OPINI  

Agama Sebagai Inspirasi Pembangunan Papua

Dr Imanuel Gurik, SE, M.Ec.Dev, Doktor Ilmu Ekonomi lulusan Uncen Jayapura, Papua. Foto: Istimewa

Oleh Imanuel Gurik 

Doktor lulusan Universitas Cenderawasih, Jayapura, Papua 

PAPUA adalah tanah yang kaya akan nilai-nilai dalam agama, spiritualitas selain tentu kaya akan sumber daya alam (SDA), seni-budaya, adat-istiadat, dan lain sebagainya. Semua kekayaan yang dimiliki tanah Papua adalah berkat Tuhan dan senantiasa menjadi mozaik indah bagi masyarakat, bangsa, dan negara yang mendiami pulau di ufuk timur Indonesia. 

Bentangan kekayaan itu menyebar mulai dari pegunungan Pegunungan Tengah hingga pesisir pantai. Agama bagi orang asli Papua adalah inti kehidupan mereka. Sejarah panjang Papua menunjukkan, agama bukan sekadar keyakinan pribadi, tetapi pilar identitas, moral, dan sosial yang membentuk karakter masyarakat.

Presiden ke-4 Republik Indonesia KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) menegaskan, agama adalah jalan untuk memanusiakan manusia dan menjaga perdamaian. Di Papua, nilai-nilai ini harus dihormati sebagai kekayaan budaya dan moral. Pernyataan Gus Dur itu relevan dalam konteks Papua yang memiliki keragaman suku dan budaya yang kuat, di mana agama dan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya juga menjadi panduan dan perekat relasi sosial kemasyarakatan.

Agama di Papua tumbuh dari tradisi leluhur, alam, dan iman yang dibawa oleh para misionaris dan hamba Tuhan. Sebelum Injil masuk tanah Papua masyarakat setempat sudah memiliki sistem kepercayaan yang menjadi pedoman atau panduan dalam kehidupan sosial, menghormati alam, dan menanamkan nilai moral. Masuknya agama Kristen, seperti dicatat dalam sejarah, tidak menghapus budaya tetapi mengintegrasikan nilai religius ke dalam kehidupan sehari-hari.

Seorang hamba Tuhan mengatakan, di Papua Injil bukan sekadar diterima oleh masyarakat, tetapi masuk ke dalam hati dan membentuk karakter mereka. Nilai-nilai religiusitas itu menumbuhkan kesadaran kolektif tentang keadilan sosial, gotong royong, dan tanggung jawab terhadap alam dan lingkungan.

Sedangkan tokoh masyarakat Papua John Rumbiak pernah menegaskan bahwa kekuatan kita sebagai orang Papua terletak pada iman dan budaya yang saling memperkuat. Tanpa itu, orang Papua kehilangan arah. Pernyataan itu menegaskan bahwa agama menjadi fondasi identitas Papua, mengikat masyarakat pada nilai moral dan budaya.

Nilai Agama dan Budaya

Orang Papua mengekspresikan kehidupan religinya secara unik. Di Pegunungan Tengah, misalnya, ritual adat dan ibadah Kristen saling bersinergi. Upacara adat yang memadukan nyanyian, tarian, dan doa bukan sekadar simbol spiritual, tetapi juga media pendidikan nilai moral bagi generasi muda.

Uskup Keuskupan Jayapura Mgr Dr Leo Laba Ladjar menegaskan, di Papua, gereja bukan hanya tempat beribadah, tetapi pusat pendidikan karakter dan sosial. Di sinilah iman menjadi energi perubahan. Pernyataan ini menunjukkan bahwa nilai-nilai agama berperan penting mendorong kesadaran sosial dan kepedulian terhadap sesama.

Undang-Undang terkait otonomi khusus Papua memberikan ruang bagi orang asli untuk mempertahankan identitas budaya dan agamanya. UU tersebut juga menegaskan perlindungan terhadap nilai budaya dan agama sebagai hak masyarakat asli.

Tokoh nasional Prof Dr Jimly Asshiddiqie pernah menekankan bahwa otonomi khusus harus menjamin perlindungan budaya dan agama sebagai hak fundamental masyarakat Papua. Dengan demikian, agama tidak hanya persoalan relasi pribadi manusia dengan Tuhan, tetapi juga terkait dengan hak politik, sosial, dan hukum masyarakat.

