OPINI  

Grime Nawa Bersatu: Dari Aspirasi Panjang Menuju Kabupaten Sendiri

Helga Maria Udam, Warga Kampung Sawoi, Distrik Kemtuk Gresi, Kabupaten Jayapura, Papua. Foto: Dok. Odiyaiwuu.com

Loading

Oleh: Helga Maria Udam
(Warga Kampung Sawoi, Distrik Kemtuk Gresi, Kabupaten Jayapura, Papua)

PEMEKARAN wilayah bukan sekadar urusan administratif atau penambahan peta, melainkan perjuangan politik dan sosial yang panjang. Dalam banyak kasus, keberhasilan pemekaran ditentukan oleh kekuatan rakyat di belakangnya. Masyarakat Grime Nawa telah menunjukkan hal ini. Setelah lebih dari dua dekade memperjuangkan pemekaran wilayahnya, mereka akhirnya memilih langkah paling menentukan: bersatu. Keputusan ini menjadi titik balik penting dalam sejarah panjang perjuangan mereka. Dari suara-suara yang dulu berserak, kini lahirlah satu suara yang bulat dan tegas. Grime Nawa tidak lagi hanya menjadi aspirasi, tetapi telah tumbuh menjadi gerakan rakyat yang matang.

Aspirasi ini tumbuh dari pengalaman nyata masyarakat yang hidup jauh dari pusat pemerintahan Kabupaten Jayapura di Sentani. Jarak bukan hanya soal kilometer, melainkan penghalang utama akses terhadap hak-hak dasar. Untuk mendapatkan layanan kesehatan, pendidikan, atau sekadar mengurus dokumen kependudukan, warga harus menempuh perjalanan panjang dan mahal. Dalam kondisi seperti ini, gagasan pemekaran wilayah muncul bukan dari ruang rapat para elite, melainkan dari kesadaran kolektif masyarakat adat yang ingin pembangunan dan pelayanan publik hadir lebih dekat dengan kehidupan mereka.

Namun, perjuangan ini tidak pernah mulus. Bertahun-tahun lamanya, aspirasi pemekaran Grime Nawa diperjuangkan oleh beberapa kelompok yang berjalan sendiri-sendiri. Ada tim poros tengah, tim 12, dan tim 7—semuanya memiliki tujuan yang sama, tetapi arah langkah yang berbeda. Perpecahan ini menjadi batu sandungan besar. Suara yang tercerai-berai mudah diabaikan, meski semangat masyarakat tetap menyala. Dari pengalaman panjang itu lahirlah sebuah kesadaran baru: bila mimpi besar ini ingin terwujud, maka semua perbedaan harus dilebur dalam satu suara.

Mei 2025 menjadi babak baru dalam sejarah Grime Nawa. Dalam sebuah pertemuan penting, tiga kelompok perjuangan tersebut akhirnya duduk bersama dan menyatukan langkah. Mereka mengesampingkan ego, membuka ruang dialog, lalu sepakat menyerahkan sepenuhnya perjuangan pemekaran kepada Pemerintah Kabupaten Jayapura. Keputusan itu bukan sekadar deklarasi, melainkan simbol lahirnya semangat kolektif yang kuat. Setelah lebih dari dua puluh tahun berjuang dalam barisan terpisah, masyarakat Grime Nawa kini tampil sebagai satu suara yang bulat.

Persatuan sebagai Kekuatan Politik

Dalam perjuangan pemekaran wilayah, suara tunggal bukan sekadar pelengkap, melainkan penentu. Pemerintah pusat lebih mudah memberi perhatian kepada aspirasi yang datang dari masyarakat yang bersatu. Persatuan masyarakat Grime Nawa kini menjadi modal politik yang sangat kuat. Ketika mereka bersatu, perjuangan ini tidak lagi tampak sebagai suara segelintir kelompok, melainkan kehendak seluruh rakyat adat di wilayah tersebut. Persatuan ini memperbesar legitimasi perjuangan mereka dan memperkuat posisi tawar di hadapan negara.

Lebih jauh lagi, persatuan ini menunjukkan kematangan politik masyarakat adat Grime Nawa. Mereka telah melalui proses panjang—dari masa perpecahan hingga berdiri teguh dalam satu barisan perjuangan. Masyarakat menyadari bahwa kabupaten baru tidak akan lahir dari suara yang berserakan. Ia hanya bisa lahir dari kesadaran kolektif, kerja bersama, dan langkah yang terarah. Dengan fondasi sosial sekuat ini, perjuangan Grime Nawa kini memiliki wajah baru: lebih solid, lebih percaya diri, dan lebih diperhitungkan.

Jejak Panjang Perjuangan Grime Nawa

Perjalanan panjang masyarakat Grime Nawa memperjuangkan pemekaran kabupaten mereka bermula sejak awal dekade 2000-an. Tahun 2001 menjadi titik awal ketika aspirasi itu pertama kali muncul secara terbuka dari masyarakat adat di berbagai distrik. Mereka merasa pembangunan berjalan timpang dan negara terasa terlalu jauh dari kehidupan mereka. Aspirasi itu lalu berkembang, dan pada 2007 Gubernur Papua saat itu memasukkan Grime Nawa ke dalam daftar daerah pemekaran potensial yang diajukan ke pemerintah pusat. Sejak saat itu, perjuangan ini bukan lagi sekadar wacana lokal, melainkan telah memasuki jalur resmi negara.

