JAYAPURA, ODIYAIWUU.com — Mantan anggota Komisi Intelijen Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia Paskalis Kossay mengatakan, Presiden Joko Widodo dalam dalam waktu dekat meresmikan tiga provinsi baru di Papua. Tiga provinsi tersebut yaitu Provinsi Papua Selatan, Papua Tengah, dan Papua Pegunungan.
“Presiden segera pula menunjuk penjabat gubernur yang memenuhi kapasitas personal, kompetensi, integritas, dan sesuai syarat peraturan perundang-undangan. Meski demikian dalam konteks Papua perlu ada pengecualian kebijakan mengingat Papua adalah wilayah otonomi khusus. Jika disetarakan dengan syarat Undang-Undang, SDM Papua belum memenuhi syarat,” ujar Paskalis Kossay kepada Odiyaiwuu.com dari Jayapura, kota Provinsi Papua, Senin (1/8).
Paskalis, mantan anggota DPR Daerah Pemilihan Papua, lebih jauh mengatakan, dalam Undang-Undang Pembentukan Daerah Otonom Baru Provinsi disebutkan bahwa yang bisa menjadi penjabat gubernur adalah aparatur sipil negara (ASN) yang menduduki jabatan tinggi utama madya (eselon1) tingkat kementerian dan lembaga pemerintah pusat.
“Persoalan kita adalah siapa sumber daya manusia Papua yang cukup memenuhi persyaratan Undang-Undang dimaksud. Saya berpandangan, SDM orang asli Papua belum memenuhi persyaratan. Oleh karena itu harus ada kebijakan khusus dengan berpedoman pada semangat otonomi khusus,” lanjut Paskalis, politisi senior Partai Golkar Papua.
Menurutnya, upaya pemekaran provinsi juga berpedoman pada Undang-Undang Otonomi Khusus Pasal 76 ayat 2 di mana disebutkan bahwa, Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat dapat melakukan pemekaran daerah provinsi dan kabupaten/kota menjadi daerah otonom untuk mempercepat pemerataan pembangunan, peningkatan pelayanan publik, dan kesejahtraan masyarakat, serta mengangkat harkat dan martabat orang asli Papua.
Upaya itu dengan memperhatikan aspek politik, administratif, hukum, kesatuan sosial budaya, kesiapan sumber daya manusia, infrastruktur dasar, kemampuan ekonomi, perkembangan pada masa yang akan datang dan/atau aspirasi masyarakat Papua.
Sejalan dengan semangat Pasal 76 ayat 2 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2021 tentang Perubahan Kedua Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua tersebut, maka pengisian dan/atau penunjukan penjabat gubernur pada provinsi pemekaran harus orang asli Papua.
Hal ini dimungkinkan karena sesuai amanat Pasal 12 huruf a, Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua yang dirubah menjadi Undang-Undang Nomor No 2 Tahun 2021, yang menjadi Gubernur dan Wakil Gubernur Papua adalah orang asli Papua.
Paskalis menambahkan, seluruh perangkat hukum yang menjiwai kekhususan Papua sudah lengkap. Tinggal kemauan politik Presiden melaksanakan amanat otonomi khusus tersebut secara konsisten dan konsekuen.
Karena itu, ASN Papua yang menduduki eselon 2 di tingkat provinsi dan kabupaten atau kota direkrut dan diuji kompetensinya menjadi calon ASN yang layak mengisi pos penjabat gubernur di provinsi pemekaran.
Dengan demikian Presiden menghormati semangat kekhususan Papua di mana titikberatnya pada penghormatan, perlindungan, dan pemberdayaan serta pengakuan hak-hak dasar orang asli Papua.
“Setelah uji kompetensi dan kelayakan, ASN orang asli Papua yang menduduki eselon 2 dikatrol menjadi eselon 1 pada kementerian atau lembaga pemerintah pusat sebagai syarat Undang-Undang untuk mengisi pos penjabat gubernur,” katanya.
Menurutnnya, langkah kebijakan seperti ini sesungguhnya tidak menyalahi prosedur hukum dalam konteks suatu wilayah dengan status kekhususan (specialis). Dalam asas hukum lex specialis dijamin bahwa jika terjadi pertentangan antara Undang-Undang yang khusus dengan Undang-Undang yang bersifat umum, maka yang berlaku adalah Undang-Undang yang bersifat khusus. Singkatnya, aturan hukum yang bersifat Khusus mengesampingkan aturan hukum yang bersifat umum (lex specialis derogat legi generali).
Berdasarkan asas hukum lex specialis derogat legi generali tersebut maka jelas bahwa Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2021 tentang Otonomi Khusus Papua mengesampingkan Undang-Undang ASN yang bersifat umum yang mengatur tentang eselonisasi di lingkungan ASN.
“Mengacu pada semangat asas tersebut, pemerintah tidak kaku mengambil kebijakan tegas. Artinya, yang menjadi penjabat gubernur di tiga provinsi baru di Papua harus orang asli Papua. Kita bukan mengemis. Bukan pula minta belas kasihan pemerintah tetapi menuntut hak yang dijamin konstitusi negara,” tandas Paskalis. (Ansel Deri/Odiyaiwuu.com)