Dalam praktiknya, pembangunan di Papua harus menghormati nilai-nilai agama. Pendidikan, kesehatan, dan ekonomi harus selaras dengan nilai iman dan budaya. Misalnya, sekolah berbasis karakter, pelayanan kesehatan yang sensitif terhadap adat, dan pembangunan fasilitas publik yang melibatkan masyarakat adalah contoh integrasi agama dalam pembangunan.

Agama bukan hanya pilar identitas tetapi juga sumber inspirasi pemimpin dan masyarakat pembangunan. Nilai seperti kejujuran, kerja keras, gotong royong, dan kepedulian sosial yang diajarkan agama dapat mendorong pembangunan berkelanjutan.

Di Kabupaten Tolikara, Lembah Toli menjadi contoh nyata. Masyarakat membangun sekolah, rumah ibadah, dan fasilitas publik secara gotong royong, ditopang prinsip kasih dan tanggung jawab sosial. Tokoh lokal di sana menyatakan, kasih yang dipelajari dari iman tidak hanya mengarahkan hati pada Tuhan, tetapi juga membuka mata untuk melihat kebutuhan orang lain dan menjaga bumi kami.

Selain itu, agama mendorong kepemimpinan yang bermoral. Pemimpin yang berakar pada nilai iman cenderung menegakkan keadilan, menghindari korupsi, dan memprioritaskan kesejahteraan rakyat. Hal ini sejalan dengan pernyataan Bupati Tolikara, Willem Wandik. Wandik mengatakan, pembangunan yang baik dimulai dari moral dan spiritual karena tanpa itu, pembangunan fisik hanya sementara.

Tantangan dan Harapan

Modernisasi dan globalisasi membawa arus nilai baru yang kadang mengikis nilai-nilai agama dan kepercayaan masyarakat lokal. Anak-anak muda lebih terpapar budaya urban, media sosial, dan gaya hidup modern, yang kadang menjauhkan mereka dari akar budaya dan iman leluhur.

Namun, doa dan harapan tetap bersemayam dalam hati dan jiwa masyarakat tanah Papua. Pendidikan berbasis karakter, festival budaya, penguatan gereja, dan perlindungan hukum terhadap budaya menjadi kunci. Sebagaimana dikatakan oleh tokoh adat Papua, Benny Wenda. Benny menegaskan, pemuda Papua harus menguasai dunia modern tanpa kehilangan identitas spiritual dan budaya.

Di Lembah Toli, Kabupaten Tolikara, Provinsi Papua Pegunungan, masyarakat memadukan iman dan budaya dalam kehidupan sehari-hari. Anak-anak diajarkan menghormati Tuhan, alam, dan sesama. Gotong royong membangun fasilitas publik menjadi wujud nyata kasih dan solidaritas.

Seorang tokoh misi di sana mengatakan, kita bisa belajar dari Papua bahwa iman bukan hanya kata-kata, tetapi perbuatan nyata yang mengubah masyarakat. Pernyataan ini menunjukkan bahwa agama bagi masyarakat Papua adalah energi transformasi sosial.

Agama di Papua adalah identitas, panduan moral, dan sosial. Nilai-nilai yang terkandung dalam agama membimbing kehidupan pribadi dan kolektif, menjadi pendorong pembangunan berkelanjutan, keadilan sosial, dan kepemimpinan moral.

Dalam era modern, tantangan menjaga nilai-nilai religius semakin besar. Namun, dengan kebijakan yang menghormati agama dan budaya, pendidikan berbasis iman serta penguatan komunitas lokal, Papua mampu menjadi tanah yang bangkit secara moral, sosial, dan spiritual.

Joko Widodo saat memimpin negara ini menegaskan, kebhinekaan kita adalah kekuatan. Papua dengan budaya dan iman yang kuat menjadi bagian dari kekayaan bangsa yang harus dijaga. Pernyataan ini mengingatkan bahwa agama di Papua bukan sekadar aset lokal, tetapi bagian dari kekayaan nasional yang memberi inspirasi bagi pembangunan Indonesia.

Papua adalah contoh nyata bahwa agama dan budaya bukan sekadar masa lalu, tetapi pondasi masa depan. Dari Lembah Toli hingga Pegunungan Tengah, semangat iman menerangi jalan pembangunan, solidaritas, dan kemanusiaan. Agama di Papua adalah nyala api yang menuntun masyarakat untuk menjadi kuat, bermoral, dan inspiratif.