NABIRE, ODIYAIWUU.com — Aktivis hak asasi manusia (HAM) Selpius Bobii, Minggu (14/9) melayangkan surat terbuka meminta Gubernur Meki Fritz Nawipa, SH menghentikan perusahaan baru yang akan melebarkan sayap usahanya di Provinsi Papua Tengah.
Surat terbuka itu merespon komentar Gubernur Meki Nawipa terkait rencana sejumlah perusahaan, termasuk yang bergerak di bidang pertambangan (mining) melakukan eksploitasi sumber daya alam (SDA) di wilayah Meepago (Papua Tengah).
“Kami menolak tegas statemen Gubernur Papua Tengah yang menyebut bahwa orang-orang kita (di Papua Tengah) hanya tamatan SMA. Banyak pengangguran nanti akan bermasalah. Buruh, cleaning servis, hanya jadi sopir maka pengangguran terbanyak di Papua Tengah,” ujar Selpius melalui keterangan tertulis dari Nabire, Papua Tengah, Minggu (14/9).
Gubernur Nawipa mengatakan hal tersebut dalam sambutannya saat berlangsung Rapat Kerja Wilayah Ke-II Dewan Pimpinan Wilayah Partai Persatuan Pembangunan Papua Tengah di Aula RRI Jalan Merdeka, Nabire, Sabtu (13/9). Nawipa mengatakan, warga Papua Tengah tidak akan maju dan pengangguran akan bertambah banyak jika menolak perusahaan hadir di wilayah itu.
Namun, menurut Selpius, eks tahanan politik (tapol) Papua dan Koordinator Koordinator Jaringan Doa Rekonsiliasi untuk Pemulihan Papua (JDRP2), masuknya perusahaan di Papua bukan solusi mengatasi pengangguran tetapi malah sebaliknya.
“Justru akan menambah masalah lain yang akan semakin rumit untuk diselesaikan. Cukup negara Indonesia mengeksploitasi kekayaan sumber daya alam dan tambang di Papua melalui PT Freeport Indonesia,” kata Selpius.
Selpius menegaskan, jika Gubernur Nawipa peduli mengatasi pengangguran khususnya orang asli Papua, rekrut mereka (orang asli Papua) di berbagai perusahaan tambang dan korporasi lain yang sedang beroperasi di Papua Tengah. Jangan ada lagi perusahaan baru masuk masuk tanah Papua karena akan ditolak.
“Warga asli Papua tetap akan menolak perusahaan baru apa pun masuk di wilayah Papua Tengah dan juga di seluruh tanah Papua. Perusahaan-perusahaan yang saat ini beroperasi di tanah Papua tidak memberikan kontribusi signifikan bagi kehidupan warga asli Papua. Justru kehadiran perusahaan-perusahaan itu menciptakan masalah masalah baru,” ujarnya.
Buktinya, mayoritas pegawai dan karyawan yang bekerja di berbagai perusahaan yang sedang beroperasi di tanah Papua warga non Papua. Sementara warga asli Papua hanya sedikit jumlahnya.
Selain itu, banyak perusahaan tidak memperhatikan analisis mengenai dampak lingkungan sehingga merusak ekosistem alam yang membawa dampak buruk pada kelangsungan hidup manusia dan ekosistem.
“Untuk mengurangi pengangguran, Gubernur perlu menciptakan lapangan kerja melalui pelatihan untuk memberdayakan warganya di bidang ekonomi, pendidikan dan kesehatan. Setelah pelatihan, mereka dibekali modal usaha,” ujar Selpius.
Melalui surat terbuka itu, Selpius juga mendesak Gubernur Nawipa segera menertibkan 53 perusahaan tambang ilegal yang sedang beroperasi di Papua Tengah. Perlu ada larangan terhadap puluhan perusahaan itu karena merusak ekosistem menggunakan alat berat.
“Selanjutnya, kembalikan wilayah konsesi tambang ilegal itu kepada pemilik hak ulayat untuk dikelola secara manual atau tambang rakyat tanpa menggunakan alat berat. Kemudian, penguasaan serta pemanfaatan sepenuhnya dikembalikan kepada warga asli selaku pemilik hak ulayat,” katanya. (*)










