TIMIKA, ODIYAIWUU.com — Johannes Rettob angkat bicara merespon beredar salinan surat pemberhentian dirinya dari jabatan Pelaksana Tugas Bupati Kabupaten Mimika.
Salinan surat pemberhentian dirinya dari jabatan Pelaksana Tugas Bupati Mimika beredar melalui lini massa di Mimika dan menjadi topik diskusi di kalangan masyarakat.
“Menanggapi situasi dan kondisi Timika akhir-akhir ini pasca beredarnya Surat Keputusan Mendagri terkait pemberhentian saya sebagai Wakil Bupati, saya menanggapi sebagai berikut,” ujar John Rettob kepada Odiyaiwuu.com di Jakarta, Kamis (15/6). Berikut respon John Rettob selengkapnya.
Pertama, bahwa negara Indonesia adalah negara hukum. Kabupaten Mimika ada di negara Indonesia yang diatur oleh peraturan dan perundang-undangan sehingga semua yang diputuskan, dibijaki, dan dilaksanakan harus dengan aturan-aturan, dengan norma-norma dengan etika juga sesuai dengan standar operasi prosedur peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia.
Saya sebagai Wakil Bupati dipilih oleh rakyat dan menjalankan pemerintahan sebagai Pelaksana Tugas Bupati Mimika berdasarkan Surat Keputusan Mendagri.
Saya juga dengan keputusan tersebut dan sesuai dengan norma-norma dan SOP serta etika pemerintahan, saya menerima SK tersebut dari Kemendagri langsung dan diserahkan langsung kepada saya sebelum dilantik atau ditugaskan secara resmi, pakai tanda terima, sesuai dengan norma dan etika yang berlaku.
Sehingga SK pemberhentian saya sebagai Wakil Bupati yang beredar saat ini di media sosial atau oleh oknum-oknum tertentu, di-copy, dan dibagi-bagi kepada masyarakat sesuai dengan kepentingannya, menurut saya tidak sesuai dengan etika pemerintahan, tidak sesuai dengan standar operasi prosedur, tidak sesuai dengan norma dan aturan yang berlaku.
Secara etika pemerintahan, secara resmi saya sebagai subiek hukum di dalam SK tersebut seharusnya resmi menerima SK tersebut sekaligus menginformasikan pengganti saya juga dalam bentuk surat keputusan ataupun surat tugas dan dilaksanakan sesuai norma dengan etika pemerintahan. Ada tanda terima, ada dokumentasi, dan lain-lain.
Sehingga sampai saat ini saya anggap tidak ada SK tersebut. Tetapi, andaikan surat keputusan itu, katakanlah saya diserahkan secara resmi, saya menerimanya dengan aturan dan etika-etika birokrasi dan aturan pemerintahan, tetap saja SK tersebut tidak bisa dilaksanakan dan dieksekusi.
Kenapa? Saya bicara terkait dasar SK tersebut, saya juga tidak bicara terkait dengan poin-poin SK tersebut atau kelemahan-kelemahan yang ada di dalam SK tersebut. Tetapi, saya bicara terkait dengan asas legalitas. Karena SK tersebut melanggar dan bertentangan dengan asas legalitas sebagaimana diatur dalam Pasal 28 ayat 1 UUD 1945 yang menyatakan bahwa hak untuk hidup, hak untuk disiksa, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan hati nurani, hak beragama dan hak untuk tidak dituntut di mana SK tersebut berlaku surut.
SK tidak boleh berlaku surut karena atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun. Ini bunyi undang-undang dan ini tafsiran dari undang-undang. Jadi, secara aturan SK tersebut juga tidak boleh berlaku surut. Kalau tidak boleh berlaku surut, maka SK tersebut tidak bisa dieksekusi dan juga tidak bisa dilaksanakan. Ini karena melanggar asas legalitas.
Berdasarkan data SK tersebut yang beredar ditetapkan tanggal 29 Mei 2023. Berlaku surut mulai tanggal 9 Mei, beredar dan diketahui umum tanggal 13 Juni. Atau katakanlah misalnya saya terima SK tersebut di tanggal 1 Juni 2023, ya, kita tidak bisa laksanakan. Walaupun SK itu ada tetapi ujungnya bagaimana Ibu Pejabat Gubernur melakukan eksekusi ini? Karena SK ini melanggar asas legalitas.
Pemerintah tidak boleh kosong. Pertanyaan, tentang jalannya pemerintahan mulai tanggal 9 Mei sampai SK itu beredar atau SK itu diterima terkait kebijakan pemerintahan, terkait keuangan, terkait kepegawaian dan lain-lain: siapa yang mau bertanggungjawab? Apakah Mendagri? Ataukah Pemerintah Provinsi Papua Tengah? Apakah Gubernur Papua Tengah, ataukah saya sebagai Pelaksana Tugas Bupati? Atau orang yang mengganti saya sebagai pelaksana? Ini pertanyaannya.
Jadi sekali lagi, saya berharap semua masyarakat melihatnya dari sudut pandang yang benar. Sari sudut pandang etika pemerintahan, dari sudut pandang norma-norma yang berlaku dan dari sudut pandang aturan-aturan dan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia.
