KARUBAGA, ODIYAIWUU.com — Pemerintah Provinsi (Pemprov) Papua melalui Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BPSDM) setempat memulangkan 142 mahasiswa asal Papua penerima beasiswa dana otonomi khusus (otsus) yang tengah kuliah di luar negeri sebagai solusi bijak dan luar biasa. Ratusan mahasiswa yang tengah kuliah di Amerika Serikat, Australia, Kanada, Selandia Baru, dan Filipina itu terpaksa dihentikan beasiswanya dan segera angkat kaki dari negaranya masing-masing untuk pulang ke Papua.
Selama ini, Pemprov Papua di bawah kepemimpinan Gubernur Lukas Enembe dan jajarannya melalui Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BPSDM) Papua sudah bekerja keras dan konsisten membangun sumber daya manusia (SDM) anak-anak Papua melalui Program Beasiswa Kuliah di Luar Negeri agar setelah para mahasiswa merampungkan kuliah dengan disiplin ilmu masing-masing terlibat aktif memajukan masyarakat dan tanah Papuan.
“Saya pikir langkah Pemerintah Provinsi Papua di bawah kepemimpinan Gubernur Pak Lukas Enembe memulangkan 142 mahasiswa penerima dana otsus yang tengah kuliah di luar negeri kembali ke Papua merupakan solusi luar biasa dan bijak. Sekali lagi, langkah yang diambil Pemprov Papua melalui BPSDM sudah tepat,” ujar Yosua Douw dari Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) Kabupaten Tolikara, Papua kepada Odiyaiwuu.com dari Karubaga, kota Kabupaten Tolikara, Papua, Kamis (21/4).
Selain itu, pemulangan tersebut merupakan langkah solutif karena para mahasiswa tersebut melampaui batas waktu kuliah. Jangan dibiarkan berlarut-larut dan tidak bisa menyelesaikan kuliah di luar negeri sehingga mereka dapat melanjutkan kuliah dalam negeri. Langkah itu sangat rasional dan argumentatif mengingat masa kuliah para mahasiswa tersebut melewati batas maksimal waktu yang ditentukan Pemprov Papua.
“Pemprov Papua juga menyadari, banyak mahasiswa lain yang sedang mempersiapkan diri, stand by mendapat kesempatan beasiswa yang sama guna mengikuti kuliah di luar negeri. Langkah pemulangan ini merupakan pembelajaran penting agar ke depan agar proses rekrutmen, seleksi dilakukan sesuai standar kompetensi. Hal itu penting mengingat saat ini di Papua banyak anak muda cerdas yang memiliki kesempatan yang sama diseleksi lalu direkrut untuk studi di luar negeri,” tandas Yosua.
Setiap tahun pengiriman dengan kuota tertentu dan batas waktu tertentu, para mahasiswa harus memanfaatkan waktu sebaik mungkin. Dengan demikian, setelah mereka tamat formasi kursi yang tersedia para calon yang sedang stand by di Papua bisa memiliki peluang yang sama untuk studi di luar negeri.
“Kalau saya perhatikan, pemulangan ini terjadi karena melewati masa kuliah yang ditentukan Pempov Papua. Ada yang lewat dari 10, 12, dan 13 tahun. Jadi, misalnya ada yang masa kuliah 5 tahun tetapi waktu molor maka kuota untuk para calon lain tidak bisa diakomodir. Apalagi biaya pemerintah kan terbatas. Jadi, pemulangan itu saya pikir langkah yang tepat,” katanya.
Kepala BPSDM Papua Ariyoko Rumaropen sebelumnya mengatakan, dari hasil evaluasi ditemukan berbagai masalah yang terjadi kepada mahasiswa penerima beasiswa. Karena masalah-masalah tersebut Pemprov Papua memutuskan mereka diberhentikan dan dipulangkan ke Indonesia.
“Perlu dicatat, evaluasi bukan hari ini. Kita lakukan evaluasi berulang-ulang setiap tahun. Evaluasi itu kewenangan kami selaku pemberi beasiswa. Kita yang memberitahu kamu dihentikan atau lanjut, itu kewenangan kami sebagai pemberi beasiswa,” kata Rumaropen mengutip Jubi.id Rabu (19/4).
Kesimpulan hasil evaluasi tersebut antara lain, ada penerima beasiswa yang tidak menunjukkan kemajuan akademik, tidak menyelesaikan studi tepat waktu, mempunyai masalah hukum, dan mempunyai visa pelajar atau mahasiswa tetapi tidak melakukan tanggung jawab sebagai pelajar.
