MANOKWARI, ODIYAIWUU.com — Pastor Anthonius Bartholomeus Maria Tromp, OSA merupakan orang baik dari negeri seberang yang mau mengabdi dengan penuh hati tanpa lelah, untuk kami anak-anak Papua.
Buah tangan yang ditinggalkan Pastor Tromp selama karya misinya sebagai seorang Agustinian di tanah Papua menjadikan ia bukan sekadar seorang imam misionaris bertangan dingin, sosok rendah hati, dan berjasa di mata umat dan warga lokal yang dikasihinya.
Selama menunaikan tugas perutusan dan karya misinya, Tromp bukan juga sekadar seorang gembala, pelayan Sabda namun juga guru yang berjasa di bidang pendidikan teristiwa umat dan warga di tanah Papua. Ia mengabdi penuh ketulusan hati bagi anak-anak Papua.
Karya Pastor Tromp di bidang pendidikan merupakan kontribusi nyata, legasi indah dalam membangun sumber daya manusia (SDM) bagi masa depan daerah dan gereja di tanah Papua yang akan selalu menempel dalam hati dan dinding memori kolektif umat dan warga yang ia layani. Karya-karyanya ini dikenang oleh ribuan orang nun di tanah Papua, ufuk timur Indonesia.
Mantan Bupati Kabupaten Tambrauw Gabriel Assem mengaku, ia memiliki kedekatan tersendiri dengan Pastor Tromp. Kebersamaan dan perjumpaan dengan Tromp tak hanya terjadi saat Gabriel duduk di SMA YPPK Santo Augustinus. Perjumpaan itu belanjut hingga Gabriel dipercayakan menjadi Bupati Tambrauw selama dua periode.
Anton Tromp menganggap Gabriel sebagai sobat karibny. Sebaliknya Gabriel juga memandang Tromp sebagai saudara dan kerabat dekat. Mereka berdua sering bertemu untuk bertukar pikiran, sharing bersama tentang perkembangan pembangunan di Papua dewasa ini.
Hal inilah yang membuat Gabriel menyebut Anton Tromp sebagai orang baik dari negeri seberang (Belanda) yang mau mengabdi dan menaruhkan seluruh hidupnya dengan penuh suka cita serta tanpa lelah dalam membangun SDM anak-anak Papua yang ada di wilayah Kepala Burung.
“Saya pertama kali mengenal Anton Tromp saat masih duduk di bangku Sekolah Dasar (SD) pada tahun 1970-an di Kampung Senopi, Kabupaten Tambrauw,” kata Gabriel saat dihubungi melalui telepon genggamnya, Sabtu (13/5).
Menurut Gabriel, saat itu, Pastor Tromp menjadi salah satu misionaris yang masih muda dari Belanda yang dikirimkan mengabdi di wilayah Kepala Burung, tanah Papua. Setelah itu, Gabriel bertemu lagi dengan Tromp ketika menyelesaikan pendikan di Sekolah Menengah Pertama (SMP) Katolik Santo Don Bosco, Fak-Fak tahun 1978-1981.
Sebagai pastor, Tromp diutus oleh Keuskupan Manokwari Sorong oleh Uskup Emiretus Petrus Van Diepen, untuk menyeleksi anak-anak yng lulus dari SMP Katolik Santo Don Bosco Fak-Fak, guna melanjutkan pendidikan di SMA YPPK Santo Augustinus Sorong.
Setelah seleksi, Tromp kembali lebih dulu dari Fak-Fak ke Sorong. Kemudian, Gabriel bersama dengan beberapa siswa yang dinyatakan lulus melanjutkan pendidikan di SMA YPPK Santo Augustinus menyusul dengan kapal laut ke Sorong.
“Saat tiba di Sorong, saya langsung melaporkan diri ke Keuskupan Manokwari Sorong. Usai melaporkan diri, maka Anton Tromp sendiri yang mengantarkan saya dari keuskupan ke Asrama Santo Augustinus, guna melanjutkan pendidikannya di SMA Santo Agustinus,” kata Gabriel.
“Saat itu, asrama dan sekolah masih berada di daerah Kampung Baru, Rufei, Kota Sorong. Saat duduk di bangku kelas X dan XI, saya merasakan langsung bimbingan dari Anton Tromp,” lanjutnya.
Gabriel melihat, Tromp sangat peduli serta memberikan perhatian terhadap pendidikan anak-anak Papua, saat dirinya masih SMA pada 1981-1984 hingga saat ini. Usai menyelesaikan pendidikan SMA, Tromp memanggil Gabriel dan beberapa teman-teman yang lulus untuk diberikan pengarahan sebelum melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.
Rata-rata semua memilih melanjutkan perkuliahan ke kampus negeri dan swasta. Bahkan ada yang memilih untuk melanjutkan pendidikan di Sekolah Tinggi Filsafat dan Teologia (STFT) Fajar Timur di Jayapura.
Saat itu, Tromp heran dan kaget. Anak-anak yang lulus dari SMA Santo Augustinus memilih melanjutkan pendidikan di perguruan tinggi. Tidak ada yang berniat atau memilih menjadi petani dan peternak.
“Kamu semua mau melanjutkan pendidikan perguruan tinggi dan ke depan mau menjadi bupati dan gubernur. Padahal, jabatan itu hanya cukup satu orang dan tidak mungkin dua atau tiga orang,” kata Gabriel mengenang ucapan Tromp
Lalu Tromp menceritakan pengalamannya saat masih di Belanda kepada Gabriel dan teman-temannya. Saat itu, Tromp dan keluarganya memelihara sapi perah. Dengan begitu, setiap pagi perah susu dari sapi dan bawa untuk jual.
