SORONG, ODIYAIWUU.com — Majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Sorong menjatuhkan hukuman 15 tahun penjara kepada Abraham Fatemte dalam sidang yang digelar di Pengadilan Negeri Sorong, Papua Barat Daya, Selasa (14/2).
Penetapan keputusan penjara 15 tahun atas Fatemte diputuskan dalam sidang yang dipimpin ketua majelis hakim Lutfi Tomu, SH dengan hakim anggota Rivai Sasyid Tukuboya, SH dan Bernadus Papendang, SH. Fatemte adalah warga sipil Maybrat, korban salah tangkap aparat kepolisian dalam proses hukum peristiwa konflik Kisor, Kabupaten Maybrat.
Lutfi Tomu saat membacakan Amar putusannya menyatakan, Fatemte terbukti bersalah melanggar Pasal 340 juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 dengan turut terlibat melakukan pembunuhan empat anggota TNI Pos Koramil Kisor pada 2 September 2021.
Hal ini menurut hakim terbukti dari keterangan para saksi JPU yakni Catur Prasetyo, Edmon Fruyuk, dan Jonathan Hindom yang melihat terdakwa berada di TKP saat kejadian. Berikut keterangan saksi verbalisan dari pihak kepolisian yang memeriksa saksi mahkota Melkyas Ky, Maikel Yaam, dan Robianus Yaam.
Ketiga saksi mahkota ini yang mengatakan bahwa tidak ada pemaksaan dan kekerasan terhadap saksi saat pemeriksaan dan kesaksian para saksi mahkota yang dituangkan dalam BAP disampaikan secara jujur.
Hakim juga berpendapat bahwa keterangan saksi meringankan yang dihadirkan terakwa tidak dapat dibuktikan kebenarannya. Padahal, keterangan saksi meringankan ini merupakan bukti yang sangat kuat yang mengungkapkan kebenaran dari duduknya posisi terdakwa dalam perkara ini.
Kuasa hukum Abraham Fatemte dari Perkumpulan Advokat Hak Asasi Manusia (PAHAM) Papua Yohanis Mambrasar, SH mengaku pihaknya sangat kecewa atas keputusan majelis hakim yang memutuskan perkara ini dan menilai hakim tidak adil. Mambrasar menilai hakim yang memeriksa perkara ini tidak serius dan objektif dalam pemeriksaan perkara.
“Kami melihat, kesimpulan hakim ini sangat berpihak pada jaksa penuntut umum, JPU tanpa melihat fakta-fata persidangan secara benar dan menyeluruh. Ini terlihat dari kesimpulan majelis hakim dalam amar putusannya yang tidak berlaku adil,” kata Mambrasar melalui keterangan tertulis yang diterima Odiyaiwuu.com di Jakarta, Rabu (15/2).
Menurut Mambrasar, kesimpulan majelis hakim seluruhnya menhgunakan keterangan para sasksi JPU yakni Catur Prasetyo, Edmon Fruyuk, dan Jonathan Hindom serta saksi verbalisan tidak kuat dalam pembuktiannya. Hakim juga tidak mempertimbangkan keterangan saksi Melkyas Ky, Maikel Yaam, Robianus Yaam, dan saksi Adrianus Reyaan yang memiliki kekuadan pembuktian.
Dalam tuntutannya, JPU mendakwa terdawa telah melakukan pembunuhan berencana dengan melanggara Pasal 340 juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1, JPU menyatakan, terdakwa terlibat dalam perencanaan pembunuhan yang dilakukan dalam rapat pada 28 Agustus 2021 dan 1 September 2021 di Rumah Silah Ky di Kampung Insum.
Namun dalam fakta sidang pembuktian perkara ini, tidak terpenuhinya unsur-unsur pada delik pembunuhan berencana yang didakwakan JPU. Tidak terbuktinya unsur perencanaan yaitu bahwa dalam sidang ini tidak ada satu pun saksi yang mengatakan melihat secara langsung keterlibatan terdakwa Fatemte dalam rapat perencanaan aksi pembunuhan dimaksud.
Keterangan tentang keterlibatan Fatemte dalam pertemuan perencanaan pembunuhan anggota TNI Pos Koramil Kisor muncul dari pengakuan Melkias Ky dalam keterngannya di BAP kepolisian.
Melkias mengatakan melihat Fatemte dalam rapat perencanaan pembunuhan yang dilakukan pada 1 September 2021 di rumah Silas Ky. Namun keterangannya ini telah dicabut Melkias.
Dalam sidang pembuktian telah mengatakan keterangannya itu tidak benar karena keterangannya itu dibuat di bawah paksaan dan ancaman penyidik, serta keteranga-keterangannya dalam BAP itu disusun oleh penyidik lalu ia dipaksa untuk menandangani BAP.
Keteranngan saksi JPU yakni Catur Prasetyo, Edmon Fruyuk, dan Jonathan Hindom yang mengatakan melihat terkdawa di TKP dan melihatnya di kantor kampung beberapa jam sebelum peristiwa adalah merupakan keterangan yang tidak kuat dibuktikan.
Keterangan itu berbeda dengan keterangan-ketangan lainnya pada sidang dengan nomor perkara lain seperti sidang perkara Melkyas Ky dan juga sidang pada perkara Maikel Yaam dkk dan Maklon Same dkk.
Keputusan majelis hakim ini berbeda dengan tuntutan JPU yang sebelumnya pada sidang tuntutan mengganjar hukuman penjara 20 tahun kepada terdakwa Fatemte. Ia dituduh terbukti bersalah melakukan pembunuhan, sebagaimana dalam dakwaan primairnya.
Menurut Mambrasar, dengan keputusan hakim yang tidak berpihak kepada keadilan hukum dan rasa keadilan rakyat Papua ini, tidak menjadikan pengadilan sebagai institusi hukum sebagai benteng penegakan keadilan. Malah sebaliknya, institusi hukum ini juga diseret dalam politik kekuasan negara di Papua dengan menegakkan hukum secara diskriminatif.
“Praktik hukum diskriminatif ini turut berkontribusi melegalkan praktik-praktik kekerasan terhadap rakyat Papua dan memperpanjang konflik di Papua,” kata Mambrasar. (Ansel Deri/Odiyaiwuu.com)