Obituari: Ziarah Panjang Pegiat HAM Daniel Charles Randongkir di Atas Tanah Papua

Pegiat HAM Papua mendiang Daniel Charles Randongkir. Sumber foto: Facebook Mikael Kudiai

Sepucuk surat itu datang dari Presiden Eksekutif Persatuan Gerakan Pembebasan Papua Barat atau United Liberation Movement for West Papua (ULMWP) Menase Tabuni. Sekretaris Eksekutif ULMWP Markus Haluk membacakan surat itu di sela-sela lantunan doa dan prosesi pelepasan jenazah Daniel Charles Randongkir di Jayapura, Papua, Kamis (18/9).

Surat Menase bertajuk Seorang Pejuang yang Loyal Berdedikasi Tinggi Pada Bangsa Papua terdengar dari mulut Markus sebagai ‘kado terakhir’ menghantar mendiang Daniel Randongkir, sahabat dan kolega yang semasa hidup didapuk sebagai Kepala Departemen HAM ULMWP.

Menase mengawali sambutannya mewakil bangsa Papua mengajak sidang perkabungan menundukkan kepala, memberi penghormatan dan apresiasi mendiang Daniel Randongkir, yang terbujur kaku di hadapan sang istri, Sarlota Ramandei beserta anak-anak, keluarga besar, kerabat, kolega, dan orang-orang yang mengenalnya semasa menapakkan kaki melewati ziarah hidup dan perjuangannya. 

“Syalom, syukur bagi-Mu Tuhan! Hari ini kita hadir di sini, atas undangan istimewa oleh Almarhum Daniel Charles Randongkir sendiri untuk kita semua tanpa kecuali untuk datang dengan seluruh keberadaan kita, memberikan ucapan selamat berpisah dan memberikan apresiasi dan penghormatan terakhir kepada almarhum,” ujar Markus saat membacakan surat Menase.

Dalam surat itu Menase menyebut, sebagian besar yang hadir saat prosesi pelepasan jenazah Daniel Randongkir tentu mengenal baik sosok Almarhum. Ia (Daniel Randongkir) telah menjadi bagian penting dalam hidup pelayat atau menjadi bagian dari mendiang semasa hidupnya.

Selama 49 tahun melewati ziarah di bumi ia telah menjadi suami dan ayah bagi anak-anaknya atau menjadi kakak, adik, sahabat, rekan kerja bahkan teman seperjuangan. Karena itu, tentulah masing-masing orang memiliki ikatan emosional, memori, dan pengalaman hidup berjumpa dengan Almarhum semasa hidup. 

“Almarhum adalah seorang suami dan ayah bagi anak-anaknya. Ia juga seorang saudara yang memiliki integritas, loyal, setia, berdedikasi tinggi pada tugas dan tanggungjawab. Ia seorang pekerja keras, sosok pendamai, pemersatu, dan konseptor handal yang dimiliki masyarakat dan bangsa Papua,” kata Menase.

Menase menyebut, dari deretan pekerjaan dan pilihan yang membentang di depan mata Daniel memilih jalan perjuangan membela dan mengadvokasi hak asasi manusia (HAM) dan perjuangan hak politik bangsa Papua menentukan nasib sendiri. Perjuangan politik itu menjadi pilihan hidup seorang Daniel.

“Pada saat banyak pejuang Papua, menjadikan perjuangan sebagai batu loncatan untuk meniti karier di birokrasi, politik, dan tawaran pekerjaan lainnya, Daniel memilih setia pada pilihannya hingga maut menjemput. Ia menjadi orang langka yang dimiliki bangsa Papua. Kita sungguh-sungguh kehilangan besar sosok seorang pejuang sejati,” ujar Menase. 

Partisipasi aktif Daniel dalam perjuangan menegakkan HAM dan politik nasional Papua, dimulai pada 1998. Para pejuang HAM dan politik bangsa Papua seperti John Rumbiak, Benny Giay, Neles Tebay, Tom Beanal atau Theys Hiyo Eluay, telah merubah visi dan orientasi hidup Daniel untuk mempersembahkan diri total bagi perjuangan bangsa Papua. 

