Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden Soroti Pentingnya Kerjasama Indonesia dan Papua Nugini - Odiyaiwuu.com | Membahagiakan Kehidupan

Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden Soroti Pentingnya Kerjasama Indonesia dan Papua Nugini

Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden Republik Indonesia Theo Litaay, SH, LLM, Ph.D. Sumber foto: jateng.disway.id, Jumat 17 Februari 2023

Loading

JAKARTA, ODIYAIWUU.com — Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden Republik Indonesia Theo Litaay, SH, LLM, Ph.D, Rabu (28/6) tampil dalam diskusi publik melalui aplikasi zoom bertajuk Pembangunan Kawasan di Ujung Pasifik Indonesia-Papua New Guinea (PNG) yang digagas Earbay Channel dan Info Papua Selatan (IPS).

Theo yang juga akademisi Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW) Salatiga, dalam diskusi yang menghadirkan sejumlah pembicara lainnya menyoroti pentingnya kerja sama antara kedua negara dalam membangun kesejahteraan bersama kedua negara bertetangga tersebut.

“Diskusi seperti ini menjadi penting untuk mematangkan kerja sama terkhususnya di bidang pendidikan dengan tujuan memperkaya perspektif pengambilan kebijakan baik di Papua Nugini maupun di Indonesia, termasuk memperkuat kerjasama dalam membangun kesejahteraan Bersama kedua negara,” ujar Theo Litaay kepada Odiyaiwuu.com di Jakarta, Jumat (30/6).

Theo Litaay juga menyoroti peran Universitas Indonesia, Universitas Cenderawasih, dan lembaga nasional di Papua Nugini sebagai sumber pengalaman yang dapat memperkaya informasi yang diterima oleh pemerintah.

“Peran media informasi dalam memperluas pemahaman masyarakat tentang kemajuan kerjasama bilateral ini sangat penting. Melalui jaringan kerjasama semacam ini, peran lembaga yang ada dapat semakin diperkuat,” kata Theo lebih lanjut.

Menteri Pemberdayaan Perempuan 2014-2019 Prof Yohana Yembise, M.Sc, Ph.D dalam diskusi tersebut menjelaskan, pihaknya pernah mempertemukan beberapa kelompok perempuan Papua dengan deputinya yang khusus menangani bidang-bidang tersebut.

“Pertemuan ini menjadi sarana untuk berdiskusi dan berbagi pikiran antara deputi dan para pengrajin perempuan guna saling mempelajari apa yang telah dilakukan oleh perempuan Indonesia,” ujar Yohana Yembise, yang juga staf pengajar Universitas Cenderawasih, Jayapura.

Anggota Badan Pengarah Percepatan Pembangunan Otonomi Khusus Papua (BP3OKP) Papua Selatan Yoseph Yanawo Yolmen mengatakan, dalam konteks diskusi tersebut, BP3OKP juga memiliki peran penting dalam membangun kerja sama antara Indonesia dan Papua Nugini, dengan fokus pada Papua dan Papua Nugini.

“Tujuan utamanya adalah mencapai kehidupan yang berwawasan luas dan cerdas bagi seluruh penduduk di Papua, terutama salah satu fokusnya adalah dalam hal Pendidikan,” ujar Yoseph.

Pendiri Papua Center dan Guru Besar Ilmu Kesejahteraan Sosial Universitas Indonesia Prof Bambang Shergi Laksmono mengemukakan, ide-ide besar yang telah dirintis untuk memajukan people-to-people diplomacy, soft diplomacy, dan pengembangan pendidikan serta kerjasama di perbatasan Indonesia yang memiliki banyak perbatasan laut, udara, dan darat.

Bambang menjelaskan, diskusi publik ini penting guna merancang kerangka besar dan mematangkan gagasan yang akan dibawa Presiden Joko Widodo dalam kunjungan ke Papua Nugini. Materi yang diajukan berkaitan dengan kolaborasi dalam bidang ekonomi, budaya, dan pendidikan.

“Target kami adalah memperkuat kurikulum di wilayah perbatasan dengan bantuan Universitas serta berharap Presiden dapat menyampaikan hal ini kepada Papua Nugini agar kerjasama yang berkelanjutan dapat dilakukan di masa depan,” kata Bambang.

Pihaknya juga menekankan, Indonesia perlu melakukan upaya serius dalam memperhatikan orientasi dan imajinasi dalam hubungan dengan masyarakat di pasifik. Mengangkat Papua sebagai pintu masuk Asean dan gerbang Asean dengan Asia Pasifik merupakan perjuangan yang berat.

Dalam sesi tanya jawab, ujar Theo, muncul juga pertanyaan terkait program tol laut yang diharapkan dapat menghubungkan antar negara terkhusus dalam berbagai sektor. Menurut Theo, pelabuhan di Papua merupakan salah satu harapan untuk menjadi pintu gerbang tol laut.

Pemerintah, lanjut Theo, juga memiliki Program bernama ‘Jembatan Udara’ dan ‘Angkutan Darat Bersubsidi’ untuk menghubungkan pelabuhan tersebut dengan bandara kemudian mengangkut barang ke kabupaten lain di wilayah tersebut.

“Pembangunan di Papua memang tidak mudah. Berbeda dengan membangun di Pulau Jawa. Misalnya, luas Papua tiga kali lipat dari Pulau Jawa. Di Indonesia, hanya terdapat enam provinsi, sementara di Papua Nugini ada 34 provinsi. Hal ini menunjukkan perbedaan dalam hal pelayanan publik,” ujar Theo.

Sementara itu, Willem dari Kementerian Perhubungan Republik Indonesia menambahkan, melalui Program Tol Laut pihaknya menerima arahan dari Presiden terkait konsep besar dan konsep kecil. Konsep besar melibatkan pelayanan reguler yang mencakup tiga pelabuhan pengumpul (dan jadwal yang teratur.

“Sementara itu, konsep kecil bertujuan untuk mengintegrasikan pelayanan masyarakat dalam distribusi logistik dengan menggunakan transportasi laut yang terhubung dengan moda transportasi lainnya,” kata Willem.

Kementerian Perhubungan, lanjut Willem, memiliki program kerja terkait hal tersebut terutama dalam hal akses pelayaran perdagangan internasional yang melibatkan kerja sama dengan negara lain seperti Papua Nugini.

Menurutnya, bagaimana kerjasama itu berkembang di masa depan akan tercakup dalam konsep besar, termasuk dalam upaya untuk mencapai daerah Nduga (Kabupaten Nduga, Provinsi Papua Pegunungan) dengan menggunakan moda transportasi multimoda.

Diskusi terkait hubungan bilateral antara Indonesia dan Papua Nugini dihadiri sejumlah tokoh, akademisi, dan organisasi untuk bertukar pikiran dalam diskusi.

Selain pembicara di atas, tampil juga pembicara lainnya yaitu Kepala Departemen RI Universitas Cenderawasih Dr Melyana Ratana Pugu dan Atase Pendidikan Port Moresby periode 2011-2014 Didik Wisnu Widjajanto, Ph.D. Diskusi dipandu moderator Director of Undergraduate E-Learning Program LPSR Ari S Widodo, Ph.D. (Ansel Deri/Odiyaiwuu.com)

Tinggalkan Komentar Anda :