“Kalau ke depan anda mau jadi orang sukses dan punya uang yang banyak, anda harus menjadi seorang petani dan peternak,” kenang Gabriel tentang cerita Anton kepadanya dan beberapa teman waktu menyelesaikan pendidikan tahun 1984 di SMA Santo Augustinus Sorong.
Sosok yang peduli
Bagi Gabriel, Tromp adalah salah seorang misionaris berkebangsaan Belanda yang peduli terhadap orang Papua, melalui pendidikan Katolik yang ia bangun selama ini. Tromp bersama Uskup Emiritus Petrus Van Diepen mendirikan SMA Santo Agustinus.
Alasannya, agar banyak anak Papua dari pedalaman Kepala Burung bisa mendapatkan kesempatan untuk sekolah. Apalagi pada saat itu, anak-anak Papua dari pedalaman sangat sulit mendapatkan akses untuk melanjutkan pendidikan di sekolah-sekolah negeri yang ada di tanah Papua.
Hal inilah, ujar Gabriel, yang membuat Tromp memberikan perhatian plus terhadap dunia pendidikan di wilayah Kepala Burung. Pembangunan SMA Santo Augustinus di Sorong, lanjut Gabriel, nampaknya tidak cukup. Pasalnya, SMA itu belum bisa menampung semua anak Papua dari pedalaman yang ada di wilayah Kepala Burung.
Kemudian dibangun lagi Seminari Petrus Van Diepen dan Tromp menjadi rektor pertama di seminari tersebut. Berselang beberapa tahun, sekolah yang dibangun ini nampaknya belum cukup menampung anak-anak Papua untuk sekolah. Karena itu, Tromp kembali lagi membangun SMA Villanova di Kabupaten Manokwari.
Sekolah-sekolah Katolik yang dibangun ini nampaknya bisa menampung anak-anak Papua dari berbagai daerah. Mulai dari Kota Sorong, Kabupaten Sorong, Manokwari, Fak-Fak, Kaimana, Maybrat, Tambrauw, dan Bintuni serta kabupaten lainnya yang ada di wilayah lainnya di Kepala Burung.
“Bagi saya, Pastor Anton Tromp memberikan perhatian besar terhadap dunia pendidikan bagi anak-anak Papua. Beliau sungguh misionaris Agustinian yang peduli terhadap pendidikan bagi orang Papua. Ia menginginkan semua generasi Papua, terutama anak-anak pedalaman harus bisa bersekolah dan meraih pendidikan yang tinggi,” kata Gabriel,
Sebab, dengan pendidikan yang tinggi, maka kemajuan di Papua dari tahun ke tahun akan terus mengalami perubahan. “Buah tangannya dalam menghadirkan sekolah-sekolah katolik di wilayah Kepala Burung adalah wujud kecintaannya terhadap pembangunan SDM bagi orang Papua,” ujar Gabriel.
Lewat pendidikan
Kehadiran SMA Santo Augustinus tahun 1979, tampaknya belum cukup mengakomodir semua anak Papua untuk melanjutkan pendidikan di sekolah tersebut. Hal ini, kata Gabriel, mendorong Pastor Tromp sepanjang hayatnya memberikan perhatian serius, terkait hadirnya sekolah-sekolah Katolik di wilayah itu.
Mulai dari kehadiran Seminari Petrus Van Diepen di Kabupaten Sorong hingga SMA dan SMP Katolik Villanova di Kabupaten Manokwari.
Setelah menjadi Rektor Pertama Seminari Petrus Van Diepen, Tromp melihat SMA Santo Augustinus dan Seminari Petrus Van Diepen belum mampu menampung seluruh orang Papua untuk sekolah.
Hal itulah yang mendorong Anton Tromp ke Kabupaten Manokwari dan mendirikan SMA dan SMP Katolik Villanova. Kehadiran SMP Katolik Villanova bagi Anton Tromp sangat penting sekali dalam memperkuat anak-anak Papua lebih awal sebelum melanjutkan pendidikan ke jenjang SMA.
Bagi Gabriel, kehadiran sekolah-sekolah Katolik yang selama ini dibangun oleh Tromp bersama pihak Keuskupan Manokwari Sorong seperti SMA Santo Augustinus, Seminar Petrus Van Diepen di Sorong dan SMA dan SMP Villanova di Manokwari bertujuan agar semua generasi muda Papua bisa mendapatkan pendidikan yang berkualitas dan merata.
“Dengan sekolah yang berkualitas dan merata, maka ke depan selesai bisa mampu bersaing dengan orang lain di luar Papua. Terutama, saat kuliah dimana saja minimal bisa mampu bersaing,” lanjut Gabriel.
Sekadar informasi, Pastor Tromp berpulang ke pangkuan Sang Ilahi pada Senin (8/5) sekitar pukul 01.30 WIT di Rumah Sakit Divari Medical Center, Kabupaten Manokwari, Papua Barat. Berpulangnya Pastor Tromp memendam duka yang mendalam bagi semua masyarakat dan umat di tanah Papua. Di balik duka cita itu, tersimpan rindu tentang sosok sang gembala dari negeri Kincir Angin serta karya pelayanannya bagi umat dan masyarakat di tanah Papua.
Sang Augustinian sejati ini dimakamkan di lokasi Ordo Agustinus di dalam lokasi SMP Katolik Villanova, Maripi, Kabupaten Manokwari, Papua Barat, Rabu (11/5). Prosesi pemakaman dihadiri ribuan umat dan masyarakat di Manokwari. Selamat jalan, Pastor Tromp, OSA. Bahagia di Surga. Terima kasih jasanmu bagi umat di Kepala Burung, tanah Papua. (Roberth Yewen, Ansel Deri/Odiyaiwuu.com)