Untuk itu saya sampaikan kepada seluruh masyarakat Mimika, saya masih menjabat sebagai Wakil Bupati Mimika dan melaksanakan tugas sebagai Pelaksana Tugas Bupati Mimika sampai hari ini. Saya tetap melaksanakan kegiatan sehari-hari seperti biasa dan lain-lain.
Saya sampaikan kepada seluruh masyarakat Kabupaten Mimika. Kita jangan terprovokasi, kita tetap jaga, kita tetap tenang, kita tetap menjaga stabilitas keamanan dan ketertiban masyarakat.
Kepada aparatur sipil negara, saya sampaikan agar tetap melaksanakan dan menjalankan tugas-tugas pemerintahan demi pelayanan masyarakat. Kegiatan-kegiatan kita sudah terlambat. Sedikit lagi kita sudah masuk dalam semester yang kedua. Daya serap keuangan kita sangat rendah.
Untuk itu saya berharap semua mulai bekerja secara serius, tidak berpikir apapun, tidak terprovokasi dan tidak terpengaruh oleh apapun sebagai profesional ASN dan kalian tetap melaksanakan tugas-tugas seperti biasa.
Kepada Forkopimda dan TNI-Polri, mari kita tetap galang persatuan. Tidak terpecah belah sesuai dengan tupoksi masing-masing. Kita semua jaga Kabupaten Mimika agar aman, damai untuk pembangunan dan pelayanan masyarakat kabupaten mimika dalam rangka kesejahteraan masyarakat Kabupaten Mimika.
Saya sebagai Pelaksana Tugas Bupati Mimika tetap melaksanakan tugas. Saya tidak berhalangan sementara. Saya sehat, saya tidak ditahan dalam proses hukum dan tetap melaksanakan tugas-tugas saya sebagai Bupati Mimika yang saat ini saya ada di luar daerah karena melaksanakan tugas mulai dari menerima penghargaan di Kementerian Kesehatan, mengikuti kegiatan Penas di Padang, saya juga mengikuti rapat dengan seluruh wakil kepala daerah Indonesia di Solo. Saya juga mengikuti kegiatan rapat dengan Menteri Investasi dengan tim, Pak Bahlil. Saya juga mengikuti dan melakukan evaluasi smart city untuk mempertahankan Mimika sebagai smart city di Indonesia di Surabaya.
Terkait dengan proses hukum saya yang saat ini berada dalam ranah yudikatif sehingga sebagai warga negara Indonesia saya tetap kooperatif dan tetap menjalankan semuanya dan mengikuti semua proses hukum ini dengan baik. Masyarakat Mimika tahu persis kasus ini, di mana kasus ini sudah berjalan yang kedua kali dengan tuduhan dan dakwaan yang sama, di mana semua masyarakat tahu dan saya merasakan bahwa sangat kelihatan dipolitisasi dan dikriminalisasi.
Terkait dengan Undang-Undang 23 tentang Pemda, terkait Pemberhentian Sementara Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah, pasal dan ayat ini juga sedang diuji juga disidang di Mahkamah Konstitusi dalam rangka judicial review. Karena kalau disimak dengan baik, pasal dan ayat ini dapat sangat berbahaya dan dapat dipakai oleh siapa saja, aparat hukum, dan lain-lain, kelompok-kelompok tertentu sebagai dasar dan upaya kepentingan politik.
Hal ini juga sudah kami sampaikan ke Kemendagri agar Kemendagri dalam mengambil semua keputusan yang terkait dengan Pemberhentian Sementara Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah agar di-pending untuk sementara. Karena pasal ini sementara lagi diuji. Karena pasal ini bukan saja terhadap saya tetapi untuk semua kasus di Indonesia terkait dengan kepala daerah dan wakil kepala daerah.
Mari semua pihak kita hargai proses hukum yang sementara berjalan. Baik di Pengadilan Negeri Jayapura maupun yang sementara berlangsung di Mahkamah Konstitusi sampai keputusan semuanya incrah.
Terkait dengan penyerahan secara resmi SK tersebut saya kasih contoh pada saat saya dan Pak Bupati menerima SK sebagai Bupati dan Wakil Bupati, itu kami dipanggil ke Kemendagri dan kemudian diserahkan langsung oleh Dirjen Otonomi Daerah pada saat itu. Sehingga betul-betul resmi dan kemudian betul-betul disampaikan.
Begitu pula terkait dengan waktu saya diangkat sebagai Pelaksana Tugas Bupati Mimika, inipun saya menerima secara resmi, diserahkan secara resmi baik oleh Kemendagri maupun juga oleh gubernur Papua pada saat itu dan kemudian melaksanakan tugas juga sesuai dengan aturan-aturan yang ada.
Jadi itu catatan-catatan yang dimaksud, tidak ada SK yang sifatnya apalagi kepala daerah yang seperti begini. Tidak mungkin kan diserahkan di pinggir jalan atau di restoran atau di mana saja. Ini kan tidak benar soal begini. Itu yang saya sampaikan.
(Ansel Deri/Odiyaiwuu.com)