TIMIKA, ODIYAIWUU.com — Bentrok antara warga masyarakat dan aparat keamanan terjadi di Wamena, Kabupaten Jayawijaya, Provinsi Papua Pegunungan, Kamis (23/2) berujung 10 warga sipil dilaporkan meninggal, 23 orang mengalami luka terkena tembakan dan sejumlah rumah warga dibakar massa.
Buntut bentrok yang memakan korban meninggal warga sipil, Presiden Joko Widodo didesak segera membentuk Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) Kasus Wamena guna mencari dan mengungkap siapa aktor intelektual dan motif di balik rusuh insiden Wamena berdarah.
Tim melibatkan berbagai stakeholder, baik pusat maupun daerah guna mencari dan mengungkap siapa aktor intelektual dan motif di balik insiden di Wamena. Kemudian mencari formula dan masukan bersama pemerintah ikut memajukan masyarakat dan daerah dalam semangat kebersamaan.
“Saya berharap Tim Gabungan Pencari Fakta, TGPF Kasus Wamena mengungkap apakah benar insiden berdarah yang merenggut nyawa 10 warga sipil benar karena isu penculikan atau motif lain,” ujar Direktur Yayasan Lembaga Bantuan Hukum (YLBH) Papua Tengah Yosef Temorubun, SH kepada Odiyaiwuu.com di Jakarta, Sabtu (25/2).
Menurut Temorubun, sekilas insiden Wamena yang terjadi Kamis (23/2) kuat dugaan ada aktor lain yang memanfaatkan isu penculikan sebagai alasan untuk memprovokasi situasi sehingga berujung bentrok antara warga sipil dengan TNI-Polri.
“Presiden Joko Widodo perlu segera membentuk tim gabungan yang melibatkan semua pihak, baik pemerintah pusat, pemerintah daerah, TNI-Polri, tokoh masyarakat, adat, gereja, perempuan, LSM, pemuda, dan kalangan jurnalis guna mengungkap siapa pelaku dan motif di balik bentrok berdarah itu yang merenggut nyawa warga sipil tak berdosa,” lanjut Temorubun, praktisi hukum senior jebolan Fakultas Hukum Universitas Pattymura, Ambon.
Temorubun menyebut, isu penculikan menjadi momok menakutkan bagi masyarakat di tengah upaya dan kerja keras menyelesaikan berbagai agenda pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Ma’ruf Amin di daerah otonom baru seperti Provinsi Papua Pegunungan.
Temorubun menambahkan, melalui TGPF Kasus Wamena diharapkan berbagai pihak terutama pemerintah daerah dan aparat TNI-Polri serta pihak-pihak terkait melakukan sosialisasi bagaimana mengelola berbagai isu menyesatkan di tengah masyarakat guna menghindari kesalahpahaman satu sama lain.
Isu penculikan anak kini marak di Provinsi Papua, Papua Selatan, Papua Pegunungan, dan Papua Tengah, kata Temorubun, kalau tidak ditangani atau dikelola secara produktif sejak dini berpotensi menimbulkan keributan di tengah masyarakat yang berujung jatuhnya korban warga sipil.
“Kasus Sorong dan Wamena menjadi pelajaran berharga untuk publik dalam melihat persoalan yang terjadi. Bahwa berbagai isu yang merebak di tengah masyarakat terkait penculikan anak, perlu disikapi secara bijaksana. Bukan langsung direspon dengan main hakim sendiri. Malah bisa fatal dan membuat stabilitas terganggu,” kata Temorubun.
Kondusif
Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Kepolisian Daerah Papua Kombes Pol Ignatius Benny Ady Prabowo, SH, SIK, M.Kom mengatakan, situasi Kabupaten Jayawijaya pasca pembakaran dan pengrusakan beberapa fasilitas umum yang dilakukan oleh masyarakat saat ini relatif aman dan kondusif.
“Saat ini situasi di Kabupaten Jayawijaya berangsur pulih dan dapat dikendalikan. Saat kejadian, aparat gabungan TNI-Polri melakukan negoisasi agar isu penculikan dapat diselesaikan dengan baik. Tetapi Kapolres Jayawijaya bersama anggota yang berada di lokasi diserang menggunakan batu dan panah. Anggota kemudian mengeluarkan tembakan peringatan dengan harapan massa tidak melakukan aksi penyerangan terhadap anggota,” ujar Benny kepada Odiyaiwuu.com dari Jayapura, Jumat (24/2).
Namun, ujar Benny, massa yang semakin anarkis tidak mau mendengar imbauan apparat. Massa juga tidak mau membubarkan diri saat diberi tembakan peringatan. Bahkan menyerang aparat dengan panah. Akibat kerusuhan, tersebut terdapat korban meninggal dunia sebanyak 10 orang meninggal,
Dua orang diduga mengalami penganiayaan berat akibat terkena anak panah dan senjata tajam. Sedangkan korban luka-luka sebanyak 23 orang. 9 di antaranya sudah kembali ke rumah masing-masing. Untuk korban luka-luka dari aparat ada 18 orang antara lain 16 orang terkena lemparan batu dan dua orang anggota TNI-Polri terkena panah.
