Oleh Imanuel Gurik
Doktor Ilmu Ekonomi lulusan Uncen Jayapura, Papua
TANAH Papua (Papua) memasuki fase baru pembangunan setelah 24 tahun melewati era otonomi khusus (otsus). Pembangunan di wilayah paling timur Indonesia saat ini berada pada momentum historis dan sangat menentukan masa depan kawasan ini. Setelah terbentuknya enam provinsi baru, Papua tidak lagi memiliki ruang untuk berjalan sendiri-sendiri. Perubahan struktur wilayah Papua menuntut perubahan cara kerja kolaboratif, dan arah kebijakan.
Pemekaran wilayah idealnya tidak lagi dipahami bukan sekadar batas administratif wilayah, tetapi restrukturisasi strategi percepatan pembangunan regional. Dengan mengoleksi enam provinsi, Papua harus meninggalkan pendekatan lama yang bersifat parsial, lamban, dan minim koordinasi. Saat ini Papua memasuki periode dimana kolaborasi bukan lagi opsi tetapi keharusan.
Papua harus bergerak bersama untuk saling belajar pengalaman dan berinovasi bersama. Mengapa saling belaja dan bergerak dalam derap yang sama bahkan mutlak adalah aspek penting dan urgen. Dalam ilmu perencanaan wilayah, percepatan pembangunan dapat dicapai jika praktik terbaik dipindahkan dari satu daerah ke daerah lain tanpa harus mengulang proses trial and error yang panjang. Meniru kebijakan baik bukan tindakan lemah, tetapi strategi efisiensi.
Dengan meniru kebijakan yang telah terbukti sukses atau berhasil menjadi pelajara daerah lain untuk dapat menghemat waktu, mengurangi biaya, mempercepat dampak serta memperluas manfaat sosial secara signifikan. Papua tidak memiliki waktu untuk membiarkan satu kesalahan yang sama berulang dari kabupaten ke kabupaten lain.
Sukses atau keberhasilan kabupaten atau daerah lain harus segera direplikasi. Kemudian, tang keliru harus segera diperbaiki, yang efektif harus segera diperluas, dan yang inovatif harus segera dibagikan.
Dasar Kebijakan Afirmasi
Peluncuran Kartu Tanda Penduduk (KTP) Orang asli Papua merupakan tonggak transformasi kebijakan afirmasi berbasis data. Dengan hadirnya instrumen ini, pemerintah memiliki dasar yang kuat untuk mengalokasikan program secara tepat sasaran. Sebab pembangunan inklusif hanya mungkin jika kelompok prioritas terdata dengan baik.
Melalui KTP OAP, pemerintah dapat memastikan beasiswa afirmasi tepat sasaran, pemberdayaan usaha didorong untuk komunitas ekonomi OAP, rekrutmen tenaga kerja afirmatif dapat terukur, dan lembaga adat memperoleh posisi signifikan dalam advokasi kebijakan jangka panjang. Karena itu, seluruh provinsi di Tanah Papua perlu meniru pendekatan ini sesuai konteks lokal masing-masing.
Program 1000 Hari Pertama Kehidupan (HPK) yang dikembangkan di Kabupaten Tolikara, Provinsi Papua Pegunungan adalah fondasi pembentukan sumber daya manusia (SDM) unggul Papua. Ini adalah kebijakan kesehatan dan gizi paling strategis dalam pembangunan kualitas manusia modern.
Program ini memastikan intervensi nutrisi, pendampingan ibu hamil, imunisasi lengkap, edukasi keluarga, sanitasi rumah tangga, dan pencatatan tumbuh kembang anak dilakukan sejak kehamilan hingga anak berusia dua tahun. Kerusakan dalam fase ini bersifat irreversible. Karena itu jika program ini terbukti efektif di Tolikara, seluruh provinsi dan kabupaten wajib mengadopsi dan memperkuatnya. Karena generasi emas Papua tidak dapat dibangun setelah terlambat.
Kini muncul kebijakan sosial Papua berbasis nilai budaya hormat kepada orang tua yaitu Program Jaminan Lansia (Jalan) di Provinsi Papua, Perlindungan Hari Tua (Paitua) di Papua Barat Daya, Jaminan untuk Lanjut Usia (Julia) di Papua Pegunungan, dan Jaminan Sosial Hari Tua (Joshu) di Tolikara.
Empat pendekatan berbeda ini lahir dari akar budaya yang sama: menempatkan orang tua sebagai aset moral bangsa. Perlindungan lanjut usia (lansia) bukan hanya kebijakan kesejahteraan sosial, melainkan cermin peradaban. Kebijakan ini memanusiakan orang tua Papua, menjaga kehormatan mereka, dan memastikan mereka dihargai di usia rentan. Karena itu kebijakan ini patut direplikasi oleh daerah lain di Papua.
Program Sarapan Sehat Anak Sekolah (Sarasehans) di Tolikara membuktikan bahwa peningkatan kualitas pendidikan dapat dimulai dari dapur rumah. Banyak anak di Papua berangkat sekolah tanpa sarapan dan kondisi itu mempengaruhi konsentrasi, motivasi, kemampuan analisis, stamina belajar, dan keterlibatan kelas.
Program ini meningkatkan kehadiran siswa, memperbaiki prestasi akademik, memperkuat kesehatan anak, mengurangi risiko infeksi, dan menggerakkan ekonomi pangan lokal melalui pembelian bahan dari petani kampung. Program sederhana, murah, tepat sasaran, dan Sarasehans ini adalah contoh bagaimana kebijakan kecil menghasilkan dampak besar sehingga patut diadopsi lintas wilayah.
Mengapa banyak daerah belum saling mengadopsi program wilayah atau kabupaten lain di Papua merupakan pertanyaan penting. Hambatan terbesar bukan kurangnya ide, tetapi ego birokrasi, lemahnya komunikasi lintas wilayah serta budaya persaingan antar daerah.
Banyak pemerintah daerah masih terjebak dalam mindset bahwa program inovatif adalah simbol prestasi pribadi, bukan instrumen kesejahteraan rakyat. Padahal masyarakat tidak ingin tahu siapa yang memulai program, mereka hanya ingin menikmati hasilnya. Karena itu mentalitas “itu program mereka, bukan kami” harus diakhiri sepenuhnya.
Kolaborasi Kebijakan
Jika enam provinsi mengadopsi satu kebijakan yang sama, maka dampaknya akan meluas lebih cepat, merata, kuat, dan lebih bertahan lama. Replikasi kebijakan terbaik adalah strategi percepatan paling murah, sederhana, dan realistis bagi Papua saat ini.
Papua membutuhkan budaya politik dan birokrasi baru yaitu budaya saling menguatkan, saling belajar, dan terutama mengadopsi kebijakan yang positif dan berdaya guna. Bukan budaya saling menjatuhkan, meremehkan lalu menunggu gagal. Ini adalah dasar psikologis baru bagi pembangunan daerah.
Otsus Papua tidak boleh berhenti sebagai konsep dan angka dalam regulasi. Ia harus hadir dalam bentuk nyata semisal pelindungan ibu hamil, intervensi gizi balita, pendidikan berkualitas, penguatan adat, bantuan lansia, dan peningkatan pendapatan rumah tangga Papua.
Papua tidak cukup hanya menciptakan inovasi tetapi harus menyebarkan inovasi. Yang bergerak sendiri akan maju sendiri tetapi yang bergerak bersama akan maju bersama. Momentum sudah hadir, struktur wilayah terbentuk, inovasi muncul, komitmen membesar. Papua hanya butuh satu langkah berikut: saling mengadopsi hal baik untuk maju bersama.










