TIMIKA, ODIYAIWUU.com — Yayasan Lembaga Bantuan Hukum (YLBH) Papua Tengah mengecam tindakan anak buah Panglima Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat, sayap militer Organisasi Papua Merdeka (TPNPB OPM) Komando Daerah Pertahanan (Kodap) XVI Yahukimo Brigadir Jenderal Elkius Kobak yang berujung tewasnya seorang guru dan lainnya mengalami luka berat dan ringan serta seorang tenaga kesehatan (nakes) yang mengalami luka berat.
Menurut Direktur YLBH Papua Tengah Yoseph Temorubun, SH, aksi mengenaskan tentara OPM yang berujung merenggut nyawa seorang guru dan melukai kawan-kawannya serta seorang nakes di Distrik Anggruk, Kabupaten Yahukimo, Provinsi Papua Pegunungan pada Jumat (21/3) sekitar pukul 16.00 WIT menjadi keprihatinan dan duka kolektif pemerintah dan masyarakat yang selalu merindukan keamanan dan kedamaian hadir di tanah Papua.
“Kami mengecam sikap bar bar anggota OPM atas nyawa pada guru dan tenaga medis yang mendedikasikan waktu dan tenaganya membantu pemerintah menyiapkan SDM orang asli tanah Papua,” ujar Temorubun kepada Odiyaiwuu.com dari Timika, kota Kabupaten Mimika, Papua Tengah, Senin (24/3).
Menurut Temorubun, tindakan pasukan OPM melukai guru dan tenaga medis hingga rela kehilangan nyawa menggambarkan bahwa dalam hati pelaku masih bersemayam frasa ‘kekerasan adalah satu-satunya bahasa yang saya pahami’. Kekerasan, lanjutnya, masih menempel dalam dinding hati pelaku. Padahal, manusia dikaruniai kasih dari Tuhan, sang sumber Cinta untuk mencinta sesama. Bukan menjadi serigala bagi sesamanya atau dalam kata bahasa Latin, homo homini lupus.
“Tindakan brutal anggota OPM dalam insiden Anggruk itu sekaligus menunjukkan ambruknya rasa empati atas manusia sekaligus nihilnya penghormatan atas nyawa dan martabat manusia ciptaan Tuhan. Internalisasi doa para hamba Tuhan di sudut gereja di tanah Papua terhapus dalam ruang batin pelaku kekerasan. Padahal, guru dan tenaga kesehatan adalah orang-orang kecil yang setia membantu gereja dan pemerintah menyemai SDM anak-anak Papua,” ujar Temorubun, praktisi hukum jebolan Universitas Pattimura, Ambon, Maluku.
Temorubun menegaskan, guru dan tenaga medis di tanah Papua adalah warga sipil yang mengabdi sebagai honorer di bidang pendidikan maupun kesehatan tidak hanya membantu pemerintah dan gereja. Mereka sungguh mengabdi dengan totalitas cinta dan kerinduan agar anak-anak Papua terbebas dari belenggu ketertinggalan. Para guru dan tenaga medis warga sipil itu juga bukan mata-mata atau spionase aparat keamanan.
“Mereka itu adalah anak-anak muda putra-putri asli Papua dan juga warga nusantara lainnya. Mereka mengabdi di berbagai bidang, termasuk pendidikan dan kesehatan sebagai tanggung jawab kepada diri sendiri dan orangtua yang sudah susah payah membiayai mereka hingga tamat dari perguruan tinggi. Betapa resahnya orang tua kalau anak-anak yang sudah selesai dibiayai dengan susah payah tapi ujungnya mengalami nasib mengenaskan,” kata Temorubun.
Temorubun juga menyayangkan statemen Panglima TNI Jenderal TNI Agus Subiyanto, SE, M.Si dalam sebuah tayangan video berdurasi pendek yang menyebar pula di berbagai platform digital di tanah Papua. Agus menyebut di Papua, yang melayani pendidikan dan kesehatan adalah para prajurit TNI. Hal itu, ujar Agus, semata dilakukan TNI untuk kebaikan negara.
“Statemen Pak Panglima TNI tentu baik dalam konteks tertentu di negara ini. Namun, dalam konteks tertentu bisa dibaca sebaliknya oleh berbagai kelompok-kelompok kekerasan bahkan masyarakat kecil yang tinggal di pelosok kampung di Papua. Bacaan kelompok atau pihak tertentu itu adalah bahwa yang mengajar di sekolah-sekolah atau rumah sakit hingga Puskesmas adalah prajurit TNI. Jadi, ke depan diksi yang digunakan Panglima TNI sedikit lebih menyejukkan dan tidak multi tafsir dalam konteks Papua,” kata Temorubun.
