WAMENA, ODIYAIWUU.com — Puluhan ribu warga Papua hingga kini mengungsi di berbagai daerah dan belum kembali ke tempat tinggalnya masing-masing. Dewan Gereja Papua juga mencatat, sejak akhir 2024 terdapat lebih dari 70.000 orang asli Papua mengungsi di atas tanah leluhurnya akibat konflik bersenjata.
“Para pengungsi tersebut berasal dari sejumlah daerah konflik bersenjata seperti Kabupaten Nduga, Maybrat, Pegunungan Bintang, Intan Jaya, Yahukimo, Puncak dan beberapa tempat lainnya,” ujar Direktur Yayasan Keadilan dan Keutuhan Manusia Papua (YKKMP) Theo Hesegem kepada Odiyaiwuu.com dari Wamena, Kabupaten Jayawijaya, Provinsi Papua Pegunungan, Kamis (17/4).
Menurut Hesegem, hingga awal tahun 2025 eskalasi konflik bersenjata antara Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat, sayap militer Organisasi Papua Merdeka (TPNPB OPM) dan TNI-Polri terus meningkat di sejumlah daerah. Konflik kekerasan bersenjata yang terus terjadi di seluruh tanah Papua, katanya, tentu sangat mengganggu kenyamanan hidup orang asli Papua dan warga non Papua.
“Konflik terus meluas pasca penyanderaan Pilot Susi Air Captain Philip Mark Mehrtens oleh TPNPB OPM Kodap III Ndugama Darakma di bawah pimpinan Panglima Kodap Brigjen Egianus Kogeya bersama pasukannya,” kata Hesegem, pegiat HAM senior yang juga Ketua Forum Pemberantasan Miras dan Napza Provinsi Papua Pegunungan.
Bahkan jauh sebelumnya, lanjut Hesegem, eskalasi konflik bersenjata di tanah Papua terus meningkat sejak Papua digabungkan dengan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) bahkan sesudahnya. Eskalasi konflik bersenjata, misalnya, meningkat di daerah pegunungan.
Hesegem mencontohkan, pada Desember 2018 terjadi insiden kelam di Gunung Kabo, Jalan Trans Wamena-Nduga yang menewaskan 17 pekerja PT Istaka Karya. Belasan pekerja itu meregang nyawa di tangan pasukan TPNPB OPM Kodap III Ndugama Darakma pimpinan Egianus.
Hesegem merinci sejumlah konflik bersenjata yang terjadi sejak awal 2025. Pada (13/1) pukul 07:30-09:00 TPNPB OPM di bawah pimpinan Brigjen Deni Moos melakukan penyerangan terhadap aparat keamanan Indonesia di Pos Militer Moskona Barat, Kabupaten Teluk Bintuni. Tiga orang aparat keamanan jadi korban.
Selain itu, pada (21/1) TNI merusak 56 rumah warga di Kampung Mimin, Distrik Oksop, Pegunungan Bintang. Insiden itu dilaporkan RD Kletus Togodli, Pr dari Gereja Paroki Roh Kudus Mabilabol Oksibil.
Begitu pula pada (21/1) sekitar pukul 12:00 WIT terjadi penembakan yang diduga melibatkan anggota TPNPB OPM dan TNI-Polri yang menewaskan Brigpol Ronald M Enok di Mulia, Puncak Jaya. Hal itu dilaporkan As Wenda, warga Puncak Jaya.
Kemudian, pada (28/1) TPNPB OPM Kodap XVI Yahukimo menembak satu unit mobil avanza milik aparat keamanan Indonesia. Lalu, pada 30 Januari, Elita Pakaimu, seorang warga sipil atas dianiaya aparat keamanan Indonesia (TNI), tepatnya di Jalan Pelabuhan Misi Kepi, Kampung Muin, Distrik Obaa, Kabupaten Mappi.
Hesegem menambahkan, pada (1/2) sekitar pukul 19.15 WIT terjadi aksi penembakan yang mengakibatkan anggota polisi atas nama Aipda Syam (42) nyaris kehilangan nyawa. Korban mengalami luka tembak di mata sebelah kiri sebelum akhirnya dilarikan ke RSUD Wamena untuk mendapat pertolongan medis. Anggota Polsek Kurima itu ditembak di Kampung Eroma, Distrik Kurima, Yahukimo.
Kemudian, pada Kamis (6/2), Ikatan Mahasiswa Pelajar Pegunungan Bintang (Imppetang) menggelar demo di Oksibil terkait operasi militer di Oksop pada (4/12 2024) yang mengakibatkan banyak warga mengungsi dan mengalami kerugian material. Pada (7/2 2025), seorang kepala suku di Kapiraya ditembak Babinsa setempat. Akibatnya, korban mengalami luka di telapak tangan karena menolak perusahaan beroperasi di Kapiraya, Mapia, Kabupaten Dogiyai, Papua Tengah.
Hesegem juga membeberkan konflik lainnya selama tahun 2025. Pada Kamis (13/2) TPNPB melaporkan terjadi pendropan pasukan TNI ke Kabupaten Puncak selama 7 hari terhitung dari 5 hingga 11 Februari berturut-turut. Penerbangan itu dilakukan menggunakan helikopter milik TNI dan ditempatkan di 10 distrik Puncak. Jumlah personil bersenjata lengkap diturunkan sebanyak 450 orang.
