Teror terhadap Jurnalis, Kerja Bodoh Orang-orang Bodoh - Odiyaiwuu.com | Membahagiakan Kehidupan

Teror terhadap Jurnalis, Kerja Bodoh Orang-orang Bodoh

Loading

PENGIRIMAN kepala babi ke kantor Tempo, yang ditujukan kepada wartawati Francisca Christy Rosana, merupakan bentuk teror yang tidak hanya biadab, tetapi juga mencerminkan kebodohan pelakunya. Tindakan ini bukan sekadar ancaman terhadap individu, melainkan serangan terhadap kebebasan pers, salah satu pilar utama demokrasi.

Teror terhadap jurnalis adalah langkah sia-sia. Sejarah telah membuktikan bahwa upaya membungkam pers dengan ancaman dan kekerasan tidak pernah berhasil. Justru sebaliknya, tindakan semacam ini hanya memperkuat tekad jurnalis untuk terus menjalankan tugasnya dalam mengungkap kebenaran. Jika para pelaku berpikir bahwa cara-cara kotor seperti ini dapat membuat jurnalis gentar, mereka keliru. Jurnalisme yang berintegritas tidak akan tunduk pada tekanan, apalagi dari aksi-aksi bodoh yang dilakukan dengan cara primitif.

Kasus yang menimpa Tempo hanyalah salah satu dari banyak insiden serupa yang terus berulang di Indonesia. Aliansi Jurnalis Independen (AJI) dan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers mencatat bahwa kekerasan terhadap jurnalis masih menjadi persoalan serius. Para pelaku, baik individu, kelompok tertentu, maupun aktor berkepentingan, sering kali menggunakan ancaman untuk menekan pemberitaan yang dianggap merugikan mereka. Namun, sejarah juga mencatat bahwa media yang teguh dalam prinsipnya tidak akan mundur hanya karena tekanan semacam ini.

Negara memiliki tanggung jawab penuh untuk melindungi jurnalis. Penegakan hukum yang tegas terhadap pelaku teror harus menjadi prioritas agar kasus serupa tidak terus berulang. Jika ancaman terhadap pers dibiarkan, maka kebebasan berekspresi dan hak masyarakat untuk mendapatkan informasi yang akurat akan semakin terancam. Aparat keamanan perlu menunjukkan keseriusan dalam mengusut kasus ini, bukan sekadar memberikan janji tanpa tindakan nyata. Keberpihakan pada kebebasan pers adalah indikator utama dari kualitas demokrasi suatu negara.

Di sisi lain, solidaritas antarmedia dan jurnalis harus terus diperkuat. Pers yang kuat adalah pers yang berani, profesional, dan tidak mudah diintimidasi. Semakin besar tekanan yang diberikan kepada jurnalis, semakin penting bagi media untuk bersatu dan saling mendukung. Tidak boleh ada ruang bagi ketakutan, karena kebebasan pers adalah hak yang harus diperjuangkan bersama.

Pelaku teror terhadap jurnalis mungkin berpikir bahwa tindakan mereka akan membungkam suara kritis. Kenyataannya, mereka justru menunjukkan kebodohan mereka sendiri. Upaya menakut-nakuti pers dengan cara-cara primitif hanya akan semakin memperjelas kepanikan mereka terhadap kebenaran.

Oleh karena itu, insiden ini harus menjadi momentum untuk semakin memperkuat jurnalisme di Indonesia. Tidak hanya dalam hal keberanian, tetapi juga dalam profesionalisme, solidaritas, dan dukungan terhadap kebebasan berekspresi. Demokrasi yang sehat hanya dapat berjalan jika pers bebas dari tekanan dan ancaman. Tidak ada ruang bagi kebodohan dalam negara yang menghargai kebebasan dan keadilan. (Editor)

 

Tinggalkan Komentar Anda :