Perang Suku, Degradasi Nilai Moral dan Agama - Odiyaiwuu.com | Membahagiakan Kehidupan
OPINI  

Perang Suku, Degradasi Nilai Moral dan Agama

Paskalis Kossay, tokoh masyarakat dari Papua Pegunungan. Foto: Istimewa

Loading

Oleh Paskalis Kossay

Tokoh masyarakat dari Papua Pegunungan

ORANG Papua dikenal luas sebagai penganut agama Kristen sejak Carl Wilhelm Ottow asal Belanda dan Johann Gottlob Geissler asal Jerman, membawa Injil ke tanah Papua. Dua misionaris dan penginjil itu memulai tugasnya menyebarkan Injil di Pulau Mansinam, Manokwari Papua Barat tahun 1855. 

Sejak itu orang Papua mulai  mengenal Firman Tuhan, membuka tabir kegelapan membawa peradaban baru dan hidup dalam kedamaian serta persaudaraan antar sesama ciptaan Tuhan di bumi Cenderawasih. 

Pola kehidupan lama yang penuh dengan peperangan, kanibalisme, animisme, dan atheisme segera sirna berkat penyebaran Injil yang semakin meluas di seluruh pelosok tanah Papua mulai dari pesisir hingga pegunungan. 

Namun belakangan ini, nilai-nilai Injil yang sejak lama tertanam dalam setiap pola kehidupan manusia Papua mulai dicabik-cabik oleh nafsu duniawi. Peperangan dan permusuhan antar manusia dihadirkan kembali seperti kondisi kehidupan masa lalu. Perang antar dua kelompok menunjukkan terjadinya degradasi nilai-nilai moral dan agama yang dihayati, 

Orang Papua sekarang sangat mudah tersulut emosi menghadirkan peperangan, saling bunuh sesama saudara lalu. Kondisi  yang begitu miris bukan tidak mungkin melahirkan persoalan lebih besar dalam kehidupan komunitas masyarakat dua kelompok yang terlibat perang. 

Dua hari berturut-turut yakni pada 28 dan 30 September 2024, di Wamena muncul lagi perang suku yang melibatkan dua suku besar Papua Pegunungan yaitu antara Suku Nduga dan Lanny. Kedua suku ini baku perang yang menimbulkan korban tidak nyawa tetapi juga harta benda. Kerugian besar yang harus ditanggung oleh kedua suku ini sebagai konsekuensi akibat suatu tindakan peperangan yang seharusnya tidak perlu terjadi.

Akibat konflik perang dua kelompok di honai yang sama di tanah Papua, sudah pasti membawa dampak luas dalam segala aspek lain. Semisal aspek sosial, ekonomi, politik dan keamanan. Keamanan dan ketertiban masyarakat (kamtibmas) tentu akan terganggu. 

Jika peperangan ini terus dibiarkan, dampaknya semakin meluas dan berpotensi mempengaruhi stabilitas politik dan keamanan menjelang Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pilkada) serentak tahun 2024 di Provinsi Papua Pegunungan. 

Oleh karena itu seyogyanya diperlukan kehadiran pemerintah daerah untuk segera mengatasi melokalisir batas wilayah peperangan. Kemudian, segera diambil jalan keluar, solusi atas kedua kelompok suku yang bertikai.

Sudah pasti solusi perdamaiannya adalah mempertaruhkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Provinsi Papua Pegunungan maupun APBD Kabupaten Nduga dan Lanny Jaya. Tetapi, itulah resiko dari sebuah kebiasaan yang dimanjakan oleh pejabat daerah sendiri selama ini.

Setiap kali terjadi peperangan antar suku di Papua Pegunungan ini, pemerintah daerah sudah terbiasa mengambil langkah simpel yaitu APBD digadaikan sebagai solusi perdamaian konflik. 

Karena itu perang suku kali ini, pemerintah daerah segera turun tangan mengatasi konflik yang sedang terjadi agar tidak meluas lalu mengganggu proses Pemilukada yang sedang berlangsung dengan solusi penyelesaian dukungan APBD tentunya. Semoga. 

Tinggalkan Komentar Anda :