Pada Minggu-Rabu (16-19/2) para siswa di seluruh tanah Papua menolak makan bergizi gratis. Beberapa kota seperti Yalimo dan Jayapura massa dibubarkan secara paksa melalui tembakan peringatan. Lalu, pada (28/2) Goliat Sani, warga sipil tukang ojek yang sedang mengantar jenazah tewas ditembak oleh aparat keamanan Indonesia karena diduga kelompok TPNPB OPM.
Kemudian, pada Rabu (5/3) dua warga sipil asal Yalimo: Elinus Walianggen dan Rony Kepno dianiaya anggota Polres Yalimo. Elinus ditikam pelaku di bahu bagian kanan menggunakan pisau. Sedangkan Kepno dianiaya dengan popor senjata.
Selain itu, pada (18/3) TPNPB OPM mengaku menembak seorang anggota aparat TNI di Sugapa, Intan Jaya. Prajurit itu akhirnya gugur. Sedangkan pada (22/3) TPNPB OPM mengaku membunuh enam orang guru dan tenaga kesehatan di Distrik Anggruk. Yahukimo.
Sedangkan pada (29/3) TPNPB OPM menyerang aparat keamanan Indonesia di Intan Jaya. Empat anggota Satuan Yonif Raider 321/Garuda Taruna menjadi korban. Kemudian, pada (7/4) TPNPB OPM menembak seorang anggota intelijen Indonesia di Distrik Yambi, Puncak lalu gugur.
Selain itu, pada (8/4) TPNPB OPM Kodap XVI Yahukimo menewaskan 11 warga non Papua penambang emas yang diduga sebagai aparat keamanan Indonesia. Kemudian, pada (8/4) dua siswa SD yaitu Nepina Duwitau (6) dan Nardo Duwitau (12) menjadi korban menyusul baku tembak antara TPNPB OPM dan TNI-Polri di Intan Jaya. Nepina dilaporkan kritis dan Nardo meninggal.
Kemudian, pada (9/4) TPNPB OPM Kodap XVI Yahukimo mengaku telah menembak mati lima warga pendulang emas di Yahukimo. Korban diduga sebagai anggota TNI-Polri. Lalu pada (10/4) TPNPB OPM Kodap XVI Yahukimo menembak mati satu orang pendulang emas yang diduga sebagai aparat keamanan Indonesia.
Sedangkan pada (11/4) dilaporkan ada 71 orang di Yahukimo mengungsi di pinggiran Kali Brasa, tak jauh dengan PT Bintang Timur, kompleks Halabok akibat kontak senjata antara TNI-Polri dan TPNPB-OPM di Yahukimo yang terjadi mulai pukul 14:42 WIT.
“Dari 21 kasus di atas 40 orang jadi korban. Di antaranya 33 orang non Papua dan 7 warga sipil orang asli Papua. Dari 33 korban orang non Papua, 11 di antaranya adalah aparat keamanan dan selebihnya belum diketahui statusnya,” ujar Hesegem.
Menurut Hesegem, dari 7 korban orang asli Papua, 2 orang di antaranya adalah anak sekolah dan seorang meninggal dan lainnya dalam kondisi kritis. Kemudian, 3 orang asli Papua lainnya dianiaya aparat keamanan. Seorang warga sipil ditembak mati dan seorang warga sipil lainnya ditembak di bagian tangan.
“Pada awal Januari 71 jiwa yang dilaporkan mengungsi. Kerugian rumah warga sipil mencapai 56 rumah dan satu mobil milik aparat keamanan Indonesia. Hal lain adalah pendropan militer Indonesia sejak Januari hingga kini masih berlangsung. Ditambah dengan pernyataan Presiden Prabowo Subianto dan enam jenderal untuk menghadapi TPNPB OPM di Papua,” kata Hesegem.
Hesegem mengingatkan bahwa situasi konflik bersenjata di tanah Papua sudah diketahui masyarakat Indonesia dan dunia. Oleh karena itu, konflik bersenjata harus dihentikan atas nama kemanusiaan sekaligus menjunjung tinggi nilai dan prinsip hak asasi manusia (HAM). Langkah itu penting mengingat korban utama dari semua rentetan konflik adalah masyarakat sipil.
Buntut konflik bersenjata yang berkepanjangan di tanah Papua, Hesegem menyampaikan sejumlah rekomendasi guna mengakhiri konflik yang masih berlarut-larut hingga kini. Rekomendasi itu, ditujukkan kepada rakyat tanah Papua, Pemerintah Indonesia, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), dan masyarakat internasional yang bersolider terhadap situasi kemanusiaan di tanah Papua.
Pertama, mendesak kepada Pemerintah Indonesia segera membuka akses wartawan dan jurnalis asing untuk masuk ke tanah Papua dalam rangka meliput situasi HAM secara utuh. Kedua, mendesak PBB agar segera membentuk tim investigasi melalui prosedur khusus PBB dalam rangka mengidentifikasi akar persoalan di tanah Papua.
Ketiga, mendesak Pemerintah Indonesia segera membuka diri terhadap kunjungan Dewan HAM PBB untuk mengunjungi Papua yang menjadi korban kekerasan pelanggaran HAM. Keempat, mendesak kepada Pemerintah indonesia untuk segera membuka ruang untuk dialog damai antara United Liberation Movement for West Papua (ULMWP) sebagai payung politik kelompok pro kemerdekaan Papua. (Ansel Deri/Odiyaiwuu.com)