DENPASAR, ODIYAIWUU.com — Fraksi Otonomi Khusus (Otsus) Dewan Perwakilan Rakyat Provinsi (DPRP) Papua Tengah meminta Gubernur Meki Fritz Nawipa dan Wakil Gubernur Deinas Geley mengundang Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (Forkopimda), MRP, para bupati, DPRK, dan tokoh masyarakat di wilayah Meepago segera menggelar rapat guna membantu meredam konflik bersenjata di wilayah itu.
“Konflik bersenjata di beberapa kabupaten di wilayah Papua Tengah sudah sangat mengkhawatirkan masyarakat dan pemerintah terutama di wilayah konflik,” ujar Ketua Fraksi Otsus DPRP Papua Tengah Donatus Mote, SIP, MM dari Denpasar, Bali, Senin (23/6).
Menurut Donatus, buntut konflik bersenjata di sejumlah wilayah kabupaten di Papua Tengah, korban nyawa warga sipil maupun aparat keamanan serta kelompok bersenjata berjatuhan. Banyak warga meninggalkan kampung halaman dan menjadi pengungsi di hutan-hutan bahkan kampung tetangga.
“Kami minta Pemprov Papua Tengah segera menggelar rapat bersama. Situasi kamtibmas di sejumlah distrik di wilayah Papua Tengah tidak baik-baik saja. Masyarakat menjadi asing di kampung halaman sendiri. Belum lagi pelayanan pemerintahan tentu sangat sulit dan anak-anak pasti kehilangan kesempatan meraih pendidikan,” kata Donatus, mantan guru di Deiyai.
Donatus menegaskan, Papua Tengah merupakan salah satu provinsi di tanah Papua yang kaya sumber daya alam (SDA) tetapi sebagian masyarakat di pelosok hidup dalam kondisi ketakutan dan kelaparan karena berada dalam bayang-bayang kekerasan dan konflik bersenjata. Konflik senjata antara TNI-Polri dan TPNPB OPM merupakan kenyataan yang dihadapi tetapi luput dari rasa empati negara.
“Konflik bersenjata di Papua Tengah terutama di daerah bagian pegunungan dalam sebulan terakhir semakin meningkat. Konflik dan kontak tembak antara TNI-Polri versus TPNPB OPM hingga kini masih terus berlanjut. Korban jatuh silih berganti. Korban berjatuhan di semua pihak. Kondisi ini tidak bisa dibiarkan berlarut-larut demi menghindari semakin banyak korban mati sia-sia,” ujar Donatus tegas.
Donatus mengingatkan, konflik bersenjata yang berkepanjangan bukan sinema elektronik yang mesti disajikan guna memanjakan mata penonton. Masyarakat sipil utamanya, tegas Donatus, bukan pula kelinci percobaan untuk dijadikan tumbal dalam konflik kepentingan di Papua Tengah yang bertabur kekayaan alamnya.
“Kami mendesak Pak Gubernur dan Wakil Gubernur Papua Tengah segera menggelar rapat bersama mengingat sebagian besar korban konflik adalah warga masyarakat Meepago. Setiap saat warga tak berdosa menjadi korban sia-sia. Belum lagi aparat keamanan maupun pihak TPNPB OPM. Semua korban yang jatuh adalah manusia ciptaan Tuhan paling mulia,” ujar Donatus.
Donatus mencontohkan, seorang warga sipil, Arui Mayau tertembak di Ilaga, Kabupaten Puncak pada Jumat 23 Mei 2025 saat terjadi kontak tembak antara aparat keamanan Indonesia dan OPM. Sedangkan, tiga warga masyarakat sipil di Intan Jaya juga menjadi korban peluru aparat keamanan. Ketiganya warga yang meninggal itu yaitu Isak Kobogau (43), Yohanes Tipagau (40), dan Alphon Kobogau (20).
“Sebagai wakil rakyat, saya sedih dan kesal melihat pengalaman tragis warga yang saya wakili. Jangan lagi masyarakat sipil seolah jadi tumbal dalam konflik senjata yang dimainkan oleh kelompok kepentingan. Saya mendesak segera digelar rapat bersama. Pemprov Papua Tengah, DPRP, MRP, Forkopimda, tokoh masyarakat, gereja, pemuda, dan lain-lain harus peka dengan kondisi ini. Populasi manusia Papua sudah berkurang jadi jangan dikurangi lagi akibat konflik yang berkepanjangan,” ujar Donatus.
Manajemen Markas Pusat Komnas TPNPB OPM, Selasa (24/6) mengumumkan telah menerima dari Kabupaten Puncak yang menyebut terjadi operasi militer Indonesia di perkampungan warga di Distrik Omukia, Puncak sejak Selasa (24/6) pagi hingga sore. Banyak rumah warga sipil dibakar.
“Operasi militer juga terjadi di Distrik Sinak dan Ilaga sejak 22-23 Juni dan hingga saat ini masih berlanjut di Omukia. Sejak kemarin ratusan aparat militer Indonesia memasuki kedua distrik sehingga seluruh warga sipil mengungsi ke Ilaga dan masih bertahan di sana. Sementara dini hari operasi pun juga terjadi di Omukia sehingga rumah-rumah warga sipil dibakar,” ujar Juru Bicara TPNPB Sebby Sambom melalui keterangan yang diperoleh dari Papua, Selasa (24/6).
Menurut Sebby, laporan yang disampaikan pasukan TPNPB dari Puncak menyebutkan, operasi militer Indonesia dilakukan dalam rangka pengejaran terhadap anggota OPM yang melakukan penyerangan terhadap aparat di Aminggaru. Kontak senjata tersebut berlangsung hingga Senin (22/6).
“Konflik itu mengakibatkan jatuhnya korban jiwa dari aparat keamanan Indonesia. Sehingga balasan sebagai balasan, aparat militer Indonesia melakukan operasi dan pembakaran rumah-rumah warga sipil sejak Senin (22/6) hingga Selasa (24/6) hari ini di perkampungan warga di Distrik Omukia,” kata Sebby.
Sebby juga meminta Presiden Prabowo Subianto dan Panglima TNI untuk segera menghentikan operasi militer secara masif dan membakar rumah-rumah warga sipil di Puncak. “Warga sipil semestinya mendapatkan jaminan dan perlindungan negara,” kata Sebby. (*)










