JAYAPURA, ODIYAIWUU.com — Massa demonstran yang terdiri dari Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), YLBH Papua, dan mahasiswa Kabupaten Puncak Jaya kota studi Jayapura, Jumat (22/8) menggelar aksi unjuk rasa damai di depan Kantor DPR Papua.
Massa mengadukan dugaan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) kepada para wakil rakyat terkait operasi militer pengamanan menjelang perayaan Hari Ulang Tahun (HUT) ke-80 Kemerdekaan Republik Indonesia di Puncak Jaya.
“Aksi demonstrasi damai ini mendesak pemerintah melalui DPR Papua agar menarik pasukan non organik dari Kabupaten Puncak. Kami juga mengadukan dugaan pelanggaran HAM yang terjadi Puncak Jaya menjelang perayaan HUT ke-80 RI ke Kantor Komnas HAM Republik Indonesia Perwakilan Papua,” ujar Pengurus Harian YLBHI Emanuel Gobay, SH, MH dari Jayapura, Papua, Sabtu (23/8).
Emanuel mengatakan, berdasarkan informasi yang diperoleh pada Kamis (7/8), Komando Operasi Satgas Habema di bawah Komando Operasi Satgas Habema melakukan operasi pengamanan persiapan HUT ke-80 di Kampung Oholumu, Distrik Mewoholu, Puncak Jaya.
“Pada 7 Agustus malam, seorang anak perempuan berusia 13 tahun hendak buang air kecil sehingga keluar rumahnya menggunakan senter. Namun, ia malah menjadi target penembakan hingga terjatuh dan tidak sadarkan diri. Keesokan hari, 8 Agustus, anak ini ditemukan keluarga dalam kondisi terluka karena tertembak di paha kanan. Korban kemudian dilarikan ke RSUD Mulia,” kata Emanuel.
Sementara itu, lanjut Emanuel, berdasarkan pemberitaan Kepala Penerangan TNI mengatakan bahwa pada 8 Agustus telah kontak tembak. Namun, berdasarkan pengakuan warga disebutkan bahwa ada beberapa rumah warga dan fasilitas gereja dibakar serta rusak akibat terkena tembakan maupun dibom. Situasi itu membuat banyak warga merasa takut lalu melarikan diri meninggalkan dan mengungsi ke tempat yang aman.
“Operasi militer itu melahirkan berbagai peristiwa memilukan. Ada beberapa rumah warga dan fasilitas gereja GIDI hancur dan terbakar. Ada seorang anak perempuan berusia 13 tahun terkena tembakan dan saat ini sedang menjalani pengobatan. Banyak pula warga melarikan diri ke tempat lebih aman dan mengungsi dari kampung halamannya,” ujar Emanuel.
Emanuel menegaskan, peristiwa di atas jelas menunjukkan bahwa kebijakan terkait perlindungan terhadap masyarakat sipil di wilayah konflik bersenjata dilanggar. Perlindungan terhadap warga sipil, kata Emanuel, dijamin Pasal 3 Konvensi Jenewa Tahun 1949 yang telah diratifikasi ke dalam Undang Undang (UU) Nomor 59 Tahun 1958 tentang Ikut Serta Negara Republik Indonesia Dalam Seluruh Konvensi Jenewa tanggal 12 Agustus 1949.
“Fakta adanya anak berusia 13 tahun yang menjadi korban penembakan jelas menunjukkan bahwa dalam operasi militer pengamanan menjelang HUT ke-80 RI yang dilakukan Koops Satgas Habema di Puncak Jaya melanggar ketentuan perlindungan khusus kepada anak dalam wilayah konflik bersenjata sebagaimana dijamin Pasal 59 dan Pasal 60 Undang Undang Nomor 34 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak,” kata Emanuel.
Atas dasar itu, sebut Emanuel, dalam operasi militer pengamanan jelang HUT ke-80 RI di Puncak Jaya telah terjadi dugaan pelanggaran HAM berat sehingga diharapkan agar Komnas HAM RI Perwakilan Papua dapat membentuk tim investigasi dan turun melakukan penyelidikan di lapangan,” ujar Emanuel. (*)










