Oleh Imanuel Gurik
Doktor lulusan Universitas Cenderawasih, Jayapura, Papua
PAPUA, dengan segala keindahan alam dan budaya, menyimpan tantangan besar dalam pembangunan sosial. Salah satu kelompok yang paling rentan adalah lansia, khususnya orang asli Papua (OAP) yang tidak memiliki akses ke jaminan sosial formal. Program Jaminan Sosial Hari Tua (Joshua) hadir sebagai solusi inovatif yang tidak hanya memberikan bantuan finansial, tetapi juga membangun sistem perlindungan sosial yang berkelanjutan. Program ini menegaskan bahwa masa tua bukan sekadar soal usia, tetapi hak setiap warga untuk hidup aman, sejahtera, dan bermartabat.
Masyarakat Papua, terutama di daerah terpencil, masih bergantung pada ekonomi subsisten. Banyak lansia yang tidak memiliki tabungan atau pensiun, sehingga masa tua mereka penuh ketidakpastian. Data dari Dinas Sosial Papua menunjukkan bahwa jumlah lansia yang hidup di bawah garis kemiskinan meningkat setiap tahun. Dalam konteks ini, Joshua hadir sebagai program yang memberikan kepastian ekonomi dan mengurangi risiko sosial yang dihadapi lansia orang asli Papua.
Wakil Presiden KH Ma’ruf Amin era Pemerintahan Presiden Joko Widodo menyatakan, oleh karena masalah hari tua menjadi momok dan menjadi sumber ketidaksejahteraan, maka salah satu yang harus juga menjadi perhatian adalah pelayanan kepada orang tua. Pernyataan KH Ma’ruf Amin menegaskan urgensi program jaminan sosial bagi lansia sebagai bagian dari pembangunan manusia yang berkelanjutan.
Tujuan dan Sasaran Program
Ada beberapa tujuan Program Joshua. Pertama, memberikan jaminan sosial bagi lansia orang asli Papua yang tidak memiliki akses ke pensiun formal. Kedua, meningkatkan kesejahteraan ekonomi keluarga melalui bantuan langsung tunai. Ketiga, mendorong budaya menabung dan perencanaan keuangan di kalangan masyarakat.
Program ini menyasar lansia berusia 58 tahun ke atas yang belum terdaftar dalam sistem jaminan sosial nasional. Dengan sasaran yang jelas, program ini mampu fokus pada kelompok paling rentan sekaligus mempermudah pengelolaan data dan pemantauan. Sedangkan di Papua Barat Daya dikenal dengan nama Program Paitua, program unggulan untuk memberikan perlindungan dan bantuan tunai kepada kelompok lansia di atas 65 tahun yang tidak memiliki pendapatan tetap.
Sumber pembiayaan program tersebut sebagian besar berasal dari dana Otonomi Khusus (Otsus) Papua. Dana Otsus sendiri merupakan alokasi khusus dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) sejak 2002 yang bertujuan mempercepat pembangunan dan mengurangi kesenjangan wilayah Papua dengan daerah lain di Indonesia.
Dana Otsus digunakan oleh pemerintah provinsi dan kabupaten/kota untuk membiayai berbagai program kesejahteraan. Misalnya (i) program sosial lansia seperti Joshua dan Paitua; (ii) pendidikan dan beasiswa untuk pelajar orang asli Papua; dan (iii) kesehatan dan pembangunan infrastruktur sosial.
Di Kabupaten Tolikara, misalnya, dana otsus digunakan untuk menyalurkan bantuan rutin sebesar Rp 500.000 per bulan kepada lansia orang asli Papua. Program serupa di Papua Barat Daya (Paitua) memberikan bantuan Rp 250.000 per bulan, yang terdiri dari Rp 150.000 dari provinsi dan Rp 100.000 dari kabupaten/kota. Kombinasi sumber ini memungkinkan jangkauan program lebih luas dan jumlah penerima lebih banyak.
Selain dana otsus, beberapa daerah juga memanfaatkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten/Kota dan kerjasama dengan lembaga keuangan atau corporate social responsibility (CSR) perusahaan lokal untuk memperkuat keberlanjutan program. Transparansi dan akuntabilitas dijaga melalui sistem digital dan pengawasan lembaga terkait.
Implementasi Program
Program Joshua di tanah Papua menyasar semua wilayah provinsi maupun kabupaten dan kota. Program Joshua di Kabupaten Tolikara dimulai Januari 2021. Bantuan disalurkan melalui Bank Papua di beberapa distrik, termasuk Distrik Karubaga, Bokondini, dan Kanggime. Kepala kampung dan lembaga adat dilibatkan dalam pendataan peserta untuk memastikan bahwa setiap lansia yang berhak mendapatkan bantuan tercatat secara akurat.
Sejak peluncuran, jumlah peserta meningkat dari 300 menjadi 600 orang pada akhir 2023. Pendekatan berbasis komunitas ini tidak hanya memastikan distribusi tepat sasaran tetapi juga memperkuat solidaritas sosial di tingkat lokal. Bupati Tolikara (kala itu) Usman G. Wanimbo menegaskan, Program Joshua adalah bentuk kepedulian kami kepada lansia. Mereka adalah aset sosial dan budaya yang harus dijaga kesejahteraannya.
