JAKARTA, ODIYAIWUU.com — Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Republik Indonesia asal Papua Herlina Murib mengatakan, pembahasan rencana pembentukan provinsi baru di tanah Papua harus dihentikan. Wacana pembentukan provinsi baru yang berkembang liar selama ini kemudian membelah masyarakat tanah Papua dalam pro-kontra, bukan murni aspirasi murni orang asli Papua (OAP). Karena itu, senator perempuan asli Papua kelahiran Mulia, Kabupaten Puncak ini mengingatkan pemerintah agar mempertimbangkan serius pembentukan provinsi baru di seluruh wilayah tanah Papua.
“Presiden Joko Widodo perlu segera membentuk tim antar kementerian maupun lembaga untuk turun ke setiap kabupaten atau kota di seluruh wilayah tanah Papua. Tim itu perlu bertemu masyarakat guna mendengar langsung ikhwal rencana pembentukan provinsi baru. Apakah rencana provinsi baru itu sangat urgen atau sekadar ambisi oknum elite tertentu, itu yang akan diperoleh langsung tim itu saat bertemu warga masyarakat,” ujar Herlina Murib, anggota Komite I DPD RI kepada Odiyaiwuu.com saat dihubungi Selasa (22/2).
Menurut Herlina Murib, anggota DPD RI dua periode itu, rencana pembentukan provinsi baru di tanah Papua telah menimbulkan kemarahan masyarakat di daerah karena memandang pemekaran bukan menjadi kebutuhan mendesak. Oleh karena itu, persoalan serius ini juga disampaikan Herlina saat berlangsung Sidang Paripurna DPD ke-VIII RI Masa Sidang III Tahun Sidang 2021-2022, Jumat (18/2).
“Saat Sidang Paripurna DPD ke-VIII RI Masa Sidang III Tahun Sidang 2021-2022, Jumat (18/2) lalu, saya secara tegas sudah sampaikan bahwa pembahasan provinsi baru di tanah Papua harus dihentikan mengingat gelombang penolakan masyarakat di tingkat bawah sangat besar,” tegas Herlina Murib, mantan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Puncak, Papua.
Senator perempuan yang vokal ini mengingatkan, persoalan mendasar di tanah Papua bukan diselesaikan dengan memekarkan dua provinsi itu. Selain itu, masalah kekerasan masih saja terjadi di hampir semua kabupaten kota dan masyarakat lokal selalu jadi korban. Begitu juga aparat keamanan juga mengalami nasib naas. Pemerintah perlu juga serius menyelesaikan berbagai kasus pelanggaran HAM yang menimpa masyarakat lokal.
Pada bagian lain, ujar Herlina Murib, pihak Komite I dalam Masa Sidang III Tahun Sidang 2021-2022 pada 13-15 Februari lalu juga telah melakukan serangkaian kegiatan inventarisasi materi penataan daerah di Papua dan Papua Barat pasca perubahan UU Otsus Papua. Komite I, ujarnya, juga menemukan bahwa rencana pemekaran provinsi di tanah Papua bukan aspirasi genuine dari masyarakat asli sehingga rencana pembentukan provinsi baru di tanah Papua ditinjau kembali
“Presiden Joko Widodo perlu segera membentuk tim antar kementerian maupun lembaga agar turun langsung untuk bertemu masyarakat. Presiden Jokowi dan jajaran pemerintahan perlu serius memandang Otsus sebagai jalan menghargai masyarakat lokal dengan sumber daya alam melimpah tetapi bukan lewat penambahan provinsi baru. Saya pikir Pak Presiden Jokowi memiliki hati dengan masyarakat tanah Papua. Hentikan terlebih dahulu kekerasan yang terjadi selama ini dengan pendekatan yang humanis demi harkat dan martabat manusia Papua,” kata Herlina Murib.
Anggota Badan Legislasi (Baleg) Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia Yan Permanes Mandenas, S.Sos, M.Si mengemukakan, Partai Gerindra meminta pemerintah mempertegas kejelasan tapal batas calon daerah otonom baru (DOB) di Papua. Tapal batas wilayah DOB tersebut, kata Yan Mandenas, selama pemekaran daerah otonom baru di Papua masih menjadi masalah, sengketa hingga saat ini.
“Misalnya kita bicara sengketa tapal batas di wilayah tambang emas PT Freeport Indonesia. Nah, tapal batas beberapa kabupaten di wilayah penambangan Freeport Indonesia belum clear, belum jelas. Nah, apalagi sekarang dengan tapal batas calon daerah otonom baru di tingkat provinsi. Kalau tapal batas wilayah ini belum tuntas, saya yakin akan terjadi tarik-menarik antara masyarakat di tingkat lokal,” ujar Yan Mandenas saat dihubungi Odiyaiwuu.com di Jakarta, Senin (21/2).
Menurut Yan Mandenas, politisi Partai Gerindra, permintaan penegasan terkait tapal batas daerah otonom baru di Papua juga sudah ia sampaikan di hadapan pimpinan dan anggota Baleg DPR RI saat berlangsung Rapat Pleno dengan agenda melanjutkan harmonisasi Rancagan Undang-Undang (RUU) tentang Provinsi Papua, Papua Selatan, Papua Tengah, Papua Pegununungan Tengah, Papua Barat, dan Papua Barat Daya di Ruang Rapat Baleg, kompleks DPR/MPR RI Senayan, Jakarta, Rabu (16/2).
Ia mencontohkan, rencana pemekaran DOB di Mamberamo Tengah tahun 2009, tapal batas Mamberamo Raya dengan Kabupaten Tolikara juga belum tuntas diselesaikan oleh pemerintah. Oleh karena kenyataan itu, hingga kini masih menjadi tarik-menarik, konflik pemerintah daerah. Termasuk masyarakat di tapal batas dua kabupaten tersebut, malah mereka bingung saat Pilkada apakah mereka masuk wilayah Mamberamo Raya atau Tolikara.
“Jadi, kalau berlangsung Pilkada terpaksa ikut dua-dua. Nah, ini unik juga. Jadi saya pikir hal ini harus dipertegas kembali. Kemudian, terkait kriteria pembagian wilayah berdasarkan amanat Undang-Undang Nomor 2 tahun 2021, itu harus dilihat kembali. Saya sudah pernah tegaskan bahwa kita tidak bisa membagi wilayah berdasarkan kemauan daerah, aspirasi,” lanjut Yan Mandenas, anggota DPR yang membidangi masalah intelijen.
Mengapa hal itu penting, ujar Yan Mandenas, karena syarat dan ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 2 tahun 2021, pembagian wilayah di situ sudah secara tegas diatur. Tetapi, pihaknya mengingatkan agar pembagian wilayah juga harus dievaluasi kembali sehingga penempatan wilayah kabupaten misalnya masuk ke wilayah Provinsi A atau B nantinya. Hal tersebut penting agar tidak menimbulkan dinamika yang berkepanjangan terkait masalah wilayah-wilayah apakah masuk di Provinsi A,B atau C, dan seterusnya. (Ansel Deri /Odiyaiwuu.com)