Menurut Temorubun, pernyataan Panglima TNI bukan tidak mungkin akan berimplikasi terhadap warga sipil yang berprofesi sebagai tenaga medis dan pendidik. Pernyataan ini malah menimbulkan ketakutan bagi tenaga medis dan pendidik.
“Para tenaga medis dan guru-guru yang mengabdi di pelosok Papua bisa dicurigai kelompok OPM sebagai anggota TNI atau intel yang menyamar sebagai tenaga medis dan pendidik. Panglima TNI harus mengklarifikasi pernyataan ini karena berdampak terhadap pelayanan pendidikan dan tenaga medis di wilayah Papua yang kita tahu bersama rawan konflik,” ujar Temorubun.
Temorubun menambahkan, statemen Panglima TNI malah menjadi bumerang bagi tenaga medis dan pendidik yang berlatar belakang sipil karena dicurigai sebagai intel aparat keamanan. Padahal, faktanya tentu tidak seperti itu.
“Pernyataan Panglima TNI kita tahun sudah beredar di berbagai media sosial dan itu bisa jadi senjata OPM melakukan tindakan kekerasan terhadap warga sipil yang berprofesi sebagai tenaga medis dan pendidik di tanah Papua. Pak Panglima TNI perlu menjelaskan lebih detail soal ini agar tidak menimbulkan penafsiran berbeda dari kelompok-kelompok tertentu melakukan kekerasan atas nama kecurigaan guru-guru dan tenaga nyambi sebagai anggota intelijen yang dipakai aparat keamanan,” katanya.
Juru Bicara Manajemen Markas Pusat Komnas TPNPB OPM Sebby Sambom, Sabtu (23/3) mengumumkan, pasukannya membunuh enam guru SD YPK Anggruk, Distrik Anggruk. Guru-guru honorer Kabupaten Yahukimo asal NTT itu dihabisi pada Jumat (21/3) sekitar pukul 16.00 WIT.
Sebby Sambon mengatakan, pengumuman itu disampaikan berdasarkan laporan Elkius Kobak dari Dekai, Sabtu (22/3) sekitar pukul 22.40 WIT. Kobak, ujar Sebby, mengaku siap bertanggung jawab atas aksi pembunuhan para pahlawan tanpa tanda jasa itu.
“Kami siap bertanggung jawab atas pembunuhan agen intelijen Indonesia yang berprofesi sebagai guru di Distrik Anggruk. Pembunuhan dilakukan oleh pasukan Batalyon Eden Sawi dan Sisipia atas perintah saya sebagai Panglima Kodap XVI,” ujar Sebby mengutip Elkius Kobak melalui keterangan tertulis yang diperoleh Odiyaiwuu.com dari Dekai, Yahukimo, Minggu (23/3).
Kepala Penerangan Kodam (Kapendam) Cenderawasih Kolonel Inf Candra Kurniawan, SE, MM mengaku geram dengan kebohongan gerombolan OPM yang mengklaim melancarkan aksi biadabnya membunuh dan membakar hidup-hidup para guru dan tenaga kesehatan (nakes) dengan alasan para korban tersebut sebagai anggota atau agen intelijen militer Indonesia.
“Semua korban kebiadaban dari gerombolan OPM penjahat kemanusiaan itu korbannya jelas adalah guru dan tenaga kesehatan, bukan anggota atau agen militer. Silahkan bisa dikonfirmasi ke semua pihak terkait,” ujar Candra Kurniawan kepada Odiyaiwuu.com dari Jayapura, Papua, Minggu (23/3) malam.
Candra kembali menegaskan, OPM gerombolan penjahat kemanusiaan memang seperti itu ketika membunuh masyarakat. OPM kemudian mencari sejuta alasan pembenaran. Kini, katanya, masyarakat sudah mengetahui kebohongan OPM.
Candra menerangkan, pantas saja masyarakat luas selalu mengutuk dan menyebut gerombolan OPM sebagai penjahat kemanusiaan, pelanggar HAM berat karena selalu berulang dengan terang-terangan secara biadab.
“OPM membunuh masyarakat kemudian mencari-cari alasan pembenaran dengan menuduh para korban sebagai anggota atau agen intelijen militer. OPM harus bertanggungjawab aksi biadabnya. Aparat keamanan akan bertindak tegas,” ujar Candra. (Ansel Deri/Odiyaiwuu.com)