Sejumlah Elemen Masyarakat Protes Film Si Tikam Polisi Noken Garapan Polda Papua - Odiyaiwuu.com | Membahagiakan Kehidupan

Sejumlah Elemen Masyarakat Protes Film Si Tikam Polisi Noken Garapan Polda Papua

Cuplikan (trailer) film berjudul Si Tikam Polisi Noken yang diproduksi Polda Papua. Sumber foto: secreenshoot KabarBanten.com, 5 Februari 2022.

Loading

JAKARTA, ODIYAIWUU.com — Sejumlah elemen warga masyarakat yang terdiri dari sejumlah pengacara asal Papua dan komunitas masyarakat sipil di Jakarta yang concern dengan Papua melayangkan surat protes kepada Kepala Kepolisian Daerah (Kapolda) Papua Irjen Pol Mathius D Fakhiri, SIK dan jajaran Polda paling timur Indonesia itu.

Protes itu muncul menyusul cuplikan (trailer) film berjudul Si Tikam Polisi Noken tayang sejak 28 Agustus 2021 melalui akun Youtube resmi Divisi Humas Mabes Polri: Polda Papua–Coming Soon XXI Si Tikam Polisi Noken berdurasi 1.39 menit yang diproduksi Polda Papua. Protes itu dilayangkan sejumlah advokat dan pengacara serta sejumlah elemen yang tergabung dalam komunitas Papua Itu Kita.

“Komunitas ini adalah forum kerja sukarela berbasis individual yang bersolidaritas demi terwujudnya keadilan dan kemanusiaan di Papua. Kami bekerja untuk mendorong dan mendukung terbentuknya jaringan-jaringan solidaritas Papua yang semakin meluas dan plural serta mengedepankan dialog kebudayaan yang demokratis dan keterbukaan pikiran dalam semangat solidaritas kemanusiaan,” kata advokat dan praktisi hukum asal Papua Michael Himan, SH, MH dari Papua Itu Kita saat dihubungi Odiyaiwuu.com di Jakarta, Minggu (6/2).

Michael Himan bersama rekan-rekannya dari berbagai elemen juga menyampaikan rasa kecewa dan mengecam keras pembuatan film berjudul Si Tikam Polisi Noken yang diproduksi Polda Papua apalagi Kapolda Mathius D. Fakhiri bertindak selaku produser film ini yang sudah tayang di akun Youtube resmi Divisi Humas Mabes Polri dan sudah tayang sejak 28 Agustus 2021.

Pihaknya mengaku, setelah mencermati seksama, pihak Papua Itu Kita menilai bahwa film itu memiliki muatan rasis, diskriminatif, dan merendahkan harkat dan martabat masyarakat adat Papua dan orang asli Papua. Bahkan tergambar jelas pernyataan pemeran film yang menyatakan ada suku di Papua yang ‘primitif dan radikal’.

“Kami menilai film ini bukan untuk mengangkat budaya Papua melainkan melanggengkan stigmatisasi terhadap orang asli Papua yang selama ini terjadi sehingga memicu tindakan rasis terhadap orang asli Papua dan hal tersebut sangat mencederai nilai-nilai kemanusian,”tegas Michael Hilman.

Pihaknya berharap Kapolda Papua masih ingat baik rentetan tindakan rasis terhadap mahasiswa dan orang asli Papua. Misalnya, kasus persekusi dan tindakan rasisme yang dilakukan oleh organisasi masyarakat (Ormas) dan aparat terhadap mahasiswa Papua di Malang, Surabaya, dan Semarang tahun 2019.

Lalu kasus pengepungan asrama mahasiswa Papua di Yogyakarta tahun 2016 yang memperlihatkan tindakan rasialis dan tergambar pada salah satu mahasiswa bernama Obby Kogoya yang diperlakukan sangat tidak manusiawi. Selain itu, kasus orang asli Papua penyandang disabilitas yang dipiting dan kepalanya diinjak oleh anggota TNI AU tahun 2021, kasus penangkapan terhadap para mahasiswa Papua yang menyampaikan pendapat di muka umum, kasus pembubaran diskusi mahasiswa Papua, dan masih banyak lagi.

“Film ini hanya mengambarkan seolah-olah aparat TNI-Polri selama ini menjadi pahlawan di tanah Papua dan menutup mata terhadap pelanggaran hak asasi manusia terhadap orang asli Papua yang banyak menimbulkan korban jiwa namun belum dituntaskan oleh negara,” tegasnya. Misalnya, kasus Biak Berdarah Juli 1998, kasus Wasior Berdarah Juni 2001, kasus Wamena Berdarah April 2003, kasus Universitas Cenderawsih Jayapura Maret 2006, kasus Paniai Berdarah Desember 2014, dan kasus Pendeta Yeremia Zanambani 19 September 2020.