“Hingga saat ini aparat keamanan masih siaga mengantisipasi hal-hal yang tidak diinginkan dan membahayakan masyarakat di Wamena. Saat ini Forkompimda sedang melakukan pertemuan untuk membahas penanganan akibat kejadian tersebut,” lanjut Benny.
Benny mengimbau agar semua pihak menahan diri dan mematuhi aturan hukum yang berlaku. “Polres Jayawijaya akan menindak tegas siapa saja yang bertanggung jawab terjadinya kerusuhan yang mengakibatkan jatuhnya korban,” katanya.
Kapolda Papua Irjen Pol Mathius Fakhiri, SIK saat doorstop bersama wartawan di VIP Room Hotel Cenderawasih 66, Timika menjelaskan, ke depan akan mengambil langkah-langkah cepat untuk menangani kejadian tersebut.
“Saya juga sudah berpesan kepada anggota untuk lebih soft dalam menghadapi masyarakat yang mungkin lagi marah. Hal ini akan menjadi perhatian serius bagi kami yang ada di Papua. Karena tidak boleh ada lagi yang memanfaatkan kejadian atau isu-isu yang tidak berdasar untuk melakukan kejahatan lain,” kata Fakhiri.
Sementara itu, Ketua Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Kabupaten Jayawijaya Pastor Kornelius Basa Kopon, Pr meminta masyarakat Jayawijaya untuk bersama-sama menjaga keamanan dan ketertiban (kamtibmas) di kota Wamena agar tetap aman dan damai.
“Saya mengimbau seluruh masyarakat agar bersama-sama menjaga keamanan, ketenangan di kota Wamena. Sebagai umat beragama tentunya kita harus menjaga keamanan agar aktivitas masyarakat bisa berjalan dengan baik,” ujar Pastor Kornelius melalui keterangan tertulis yang diperoleh Odiyaiwuu.com di Jakarta, Jumat (24/2).
Pastor Kornelius, imam Projo Keuskupan Jayapura ini juga meminta seluruh masyarakat untuk menjaga kerukunan, kemanan, dan kenyamanan sehingga semua orang bisa bekerja dan melayani satu sama lain.
“Saya juga berharap agar kejadian (Kamis, 23/2) kemarin merupakan yang terakhir kali dan tidak lagi terulang kembali,” lanjut Pastor Kornelius.
Sebelumnya, media ini memberitakan, bentrok berawal dari isu penculikan seorang siswa sekolah dasar di Sinakma. Seseorang yang dianggap pelaku penculikan diamankan pihak kepolisian.
Keluarga siswa tersebut tidak terima polisi mengamankan orang yang diduga sebagai pelaku penculikan sehingga terjadi perbedaan pendapat antara aparat kepolisian dengan keluarga anak yang diduga diculik.
Akhirnya, terjadi bentrok antara masyarakat dan pihak kepolisian di Jalan Habema, dekat Sinakma. Massa melempar aparat kepolisian dengan batu. Situasi yang sulit dikendalikan saat itu memaksa aparat keamanan mengeluarkan gas air mata berkali-kali.
“Sejumlah rumah warga masyarakat non Papua dibakar. Saat itu situasi sulit dikendalikan sekalipun ada polisi menjadi pagar utama mengendalikan massa. Ketika saya pantau dari jarak dekat, bentrok terjadi antara masyarakat dan aparat kepolisian dibantu anggota TNI. Situasi saat itu sulit dikendalikan,” ujar pejuang HAM Papua Theo Hesegem kepada Odiyaiwuu.com dari Wamena, Jumat (24/2).
Theo menambahkan, seorang korban warga non Papua mengalami luka bacok di bagian leher, belakang, dan muka. Korban juga terkena panah yang masih bersarang di badan korban dan sedang ditangani petugas medis di UGD Rumah Sakit Umum Wamena.
Selain itu, ujar Theo, sekitar 17 warga orang asli Papua mengalami luka tembak. Ada yang terkena tembakan di bagian belakang, betis, dan punggung. Ada terkena tembaka di bagian kaki dan tangan, leher, dan ketiak. Beberapa korban terkena peluru yang masih bersarang di tubuh.
“Pantauan kami seluruh pasien yang mengalami luka tembak sedang ditangani tim medis di UGD Rumah Sakit Umum Wamena. Sejumlah rumah warga juga dibakar masaa yang tersulut emosi. Jumlah persisnya akan kami informasikan,” ujar Theo yang juga Ketua Yayasan Keadillan dan Keutuhan Manusia Papua. (Ansel Deri/Odiyaiwuu.com)