JAKARTA, ODIYAIWUU.com — Universitas Indonesia (UI) seharusnya membatalkan gelar doktor Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Republik Indonesia Bahlil Lahadalia. Keputusan UI menangguhkan kelulusan Bahlil sebagai doktor juga dinilai tidak jelas.
“Keputusan menangguhkan gelar doktor Bahlil itu tidak jelas. UI seharusnya membatalkan gelar doktor dan mereka yang terlibat seperti para dekan selaku promotor, co-promotor, penguji hingga joki yang katanya dari Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi dan Bisnis UI diberi sanksi pencopotan dari jabatan akademis,” ujar Frans, alumnus Universitas Indonesia kepada Odiyaiwuu.com di Jakarta, Rabu (13/11).
Dalam rapat yang menangguhkan kelulusan Bahlil, beredar info ada dua orang pejabat tinggi Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sekaligus anggota Majelis Wali Amanat (MWA) unsur masyarakat malah meminta agar kelulusan Bahlil dinyatakan mulus tanpa cacat.
“Jika ada kegiatan suap-menyuap, para pihak seperti promotor, co-promotor, penguji hingga joki mesti dijadikan tersangka. Jika lembaga pendidikan saja tidak bersih, jangan harap yang lainnya bersih. Kasus ini belum selesai dan akan dibawa ke Dewan Guru Besar UI untuk sidang etik,” kata Frans lebih lanjut.
Frans juga menyampaikan apresiasi kepada pihak Universitas Indonesia karena dapat menerima koreksi dari masyarakat dan meminta maaf. Kebanggaan itu disampaikan karena UI sebagai salah satu institusi terpenting di negara bisa mempunyai kerendahan hati meminta maaf.
“Semoga kasus ini menjadi pembelajaran berharga untuk semua pihak bahwa pendidikan itu sangat penting untuk dijalani sesuai koridor dan aturan main yang berlaku,” katanya lebih lanjut.
Kasus ini belum selesai dan menurut informasi yang diperoleh, akan dibawa ke Dewan Guru Besar Universitas Indonesia untuk sidang etik.
Ketua Majelis Wali Amanat (MWA) UI Yahya Cholil Staquf mengatakan, pihak UI memutuskan untuk menangguhkan kelulusan Bahlil sebagai doktor. Keputusan penangguhan itu diambil berdasarkan rapat koordinasi empat organ UI.
“Kelulusan BL, mahasiswa Program Doktor (S3) SKSG ditangguhkan, mengikuti Peraturan Rektor Nomor 26 Tahun 2022, selanjutnya akan mengikuti keputusan sidang etik,” ujar Yahya mengutip Kompas.com di Jakarta, Rabu (13/11).
“Keputusan ini diambil pada Rapat Koordinasi 4 Organ UI yang merupakan wujud tanggung jawab dan komitmen UI untuk terus meningkatkan tata kelola akademik yang lebih baik, transparan, dan berlandaskan keadilan,” kata Yahya.
Yahya menegaskan, UI terus berupaya meningkatkan kualitas penyelenggaraan pendidikan untuk menjadi institusi pendidikan yang terpercaya berlandaskan 9 Nilai Universitas Indonesia.
Pihak UI pun meminta maaf kepada masyarakat atas permasalahan terkait Bahlil yang menjadi mahasiswa Program Doktor (S3) Sekolah Kajian Stratejik dan Global (SKSG).
UI mengakui bahwa permasalahan ini, antara lain bersumber dari kekurangan UI sendiri dan tengah mengambil langkah-langkah untuk mengatasinya baik dari segi akademik maupun etika.
UI pun telah melakukan evaluasi mendalam terhadap tata kelola penyelenggaraan Program Doktor (S3) di SKSG sebagai komitmen untuk menjaga kualitas dan integritas akademik.
“Tim Investigasi Pengawasan Pelaksanaan Tri Dharma Perguruan Tinggi yang terdiri dari unsur Senat Akademik dan Dewan Guru Besar telah melakukan audit investigatif terhadap penyelenggaraan Program Doktor (S3) di SKSG yang mencakup pemenuhan persyaratan penerimaan mahasiswa, proses pembimbingan, publikasi, syarat kelulusan, dan pelaksanaan ujian,” kata Yahya.
Bahlil sebelumnya diberitakan berhasil meraih gelar doktor dalam Program Studi (Prodi) Kajian Strategik dan Global di Universitas Indonesia. Bahlil berhasil lulus dalam kurun waktu 1 tahun 8 bulan dengan predikat dengan pujian cumlaude.
Bahlil mengangkat disertasi berjudul Kebijakan, Kelembagaan, dan Tata Kelola Hilirisasi Nikel yang Berkeadilan dan Berkelanjutan di Indonesia sesuai dengan bidang yang ia tekuni selama beberapa tahun terakhir sebagai menteri.
Dalam disertasinya, Bahlil mengidentifikasi empat masalah utama dari dampak hilirisasi yang membutuhkan penyesuaian kebijakan. Keempat masalah itu adalah dana transfer daerah, keterlibatan pengusaha daerah yang minim, keterbatasan partisipasi perusahaan Indonesia dalam sektor hilirisasi bernilai tambah tinggi, serta belum adanya rencana diversifikasi pasca-tambang.
Bahlil pun merekomendasikan empat kebijakan utama sebagai solusi yakni reformulasi alokasi dana bagi hasil terkait aktivitas hilirisasi, penguatan kebijakan kemitraan dengan pengusaha daerah.
Kemudian penyediaan pendanaan jangka panjang untuk perusahaan nasional di sektor hilirisasi serta kewajiban bagi investor untuk melakukan diversifikasi jangka panjang.
Namun, disertasi Bahlil itu dianggap janggal oleh banyak pihak, salah satunya Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) yang merasa dicatut sebagai informan dalam disertasi Bahlil. Bahlil belum merespons dugaan praktik joki yang dilaporkan Jatam.
Namun, ia pernah mengklaim bahwa ia telah menjalankan seluruh proses studi sesuai mekanisme yang berlaku di Universitas Indonesia. (Ansel Deri/Odiyaiwuu.com)