KENYAM, ODIYAIWUU.com — Warga Distrik Gearek Wina Kerebea (35 tahun) hingga kini masih trauma. Pada Jumat (12/12) pagi WIT, ibu rumah yang berprofesi sebagai petani, hendak ke kebun untuk memotong sayur dan menggali singkong guna memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga.
Namun, bak petir di siang bolong tiba-tiba sekitar pukul 07.00 WIT, helikopter memantau dan melakukan penyerangan dari udara. Bersama anaknya, Arestina Giban (7 tahun), Wina Kerebea hendak melarikan diri demi menghindar dari ancaman kematian akibat bom udara aparat TNI di langit Gearek.
“Saat itu (12/12) helikopter melakukan penyerangan dari udara. Saya bersama anakn saya, Arestina hendak melarikan diri. Namun, dia (Arestina) tertembak oleh anggota TNI. Peluruh kena bagian otak belakang tembus depan lalu jatuh dari saya,” ujar Wina Kerebea kepada Theo Hesegem dari Yayasan Keadilan dan Keutuhan Manusia Papua (YKKMP) di Gearek, Kabupaten Nduga, Papua Pegunungan, Rabu (24/12).
Saat melihat anaknya jatuh tepat di depan rumah, seseorang bertubuh kekar menendang jasad putrinya ke parit. Wajah sang putri hancur dan tidak terbentuk. Khawatir dengan keselamatannya melihat situasi sangat mencekam dan tak terkendali, Wina Kerebea membawa anak pertamanya ke kuburan tete (kakek) untuk mencari perlindungan.
Saat lari ke kuburan tetenya, satu peluru nyasar menembus perut anak sulungnya. Wina mengangkat putri sulungnya lalu menyembunyikan di balik kuburan tetenya yang berjarak tak jauh dari tempat kejadian perkara (TKP).
“Saat itu helikopter melakukan pengeboman secara brutal dari atas langit. Saya menyampaikan kepada putri yang tertembak di perut agar tetap tenang. Saya beri tahu anak saya, ‘mama tidak takut mati. Mama akan pergi pegang (gendong) adikmu’. Saya kemudian berjalan ke lokasi jenazah Arestina yang terkena tembak anggota TNI,” ujar Wina.
Berdasarkan hasil investigasi YKKMP, di sela-sela peluru yang berhamburan dari langit, Wina berjalan menuju lokasi jasad Arestina tergeletak. Ia kemudian mengangkat jasad sang putri lalu memasukkan dalam noken, menyatu dengan pakaian ibadah.
Wina kemudian, meletakkanya jasad Arestina di badan jalan lalu ia berjalan ke arah gereja. Saat itu, TNI menjatuhkan mortir dan meledak tidak jauh dari lokasi. Wina akhirnya terkena serpihan mortir di bagian paha kanan bagian belakang. “Serpihan mortir tertancap di paha saya. Dalam kondisi ketakutan saya berlari menemui anak yang disembunyikan di balik kuburan tete,” kata Wina dengan wajah sedih.
Menurut Hesegem, setelah insiden Jumat (12/12) pada Minggu-Senin (14-15/12) beberapa orang melakukan pencarian jasad Arestina di TKP. Namun, upaya itu tak membuahkan hasil. Begitu pula tim kemanusiaan YKKMP melakukan investigasi dan pencarian tetapi hasilnya sama, jasad Arestina bak ditelan bumi.
“Ibu Wina sudah menunjukkan kepada tim tempat di mana anak ditembak saat berupaya menyelamatkan anak-anaknya. Ia juga menunjukkan di mana jasad anaknya dibaringkan, pakaian yang ia kenakan dan noken milik korban. Saat ini ibu Wina masih dalam proses pemulihan dan berada di pengungsian karena rumahnya dirusak aparat keamanan yang melakukan operasi pada Jumat, 12 Desember lalu,” kata Hesegem.
Setelah investigasi dilakukan, kata Hesegem, tim kemanusiaan meninggalkan TKP di Distrik Gearek menuju Distrik Pasir Putih. Hingga Sabtu (20/12), lanjut Hesegem, warga masih bertahan di pengungsian karena trauma dan tidak bisa kembali kampung halaman. Mereka hidup dalam ketakutan dan membutuhkan jaminan dan pertolongan untuk kembali ke rumah mereka.
“Operasi militer di Gearek, tim kemanusiaan Distrik Gearek, yang terdiri dari DPRK, perwakilan Pemerintah Kabupaten Nduga, gereja, tokoh masyarakat, pemuda dan mahasiswa menduga bahwa aparat TNI non organik melakukan upaya penghilangan paksa terhadap anak di bawah umur, atas nama Arestina Giban,” ujar Hesegem.
Hesegem mengatakan, dengan tangis haru Wina mengatakan, anaknya ditembak aparat TNI pada Jumat (12/12). Penembakan terhadap Arestina yang berujung maut dan Wina yang terkena serpihan mortir sangat tidak profesional dan tidak terukur.
“Sebagai pembela HAM di Papua saya sangat menyesal atas penembakan terhadap anak di bawah umur kemudian nyanwanya dihilangkan secara paksa dengan cara yang sangat profesional. Apakah memang korban tersebut diduga memegang senjata sehingga ditembak? Atau apakah anak kecil itu melawan aparat pada saat peristiwa bom udara di langit Gearek?,” kata Hesegem retoris.
Hesegem berharap kepada anggota TNI melakukan penyerangan harus memperhatikan masyarakat sipil sehingga mereka tidak menjadi sasaran utama. TNI, katanya, mesti banyak belajar aturan perang dan hukum humaniter internasional.
Hesegem juga menyampaikan beberapa rekomendasi. Pertama, dengan adanya upaya penghilangan paksa yang dilakukan aparat TNI, YKKMP, tim kemanusiaan bersama keluarga korban meminta aparat TNI untuk segera bertanggungjawab mengembalikan jasad Arestina Giban.
Kedua, YKKMP bersama tim kemanusiaan meminta keadilan bagi keluarga korban penembakan atas nama Almarumah Arestina Giban, bocah berusia 7 tahun. (*)










