan negara secara masif menambah pasukan keamanan TNI-Polri dari berbagai kesatuan lalu ditempatkan di seluruh pelosok tanah Papua. Kebijakan negara mengirim pasukan dalam jumlah besar di tanah Papua dinilai belum relevan di saat berbagai kasus pelanggaran HAM tak kunjung diselesaikan oleh negara.
Temorubun juga menegaskan, revisi Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia malah memberikan kesempatan bagi negara mempersempit ruang gerak fungsi dan kewenangan Komnas HAM RI. Kondisi ini dinilai praktisi hukum yang banyak membantu warga masyarakat kecil di tanah Papua, membuktikan bahwa pemerintah pusat tidak serius menyelesaikan kasus-kasus HAM yang dilakukan institusi negara.
“Kami dari YLBH Papua Tengah berharap agar DPR RI dalam melakukan revisi Undang-Undang terkait HAM memberikan tugas dan kewenangan penuh kepada Komnas HAM setara dengan Komisi Pemberantasan Korupsi,” ujar Temorubun, praktisi hukum lulusan Fakultas Hukum Universitas Pattimura, Ambon, Maluku.
Temorubun juga menegaskan, UU Nomor 39 Tahun 1999 justru membatasi Komnas HAM karena tidak memiliki kewenangan penuntutan dan/atau penahanan, Komnas HAM hanya melakukan penyelidikan awal terhadap dugaan pelanggaran HAM berat. Hasilnya, kata Temorubun, kemudian diteruskan kepada Jaksa Agung akan tetapi Jaksa Agung tidak memiliki fungsi penyidikan penuntutan dan atau eksekusi.
“Untuk memperkuat kedudukan Komnas HAM RI, peringatan Hari HAM tahun 2025 merupakan momentum memperkuat kewenangan Komnas HAM RI sehingga memberikan rasa keadilan bagi masyarakat yang menjadi korban pelanggaran HAM di masa lalu dan dimasa saat ini, termasuk di tanah Papua,” kata Temorubun. (*)










