OPINI  

Topi Mahkota Cenderawasih Dibakar, Habitat Cenderawasih Dihancurkan: Pemerintah Indonesia Bodoh!

Yakobus Dumupa, Anggota Majelis Rakyat Papua (2012-2016) dan Bupati Dogiyai (2017-2022). Foto: Dok. Odiyaiwuu.com

Loading

Oleh: Yakobus Dumupa
Anggota Majelis Rakyat Papua (2012-2016) dan Bupati Dogiyai (2017-2022)

PEMERINTAH Indonesia benar-benar menunjukkan wajah kebodohannya dalam mengelola Papua. Di satu sisi, mereka membakar topi mahkota Cenderawasih atas nama pelestarian satwa. Mereka mengaku melindungi burung Cenderawasih dengan menindak masyarakat kecil yang dianggap melanggar hukum konservasi. Tapi di sisi lain, tangan pemerintah sendiri setiap hari merusak hutan, menggunduli pohon, menghancurkan habitat alami tempat burung Cenderawasih hidup dan berkembang biak. Ini bukan sekadar ironi. Ini kebijakan yang bebal, pendek akal, dan menjijikkan.

Pembakaran mahkota Cenderawasih beberapa hari lalu telah melukai harga diri dan kebanggaan masyarakat adat Papua. Mahkota itu bukan sekadar barang hiasan. Itu simbol kehormatan. Itu identitas kultural. Itu bagian dari jati diri Orang Asli Papua. Ketika pemerintah membakarnya atas nama hukum, pemerintah sebenarnya sedang menampar wajah budaya Papua di depan publik. Tapi lebih dari itu, tindakan itu menunjukkan bahwa pemerintah tidak mengerti akar persoalan yang sesungguhnya: burung Cenderawasih tidak punah karena mahkota dipakai masyarakat adat, tapi karena habitatnya dihancurkan oleh negara dan korporasi.

Hutan Papua terus dibabat habis atas nama pembangunan. Ribuan hektare wilayah hutan adat telah digunduli. Pohon-pohon besar tempat burung Cenderawasih bertengger ditebang untuk dijadikan kayu, untuk membuka lahan tambang, atau untuk proyek-proyek rakus modal. Pemerintah pusat dan daerah memberi izin konsesi kepada perusahaan besar untuk merampas hutan. Di banyak wilayah, burung Cenderawasih tidak lagi punya tempat untuk berkembang biak. Mereka terusir, mereka punah perlahan. Tapi anehnya, negara menutup mata terhadap semua ini. Pemerintah justru sibuk menyalahkan mahkota adat, menyalahkan rakyat kecil, dan berlagak pahlawan konservasi.

Lihatlah proyek-proyek rakus yang dijalankan negara di tanah Papua. Proyek perkebunan kelapa sawit merambah luas di berbagai wilayah adat. Izin tambang terus diberikan kepada perusahaan besar tanpa memperhatikan daya dukung lingkungan. Proyek “lumbung pangan nasional” atau Merauke Integrated Food and Energy Estate (MIFEE) di Merauke telah merampas ratusan ribu hektare hutan yang menjadi rumah bagi berbagai jenis flora dan fauna, termasuk burung Cenderawasih. Pemerintah tidak pernah menaruh belas kasihan pada alam Papua. Mereka lebih sibuk melayani kepentingan modal ketimbang melindungi kehidupan.

Jika benar pemerintah peduli pada burung Cenderawasih, maka yang seharusnya dilakukan bukan membakar topi adat. Yang seharusnya dilakukan adalah menghentikan pembalakan liar. Menindak perusahaan tambang yang merusak alam. Mencabut izin perkebunan sawit yang mencaplok tanah adat. Menghentikan proyek-proyek strategis nasional yang menghancurkan hutan Papua. Tapi pemerintah justru memilih jalan yang paling bodoh: memukul rakyat kecil, sementara membiarkan para perusak lingkungan bebas merajalela.

Burung Cenderawasih hidup di hutan yang tenang, bersih, dan lestari. Hutan adalah rumah mereka. Tapi rumah itu dihancurkan oleh tangan negara sendiri. Lalu ketika masyarakat adat memakai bulu Cenderawasih sebagai mahkota kebesaran, pemerintah datang dengan hukum dan api untuk membakarnya. Betapa bodohnya logika ini. Pemerintah melindungi simbol tapi membunuh sumbernya. Mereka berteriak tentang konservasi tapi menjadi aktor utama penghancuran lingkungan.

Lebih parah lagi, pemerintah seakan buta terhadap fakta bahwa masyarakat adat Papua justru selama ratusan tahun hidup berdampingan dengan alam. Mereka menjaga hutan, menjaga sungai, menjaga satwa, termasuk burung Cenderawasih. Mereka tahu cara menjaga keseimbangan. Mereka tidak pernah membabat hutan besar-besaran, tidak menggali tambang secara rakus, tidak meracuni tanah dan air. Tapi kini mereka dituduh sebagai pelanggar hukum konservasi. Sementara perusahaan yang menghancurkan alam Papua justru dilindungi negara. Inilah kebijakan yang busuk, timpang, dan menjijikkan.

Kebodohan pemerintah ini bukan sekadar soal tidak tahu. Ini soal ketidakjujuran dan kemunafikan. Pemerintah menggunakan isu pelestarian untuk menutupi kenyataan bahwa mereka adalah bagian dari mesin perusak alam Papua. Mereka memainkan peran polisi lingkungan di depan rakyat kecil, tapi di belakang layar menjadi pelindung rakusnya modal. Mereka mengaku menjaga burung Cenderawasih, tapi sesungguhnya merekalah penyebab terbesar burung-burung itu kehilangan rumah.

Tidak ada gunanya membakar topi mahkota Cenderawasih kalau hutan Papua terus dihancurkan. Tidak ada gunanya menindak masyarakat adat kalau perusahaan besar tetap dibiarkan menggerogoti tanah Papua. Tidak ada gunanya bicara konservasi kalau negara sendiri adalah biang kerok kerusakan. Pembakaran mahkota itu bukan tindakan pelestarian, melainkan simbol dari kebodohan negara yang akut.

Pemerintah Indonesia harus berhenti bersikap bebal. Kalau benar ingin melindungi burung Cenderawasih, maka lindungi hutannya. Hentikan ekspansi sawit. Stop pembalakan liar. Hentikan proyek tambang dan proyek rakus lainnya. Hormati hak masyarakat adat. Pulihkan hutan Papua, bukan membakar simbol budayanya. Jangan terus bersembunyi di balik hukum konservasi sementara negara sendiri mengobarkan api perusakan lingkungan.

Rakyat Papua tidak butuh pemerintah yang pura-pura peduli. Mereka butuh keadilan ekologis. Mereka butuh negara yang punya otak, bukan negara yang membakar mahkota adat sambil menggunduli hutan. Negara yang benar-benar beradab akan melindungi manusia, budaya, dan alamnya sekaligus. Tapi selama kebijakan dijalankan oleh pikiran-pikiran bodoh dan serakah, burung Cenderawasih akan terus punah, masyarakat adat akan terus tersingkir, dan negara akan terus menjadi musuh kehidupan.

Pemerintah Indonesia harus diingatkan keras: melindungi burung tidak bisa dilakukan dengan membakar budaya, tapi dengan melindungi hutan tempat burung itu hidup. Jika pemerintah tidak mampu memahami logika sesederhana ini, maka kebodohan mereka bukan hanya memalukan, tapi juga menghancurkan masa depan Papua.