![]()
LUCU juga. Negara yang sibuk bermimpi jadi tuan rumah Olimpiade, tapi lupa bahwa tuan rumah itu harus siap menerima semua tamu. Indonesia menolak atlet dari Israel masuk untuk kejuaraan senam dunia, lalu seolah kaget saat International Olympic Committee (IOC) menegur keras dan menghentikan semua pembicaraan soal Olimpiade. Kok bisa kaget? Ini bukan ujian mendadak. Aturan Olimpiade sudah lama ada, dan jelas: semua peserta harus diterima tanpa diskriminasi.
Yang membuatnya makin ironis, Indonesia ingin tampil gagah sebagai tuan rumah dunia, tapi mentalnya masih kampungan dalam urusan berpikir global. Olimpiade itu bukan ajang saling tunjuk siapa kawan siapa lawan. Ini olahraga, bukan panggung rapat politik kampung halaman. IOC tidak sedang berunding soal konflik Timur Tengah; mereka hanya minta satu hal sederhana: semua atlet diterima. Titik.
Tapi Indonesia punya gaya sendiri. Dengan percaya diri, mereka menolak visa atlet Israel sambil bersandar pada “alasan keamanan” dan “solidaritas politik.” Seakan-akan keputusan itu akan membuat dunia bertepuk tangan. Yang terjadi justru sebaliknya: dunia tertawa kecil. IOC langsung mengambil langkah tegas: “Kalau begitu, kita hentikan saja semua pembicaraan soal Olimpiade.” Dan siapa yang malu? Indonesia sendiri.
Lucunya lagi, Indonesia bersikap seolah dunia harus memahami “keistimewaan sikap politik”nya. Padahal dalam Olimpiade, tidak ada istilah “keistimewaan.” Semua negara tunduk pada aturan yang sama. Kalau ingin jadi pemain global, maka belajar dulu jadi negara yang patuh aturan global. Kalau tidak siap, ya jangan sok-sokan jadi tuan rumah.
Banyak negara yang tidak menyukai satu sama lain, tapi tetap bertanding di Olimpiade dengan kepala tegak. Amerika dan Rusia saling curiga, tapi atlet mereka tetap berlomba. Tiongkok dan Taiwan punya sejarah panjang, tapi mereka hadir di arena. Indonesia? Baru menghadapi Israel saja sudah gemetar sendiri.
Kita patut berterima kasih pada IOC. Keputusan mereka menertawakan kebingungan Indonesia dengan cara elegan: cukup hentikan pembicaraan tentang Olimpiade. Tidak perlu debat panjang. Kalau ingin ikut bermain di liga besar, jangan bawa mental pasar malam.
Indonesia sekarang punya dua pilihan: belajar jadi negara yang paham arti Olimpiade, atau terus jadi bahan lelucon di dunia olahraga internasional. Solidaritas politik tidak bisa dijadikan tiket untuk melanggar aturan main. Kalau ingin bersolidaritas, silakan di forum politik. Tapi kalau ingin jadi tuan rumah Olimpiade, belajarlah jadi tuan rumah yang benar. (Editor)










