MOWANENAMI, ODIYAIWUU.com — Dua komunitas di Papua yaitu Kamar Adat Pengusaha Papua Kabupaten Dogiyai dan Komunitas Sastra Papua (Kosapa) menggagas berdirinya Perpustakaan Rakyat Kamapi Topii untuk memberikan kemudahan akses sumber bacaan seperti koran dan majalah bekas serta dan buku-buku bagi anak-anak usia sekolah, generasi muda, dan masyarakat. Kamapi adalah singkatan Kamuu-Mapi, dua distrik di Dogiyai. Sedangkan Topii berarti belajar dalam bahasa setempat.
Ketua Kamar Adat Pengusaha Papua Kabupaten Dogiyai Arnoldus Douw dan Ketua Komunitas Sastra Papua (Kosapa) Hendrikus Yeimo selaku penggagas dan inisiator Kamapi Topii memandang perpustakaan ini membantu anak-anak usia sekolah, generasi muda, dan masyarakat di wilayah adat Meepago seperti Kabupaten Dogiyai, Mimika, Nabire, Deiyai, Paniai, dan Intan Jaya menjadikan aktivitas membaca sebagai kebutuhan.
“Kamapi Topii didukung penuh rekan-rekan muda yang terlibat aktif sebagai penggerak. Mereka antara lain Ancelina Yobee, Evita Pigai, Selpina Tekege, Ola Yobee, Markus Butu, Didimus Goo, Yanto Tebai, Petrus Tebai, Ernest Pugiyee, Markus Pigai, Yuliten Yobee, Frans Douw, Frans Gobay, Longginus Wakei, Hery Tebai, Dominikus Boga, dan lain-lain,” ujar Koordinator Kamapi Topii Bastian Tebai kepada Odiyaiwuu.com dari Mowanemani, kota Kabupaten Dogiyai, Papua, Jumat (21/1).
Menurut Tebai, kehadiran Kamapi Topii juga dilatari sulitnya sumber bacaan bagi para peserta didik dan masyarakat yang tinggal di kampung-kampung (desa) di seluruh distrik (kecamatan). Selama ini, Dogiyai sebagai sebuah kabupaten di wilayah Meepago tidak memiliki perpustakaan daerah, taman baca atau toko buku. Akses anak-anak usia sekolah bahkan masyarakat memperoleh sumber bacaan terutama koran-koran lokal seperti Tabloid Jubi, Harian Papua Pos Nabire sangat sulit akibat jarak transportasi dari Nabire ke Dogiyai tiga ratus kilometer lebih.
“Anak-anak sekolah maupun masyarakat luas memperoleh sumber bacaan sangat sulit. Di Dogiyai koran-koran atau tabloit lokal juga tidak dijual dan tidak beredar. Jaringan internet lamban dan sulit diakses. Sejam orang akses internet harus mengeluarkan uang Rp. 15 ribu. Informasi perkembangan pembangunan sangat terbatas,” katanya.
Menurut Tebai, kehadiran perpustakaan ini sekaligus memenuhi kerinduan masyarakat di wilayah itu agar dengan mudah memperoleh sumber bacaan dengan mudah. Perpustakaan itu paling kurang merambah hingga kota distrik atau kecamatan. Saat ini masyarakat di kampung-kampung sangat merindukan media cetak seperti Tabloid Jubi, Papua Pos Nabire, Kompas, Tempo, dan majalah-majalah bekas.
“Masyarakat yang memperoleh media cetak dengan mudah, sehabis membaca media itu mungkin saja langsung dijual atau dibuang di tong sampah. Namun, di kalangan masyarakat di kampung-kampung media cetak itu masih menjadi kebutuhan langka. Melalui Kamapi Topii kami berniat memenuhi kerinduan masyarakat memperoleh sumber bacaan seperti seperti koran bekas atau buku-buku,” lanjut Tebai.’
Hendrikus Yeimo menambahkan, selama ini belum banyak komunitas yang aktif mengampanyekan gerakan literasi. Sekolah-sekolah di hampir semua satuan pendidikan baik SD hingga SLTA tidak lebih dari empat sekolah yang memiliki perpustakaan. Kalaupun ada perpustakaan minat membaca belum begitu menggembirakan.
“Kegiatan membaca baik di kalangan masyarakat, pelajar, pegawai pemerintahan dan swasta belum jadi budaya. Pangkal soalnya akses terhadap bahan bacaan tidak ada. Karena itu, Kamapi Topii hadir untuk mendorong semua pihak menjadikan membaca sebagai kebutuhan. Membaca mesti jadi budaya. Kami juga bergandengan tangan dengan semua pihak yang berkehendak baik menyumbang koran bekas, buku-buku agar masyarakat terutama generasi muda memiliki kesempatan membaca dan memperoleh informasi,” ujar Hengky Yeimo, sapaan akrab Hendrikus Yeimo, kepada Odiyaiwuu.com saat dihubungi di Mowanemani, kota Kabupaten Dogiyai, Jumat (21/1).
Saat ini, kata Hengky Yeimo, pihak Kamapi Topii tengah membangun jaringan donasi buku dari berbagai pihak melalui pengumuman di media sosial. Selain itu, pengelola sudah mulai menghubungi para pengurus dan anggota Ikatan Pelajar dan Mahasiswa asal Dogiyai (Ipamado) di semua kota studi di Papua dan luar Papua agar membuka posko donasi buku.
“Setelah informasi donasi buku diumumkan, sudah ada beberapa pihak merespon positif dan mau menyumbangkan buku. Kami sudah memperoleh informasi dari mas Yohanes Supriyono di Jakarta, Pastor Heri Setyawan di Yogyakarta, dan beberapa orang lainnya. Kami berharap banyak pihak tergerak hatinya untuk mendukung kami. Kami berharap bila ada yang tergerak membantu bisa mengirimkan koran bekas atau buku-buku ke alamat Kamapi Topii di Kompleks SMP YPPK Santo Fransiskus Mowanemani, Dogiyai, Papua,” ujar Hengky, jurnalis muda Papua. (Ansel Deri/Odiyaiwuu.com)