Pada 2010, Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Republik Indonesia mencatat kajian awal pemekaran Grime Nawa dalam dokumen resmi mereka. Tiga tahun kemudian, pada 2013, wilayah ini masuk dalam daftar prioritas pemekaran di Papua. Semangat itu semakin menguat pada 2016 ketika Grime Nawa ditetapkan sebagai salah satu dari 30 daerah otonomi baru prioritas nasional. Namun, kebijakan moratorium pemekaran wilayah dari pemerintah pusat membuat perjuangan mereka tertahan. Meskipun demikian, api perjuangan itu tidak pernah padam. Pemerintah Kabupaten Jayapura bahkan menyatakan komitmennya untuk terus mendorong pemekaran tersebut.

Setelah beberapa tahun berjalan dalam kesunyian administratif, gelombang baru perjuangan lahir pada 2023. Tim perjuangan Grime Nawa kembali menyerahkan aspirasi resmi ke DPR Papua dan Komisi II DPR RI. Dukungan luas datang dari tokoh adat, pemuka masyarakat, dan generasi muda. Tahun 2024, para tokoh publik Papua menyerukan pentingnya persatuan masyarakat Grime Nawa sebagai syarat mutlak memperkuat posisi perjuangan. Seruan itu tak sia-sia. Setahun kemudian, pada Mei 2025, tiga kelompok perjuangan yang selama ini berjalan sendiri akhirnya melebur menjadi satu gerakan bersama—menandai titik balik sejarah perjuangan Grime Nawa.

Makna Strategis dari Persatuan

Persatuan masyarakat Grime Nawa memiliki makna strategis dalam dua sisi: politik dan administratif. Di sisi politik, suara tunggal memperkuat posisi masyarakat di hadapan pemerintah pusat. Suara yang bulat lebih sulit diabaikan dibanding suara yang terpecah. Di sisi administratif, persatuan mempermudah proses pemenuhan syarat-syarat pemekaran. Penyiapan batas wilayah, pengumpulan data, pembangunan infrastruktur dasar, dan penguatan sumber daya manusia dapat dilakukan secara lebih terkoordinasi. Dengan langkah yang searah, perjuangan menjadi lebih efisien dan terarah.

Selain itu, persatuan membangun rasa memiliki yang kuat terhadap kabupaten yang diimpikan. Kabupaten Grime Nawa bukan milik satu kelompok atau satu distrik, melainkan milik seluruh masyarakat adat. Fondasi sosial semacam ini sangat penting, karena banyak daerah otonomi baru di Indonesia goyah setelah terbentuk akibat lemahnya persatuan sejak awal. Grime Nawa belajar dari pengalaman itu dan membangun kekuatan sosialnya lebih dahulu sebelum kabupaten benar-benar lahir.

Langkah Lanjutan dan Harapan

Bersatunya masyarakat Grime Nawa bukan akhir perjuangan, tetapi awal dari babak baru. Masih banyak syarat administratif dan teknis yang harus dipenuhi: mulai dari batas wilayah yang jelas, kesiapan infrastruktur, kemandirian fiskal, hingga kesiapan birokrasi lokal. Namun dengan kekuatan persatuan yang telah terbentuk, semua tantangan itu menjadi lebih mungkin untuk dihadapi. Pemerintah Kabupaten Jayapura kini menjadi lokomotif perjuangan, dengan masyarakat adat berdiri teguh di belakangnya.

Tantangan ke depan tentu tidak ringan, tetapi semangat kolektif yang telah tumbuh menjadi benteng utama. Yang paling penting sekarang adalah menjaga kesatuan ini dari kepentingan sempit dan potensi perpecahan internal. Jika semangat ini terjaga, Grime Nawa akan menjadi salah satu calon kabupaten baru yang paling siap secara sosial dan politik di Tanah Papua. Persatuan ini adalah modal terbesar mereka untuk melangkah ke tahap selanjutnya.

Penutup

Perjuangan Grime Nawa adalah kisah tentang ketekunan, kesabaran, dan kesadaran kolektif. Dua puluh tahun lebih masyarakat adat wilayah ini memperjuangkan kabupaten mereka sendiri. Mereka pernah terpecah, pernah diabaikan, dan kini bangkit sebagai satu suara. Persatuan inilah yang menjadi kekuatan sejati perjuangan mereka. Dalam konteks Papua, di mana jarak dan ketimpangan sering menjadi tantangan pembangunan, langkah Grime Nawa ini menjadi teladan bahwa rakyat dapat memperjuangkan haknya dengan cara bermartabat.

Jika pemerintah pusat sungguh-sungguh ingin membangun Papua secara adil dan merata, maka suara bulat masyarakat Grime Nawa tidak boleh diabaikan. Mereka telah menempuh jalan panjang, menjaga api perjuangan tetap menyala, dan kini berdiri dalam satu barisan. Kabupaten Grime Nawa bukan lagi sekadar mimpi—melainkan cita-cita bersama yang semakin dekat menjadi kenyataan.