Setelah Gaza, Lihatlah Papua

Setelah Gaza, Lihatlah Papua. Gambar ilustrasi: Odiyaiwuu.com

Loading

PRESIDEN Prabowo Subianto tampil di panggung dunia dalam forum Gaza Peace Summit 2025 yang diselenggarakan di Sharm El Sheikh, Mesir. Dunia menyaksikan bagaimana Indonesia mengambil peran penting dalam proses diplomasi perdamaian internasional. Kehadiran Prabowo di forum itu dianggap sebagai simbol peran Indonesia sebagai negara yang berpihak pada keadilan dan perdamaian dunia. Banyak pihak menyambut langkah tersebut dengan kebanggaan nasional. Namun, di tengah sorotan global ini, ada satu persoalan besar di dalam negeri yang tak boleh terus diabaikan: Papua.

Papua adalah luka lama yang terus dibiarkan terbuka. Di tanah ini, suara tembakan, jeritan warga sipil, dan tangisan ibu kehilangan anaknya bukan sekadar narasi masa lalu, melainkan realitas yang masih berlangsung. Akar persoalannya tidak pernah sungguh-sungguh diselesaikan — hanya ditambal dengan pendekatan keamanan dan pembangunan infrastruktur yang dangkal. Ironis jika Presiden Prabowo dapat bicara lantang tentang perdamaian di Gaza, tetapi membiarkan konflik Papua terus berputar dalam lingkaran kekerasan, diskriminasi, dan ketidakadilan.

Keterlibatan Indonesia dalam Gaza Peace Summit 2025 tentu merupakan langkah strategis. Tetapi kepemimpinan yang besar bukan hanya ditunjukkan di forum internasional, melainkan juga melalui keberanian menyelesaikan luka di rumah sendiri. Papua bukan semata “urusan domestik” dalam arti teknokratis, melainkan persoalan politik, sejarah, dan martabat sebuah bangsa yang telah terlalu lama diperlakukan sebagai objek, bukan subjek. Selama akar masalah ini tidak disentuh secara jujur dan terbuka, maka perdamaian sejati tak akan pernah lahir.

Presiden Prabowo kini memiliki kesempatan bersejarah. Jika ia dapat duduk sejajar dengan para pemimpin dunia untuk membicarakan masa depan Gaza, maka ia juga harus mampu duduk bersama para pemimpin lokal, masyarakat adat, gereja, akademisi, dan kelompok masyarakat sipil Papua untuk membicarakan masa depan Papua. Papua tidak butuh panggung megah dan pencitraan, tetapi langkah nyata yang menyentuh akar masalah — keadilan, pengakuan martabat, penghormatan terhadap hak hidup, dan ruang politik yang lebih adil.

Langkah seperti ini bukan kelemahan, tetapi keberanian politik sejati. Kepemimpinan yang hanya bersinar di luar negeri namun abai di dalam negeri hanyalah ilusi. Perdamaian dunia harus dimulai dari rumah sendiri. Dalam konteks ini, Papua adalah ujian moral dan politik bagi pemerintahan Prabowo. Jika Gaza menjadi panggung untuk menunjukkan diplomasi Indonesia, maka Papua adalah cermin sejati kepemimpinannya di hadapan rakyat Indonesia sendiri.

Setelah Gaza, lihatlah Papua. Karena dunia akan menilai kepemimpinan Indonesia bukan hanya dari pidato di forum internasional, tetapi dari keberanian menyembuhkan luka bangsa sendiri. Papua menunggu. Bukan janji, bukan pembangunan dangkal, tetapi penyelesaian akar masalah yang sesungguhnya. Inilah saatnya Prabowo menunjukkan bahwa Indonesia bukan hanya pembawa pesan perdamaian, tetapi juga pelaku nyata perdamaian di tanah airnya sendiri. (Editor)