“Saya bertemu pertama kali dengan John Rumbiak dalam bulan April 1998. Saat itu saya bersama-sama dengan Anis Rumere, Aloysius Renwarin, Ferry Marisan, Obeth Rawar, Gerson Abrauw, Markus Binur, Mathin Apniel, Diaz Gwijangge, Ida Faidiban, Paulus Kanonggopme dan beberapa orang lagi. Kami bertemu untuk mendengar briefing John Rumbiak tentang krisis HAM di Mapenduma, Jila, Bela, Jita, Alama dan beberapa wilayah yang terjadi operasi militer di bawah pimpinan Prabowo Subianto,” ujar Daniel dalam surat yang dibacakan Markus.

Dari pertemuan itulah, ujar Menase, kemudian muncul gagasan menyelesaikan masalah Papua melalui dialog. Saat muncul konsep dialog, Daniel buang suara: tidak setuju. Bagi Daniel dialog akan menghabiskan waktu lama untuk berbicara dengan Pemerintah Indonesia yang terang-terangan menjadi momok dan musuh bagi bagi orang Papua. 

“Pikiran saya waktu itu adalah bagaimana mengerahkan massa sebanyak mungkin, mengajukan tuntutan referendum agar menarik perhatian internasional, kemudian ada intervensi asing dan orang Papua bisa merdeka. Belakangan ide tersebut sangat konyol karena masalah Papua saat itu tidak terlalu dikenal luas masyarakat internasional seperti sekarang ini,” kata Daniel dalam surat itu. 

Semasa hidup Daniel terlibat aktif dalam diskusi, seminar, pertemuan di kampus bahkan aktivitas lintas organisasi dengan para tokoh Papua. Ia bersama mahasiswa yang disebut di atas dan lain-lain melakukan aksi demonstrasi sejak 1998 hingga 1999.

Semasa mahasiswa Daniel juga terlibat mendorong terbentuknya Forum Rekonsiliasi Masyarakat Irian Jaya (Foreri) dan anggota Tim 100 orang mewakili bangsa Papua bertemu Presiden BJ Habibie pada 26 Februari 1999. 

Di hadapan Habibie kala itu, tim meminta keluar dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan Papua diakui sebagai bangsa dan negara Papua Barat. Daniel juga terlibat aktif dalam proses Musyawarah Besar (Mubes) Papua dan Kongres Papua II tahun 2000. 

Setelah itu, Daniel terlibat dalam seluruh proses dialog, rekonsiliasi persatuan antara aktivis sipil, politik, dan pertahanan serta Papua diaspora melalui Elsham dan tim task force. Kemudian ia juga mendorong terbentuknya WPNCL di Maden-Papua Nugini tahun 1995 dan Port-Vila Vanuatu tahun 2008, Jaringan Damai Papua (JDP) di Jayapura tahun 2010 hingga terbentuknya ULMWP di Port Vila, Vanuatu tahun 2014. 

Profil Singkat

Daniel Randongkir lahir 6 September 1976 di Jayapura. Ia menempuh pendidikan dasar di SD Advent Argapura tahun 1982-1988. Kemudian masuk SMP Negeri 3 Hamadi tahun 1988-1991 dan SMA Santo Fransiskus Taruna Dharma tahun 1991-1994. Daniel merampungkan kuliah S1 jurusan Antropologi Universitas Cenderawasih (Uncen) Jayapura tahun 1994-2001.

Daniel merenda karier awal sebagai peneliti etnografi suku Bangsa Biak pada Juli 1999 lalu staf Lembaga Studi Advokasi Hak Asasi Manusia (Elsham) Papua tahun 2000-2018. Ia juga aktif dalam rekonsiliasi nasional Gerakan Pembebasan Rakyat Papua Barat tahun 2003-2025 menuju pembebasan nasional bangsa Papua Barat. 

Randongkir kemudian dipercayakan sebagai Wakil Sekretaris WPNCL periode 2019-2024. Ia juga terlibat penuh dalam mendorong terbentuknya JDP di Jayapura pada Januari 2010 yang mendorong kampanye dan kerja mewujudkan Dialog Jakarta-Papua. 

Daniel menghembuskan nafas terakhir Senin, 15 September 2025. “Aku telah mengakhiri pertandingan yang baik, aku telah mencapai garis akhir dan aku telah memelihara iman.” 

Ayat penghiburan yang diambil dari 2 Timotius 4:7 mengiringi langkah Daniel, sang pejuang HAM di atas tanah Papua, menuju rumah-Nya. Selamat jalan, Daniel! Selamat jalan, pejuang HAM Papua, potongan surga yang jatuh ke bumi. Damailah di sisi-Nya. (*)