“Jadi untuk kemarin jumlahnya 142 yang mendapat surat pemberhentian beasiswa per Desember 2021 sudah selesai, ada yang sampai dengan Desember tidak bisa menyelesaikan studinya. Itu tetap dihentikan, tidak ada perpanjangan, karena ketentuan beasiswa itu sampai dengan enam tahun, yang kita hentikan itu lebih dari enam tahun, bahkan ada satu orang sampai sepuluh tahun studinya di antara penerima beasiswa,” katanya.
Rumaropen mengatakan ada juga seorang mahasiswa di Kanada yang terjerat masalah hukum, karena mengancam aparat keamanan. Masalah tersebut sudah dikomunikasikan dengan pengurus mahasiswa di sana dan telah diselesaikan. Walaupun telah diselesaikan mahasiswa tersebut tetap dipulangkan ke Indonesia. “Ada juga pada 2018 delapan mahasiswa Papua di Jerman, itu kita langsung jemput di sana,” ujarnya.
Rumaropen mengatakan mahasiswa yang sudah mendapatkan surat pemulangan harus segera melapor dan memberitahukan kepulangannya kepada pihak BPSDM Papua melalui e-mail. Agar nantinya diurus pemulangannya ke Indonesia. “Proses kepulangan (mahasiswa) kita akan urus. Tapi mereka wajib melapor kepada kita. Kapan dia pulang, dia harus komunikasikan lewat e-mail,” ujarnya.
Setelah para mahasiswa ini pulang ke Indonesia, kata Rumaropen, mereka harus melaporke BPSDM dengan membawah transkrip nilai. “Supaya mahasiswa tersebut dibantu untuk dicarikan kampus untuk melanjutkan studi mereka,” ujarnya.
Menurutnya, sudah ada beberapa mahasiswa yang telah pulang masih bisa melanjutkan studi di kampus mereka di luar negeri secara online dari Indonesia. Namun kelanjutan studi mereka tersebut tidak menjadi tanggung jawab Pemerintah Provinsi Papua, karena batasan studi dia sudah selesai.
Dari lebih seratus mahasiswa itu, baru empat mahasiswa dari Amerika Serikat dan lima mahasiswa dari Filipina yang pulang. Sedangkan sisanya masih bertahan di negara studinya. Hingga kini, mereka tidak mau pulang. Mereka ingin berkomunikasi meminta kebijakan lain agar tetap studi di sana.
“Lah, kalau sekolah di sana siapa yang biayai. Kalau kita biayai mereka nanti jadi masalah dengan kita di sini terkait tata kelola keuangan. Kita tidak membiayai mahasiswa yang sudah tidak punya hak lagi untuk menerima beasiswa,” katanya.
Menurut Rumaropen, para mahasiswa yang dipulangkan dan melanjutkan studi di kampusnya di luar negeri maupun di Indonesia tidak akan dibiayai Pemprov Papua lagi. Semua biaya studi lanjutan menjadi tanggung jawab pribadi. Sebab dalam perjanjian beasiswa mahasiswa hanya dibiayai sesuai dengan masa studinya.
“Nanti dari sisi aturan keuangan kita salah. Kan kami punya regulasi untuk mengelola beasiswa, ada keputusan gubernur selaku penerima beasiswa dengan durasi waktu ditentukan dan setiap mahasiswa sudah paham ketika menerima beasiswa tersebut,” ujarnya.
Saat ini, ada sebanyak 142 mahasiswa yang sedang studi di luar negeri harus dipulangkan. Mereka tersebar di sejumlah negara seperti Amerika Serikat, Australia, Kanada, Selandia Baru, dan Filipina. Di Amerika sebanyak 80 orang, di antaranya 9 orang kuliah D3, 56 orang kuliah S1, 8 orang S2, dan 7 orang Lisensi.
Di Australia sebanyak 14 orang, di antaranya 1 orang pendidikan D3, 6 orang S1, 6 orang S2, dan 1 orang S3. Di Kanada sebanyak 3 orang untuk jenjang S1. Sedangkan di Selandia Baru 40 orang, di antaranya 20 orang kuliah D3, 16 orang S1, 2 orang S2, dan 2 orang Lisensi. Di Filipina 5 orang, di antaranya 2 orang S1 dan Lisensi 3 orang. (Ansel Deri/Odiyaiwuu.com)