JAKARTA, ODIYAIWUU.com — Menteri Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Natalius Pigai mengatakan, pemerintah resmi meluncurkan Indeks Hak Asasi Manusia (HAM) Republik Indonesia. Indeks tersebut merupakan hasil kolaborasi Kementerian Pertahanan dan Badan Pusat Statistik (BPS) dan menjadi statistik nasional pertama di Indonesia.
Natalius menjelaskan, indeks tersebut disusun sebagai dasar pemantauan dan evaluasi kebijakan HAM nasional. Indeks tersebut mencakup hak sipil dan politik serta hak ekonomi, sosial, dan budaya.
“Pemerintah telah mengeluarkan Indeks HAM resmi Republik Indonesia, ini pertama kali dalam sejarah Republik Indonesia. Indeks ini menjadi dasar membaca perkembangan HAM dari tahun ke tahun,” ujar Menteri Natalius Pigai melalui keterangan tertulis usai peluncuran Indeks HAM di Hotel Sultan, Jalan Jendral Gatot Subroto, Jakarta, Senin (15/12).
Menteri Natalius menegaskan, penyusunan indeks dilakukan tanpa intervensi sepihak dari kementerian. Kementerian HAM RI, lanjut Menteri putra asli Papua, hanya berkontribusi pada substansi HAM.
“Tidak ada intervensi dalam penyusunan indeks ini, metodologi sepenuhnya disusun oleh Badan Pusat Statistik. Kami hanya memastikan konten HAM sesuai prinsip dan norma,” kata Natalius lebih lanjut.
Sementara itu, Kepala Badan Pusat Statistik Amalia Adininggar Widyasanti menjelaskan, aspek teknis penyusunan indeks. Ia menyebut, indeks disusun melalui pendekatan statistik dan metodologi ilmiah.
Amalia mengatakan, indeks HAM terdiri atas dua dimensi utama dengan puluhan indikator terukur. Seluruh data bersumber dari statistik resmi dan sumber pendukung terpercaya.
“Indeks HAM disusun dari dimensi sipil politik serta ekonomi sosial budaya, total indikatornya berasal dari berbagai sumber statistik. Seluruh proses mengikuti standar statistik nasional,” ujar Adininggar Widyasanti.
Adininggar menambahkan, indeks HAM akan menjadi rujukan kebijakan pembangunan nasional dan daerah. Pemerintah daerah dapat memanfaatkannya untuk perbaikan kebijakan berbasis data.
“Indeks ini dapat digunakan seluruh pemerintah daerah sebagai rujukan kebijakan, penggunaannya akan dianjurkan oleh Kementerian HAM. Tujuannya agar kebijakan HAM berbasis data dan sains,” ujar Adininggar. (*)