Film ini menurut Michael Hilman hanya akan mendiskreditkan orang asli Papua dan melanggengkan stigmatisasi terhadap orang asli Papua. Karena itu, ia meminta Kepala Kepolisan Daerah Papua segera menghentikan penayangan film itu di seluruh bioskop di Indonesia karena bernuansa rasis serta diskriminatif. Surat protes itu diteruskan juga kepada Presiden Republik Indonesia, Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamananan Republik Indonesia, Jaksa Agung Republik Indonesia, Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Republik Indonesia, dan Komisi Penyiaran Indonesia.

Film dari kisah nyata

Kepolisian Daerah Papua melalui Kepala Bidang Humas Polda Kombes Ahmad Musthofa Kamal mengemukakan soal pembuatan film Si Tikam Polisi Noken tersebut. Film itu, katanya, akan ditayangkan di bioskop dalam waktu dekat. “Film yang diproduksi oleh Polda Papua berjudul Si Tikam Polisi Noken akan tayang perdana pada tanggal 10 Februari 2022 serentak di bioskop-bioskop yang ada di seluruh Indonesia,” ujar Kombes Ahmad Musthofa Kamal melalui detik.com, Sabtu (5/2) dan dikutip Odiyaiwuu.com, Minggu (6/2)

Menurutnya, film ini diangkat dari kisah nyata saat perang suku di Papua yang diselesaikan dengan mengedepankan polisi dari putra asli Pegunungan Tengah Papua. Polisi bernama Noken itu menjadi moderator dalam perang suku tersebut yang akhirnya permasalahan tersebut diselesaikan dengan ‘patah panah’ alias perdamaian.

Ahmad Musthofa Kamal menjelaskan, tujuan pembuatan film ini adalah mempromosikan budaya Papua, khususnya yang ada di pegunungan yang dikelilingi oleh hutan dan lembah serta adat istiadatnya yang begitu unik. Film ini juga mengangkat anak-anak dan generasi muda Papua untuk maju dan menggali potensi yang ada pada diri sendiri dengan menjadi abdi negara.

Selain itu, film ini untuk mengangkat sinergitas TNI-Polri di Papua dalam perjuangannya menyelesaikan beberapa permasalahan di Papua. “Pada intinya film ini untuk memberikan gambaran kepada masyarakat di Papua maupun di luar Papua tentang permasalahan-permasalahan di Papua yang sering terjadi perang suku karena ketidakpahaman masyarakat tentang permasalahan yang dihadapi,” katanya.

Dia mengatakan, penyelesaian masalah tindak pidana di Papua tidak hanya dilakukan melalui peradilan formal. Suatu tindakan pidana masih sering dilakukan dengan peradilan restoratif (restorative justice) melalui peradilan adat.

Film ini diharapkan dapat mengurangi dan menghilangkan konflik-konflik sosial dan konflik lainnya sehingga menciptakan situasi di Papua menjadi lebih kondusif. Selain itu, diharapkan film ini memberikan pesan-pesan yang erat akan budaya dan tradisi serta kehadiran sosok polisi di tengah masyarakat dalam menyelesaikan berbagai konflik yang terjadi.

Pembuatan film ini juga terkait dengan program Bintara dari warga asli Papua. Sosok Tikam di film ini diharap mendorong motivasi putra asli Papua menjadi abdi negara. “Kemudian dengan kehadiran sebanyak 2.000 Bintara noken yang telah menyelesaikan pendidikannya ini diharapkan mampu mereda permasalahan-permasalahan konflik yang ada di Papua karena mereka memahami karakter, struktur dan bahasa masyarakat, dan itulah si Tikam hadir di Tanah Papua,” lanjut Ahmad Musthofa Kamal.

Kamal menjelaskan film ini digarap selama dua tahun dengan melibatkan pemain lokal dan sejumlah personel polisi dengan mengedepankan tahapan casting untuk mendapatkan hasil maksimal. Dia berharap pesan dalam film ini dapat dipahami dengan baik.

“Kepada seluruh masyarakat untuk tidak hanya melihat dari judul film tersebut melainkan makna dan pesan bahwasanya semua permasalahan dapat diselesaikan dengan cara baik-baik, yang kita perlu lakukan iyalah pelajari dulu permasalahan yang dihadapi sehingga tidak menimbulkan permasalahan lainnya,” ujarnya. (Ansel Deri/Odiyaiwuu.com)

Tinggalkan Komentar Anda :