Begitu juga di Papua Barat Daya, program ini dimulai pada Juli 2023 dengan target lansia berusia 65 tahun ke atas. Bantuan tunai diberikan melalui sistem rekening bank lokal dan dikombinasikan dengan edukasi keuangan bagi peserta dan keluarga. Asisten III Setda Papua Barat Daya Dra Atika Rafika, M.Si menyatakan, program ini diharapkan dapat membantu meningkatkan derajat kesehatan dan meningkatkan daya beli masyarakat.
Sedangkan Kepala Dinas Sosial Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Papua Barat Daya Beatrix Msiren menambahkan, pendataan dan verifikasi data perlu dilakukan secara komprehensif agar semua calon penerima manfaat dapat terdata dengan baik. Dinas Sosial siap menyalurkan bantuan Paitua sesuai data yang telah terverifikasi. Pendekatan ini menekankan pentingnya transparansi, partisipasi masyarakat, dan koordinasi antar-lembaga dalam pelaksanaan program jaminan sosial.
Inovasi Penting
Beberapa inovasi penting dalam Joshua dan Paitua meliputi sejumlah aspek. Pertama, pendataan berbasis komunitas: Kepala kampung, lembaga adat, dan gereja berperan aktif memastikan data peserta akurat. Kedua, sistem pembayaran digital untuk memudahkan penyaluran bantuan sekaligus menjaga transparansi. Ketiga, edukasi finansial untuk mendorong peserta dan keluarga memahami pentingnya perencanaan keuangan dan tabungan. Keempat, kolaborasi multi-stakeholders seperti pemerintah daerah, lembaga keuangan, dan LSM bekerja sama untuk memastikan keberlanjutan program.
Meskipun berdampak positif, program ini menghadapi tantangan nyata seperti aksesibilitas. Wilayah Papua yang luas dan sulit dijangkau membuat distribusi bantuan menjadi tantangan logistik. Selain itu, literasi digital, di mana pemahaman teknologi informasi yang terbatas di kalangan lansia menghambat penggunaan sistem digital. Kemudian, pendanaan berkelanjutan. Ketergantungan pada dana otsus dan APBD membutuhkan pengelolaan yang efisien agar program tetap berjalan konsisten.
Program Joshua dan Paitua telah memberikan dampak signifikan. Dalam aspek keamanan ekonomi lansia, membantu lansia yang sebelumnya bergantung pada keluarga untuk memiliki pendapatan tetap. Kemudian, pengurangan kemiskinan, bantuan tunai membantu lansia memenuhi kebutuhan dasar. Pemberdayaan komunitas di mana partisipasi masyarakat lokal memperkuat solidaritas dan tanggung jawab sosial.
Sedangkan terkait budaya menabung dan perencanaan, program ini menumbuhkan kesadaran akan pentingnya persiapan masa tua, yang juga berdampak pada generasi muda. Tokoh Papua yang juga Auri, Asisten Bidang Umum Sekda Papua Elysa Auri pernah berujar, “Saya rasa kita juga bisa mengadopsi program usia Lansia di atas 70 tahun dari pemerintah Aceh. Yang pasti dengan adanya kunjungan Pemda Aceh ke Papua, kita bisa saling tukar menukar informasi antara. Sebab sama-sama kedua provinsi ini mendapatkan dana otsus.”
Demikian pula Sekretaris Dinas Sosial Kependudukan dan Pencatatan Sipil Papua Dr Karsudi, menyatakan, “lansia adalah kelompok rentan. Negara punya kewajiban untuk mengelola kelompok ini supaya mereka sehat, bahagia, dan tetap hidup layaknya warga negara lainnya.”
Asa Masa Depan
Keberhasilan program ini menunjukkan bahwa kebijakan sosial berbasis komunitas dan inovasi digital dapat mengatasi tantangan pembangunan sosial di Papua. Program Joshua dan Paitua diharapkan dapat direplikasi di kabupaten/kota lain di Papua dan daerah tertinggal di Indonesia.
Pemerintah perlu terus berinovasi, mengintegrasikan program dengan pelayanan kesehatan dan pendidikan, serta meningkatkan literasi masyarakat untuk memastikan keberlanjutan jaminan sosial. Program ini juga menjadi pelajaran bahwa investasi sosial bukanlah beban, tetapi modal pembangunan manusia yang berdampak jangka panjang.
Program Joshua dan Paitua adalah contoh nyata bagaimana kebijakan sosial inovatif mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pendekatan berbasis komunitas, pemanfaatan dana otsus, digitalisasi, dan edukasi finansial tidak hanya memberikan bantuan finansial, tetapi juga memberdayakan masyarakat untuk mandiri.
Dengan program ini, setiap warga Papua dari kota hingga kampung terpencil berhak menua dengan aman, sejahtera, dan bermartabat. Joshua membuktikan bahwa inovasi lokal dapat menjadi solusi nyata dalam pembangunan sosial, sekaligus menjadi model inspiratif bagi daerah lain di Indonesia. Program ini bukan sekadar bantuan tetapi investasi masa depan yang memberi dampak sosial, ekonomi, dan budaya secara berkelanjutan (sustainable).









