Papua dan Ujian Prabowo Gibran - Odiyaiwuu.com | Membahagiakan Kehidupan
OPINI  

Papua dan Ujian Prabowo Gibran

Ansel Deri, mahasiswa Magister Studi Pembangunan UKSW Salatiga, Jawa Tengah. Foto: Istimewa

Loading

Oleh Ansel Deri

Mahasiswa S2 Studi Pembangunan UKSW Salatiga

PARA gubernur seluruh tanah Papua (selanjutnya, Papua) empat daerah otonom baru (DOB) menyambangi Komisi II DPR di Gedung DPR/MPR RI, Senayan, Jakarta, Kamis (13/3). Sepintas, terbaca ada kegelisahan menumpuk dalam hati. Para gubernur yang baru saja terpilih dalam pilkada serentak 2024 tentu gelisah bersama rakyat di wilayahnya masing-masing. Suasana kebatinan itu tentu segera merambat dalam sanubari rakyat di wilayahnya masing-masing. 

Undang-Undang (UU) Nomor 2 Tahun 2021 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua di level implementasi, terutama pasca pilkada 2024, para pemimpin dan masyarakat masih melewati jalan terjal berliku memajukan daerahnya masing-masing setelah langkah efisiensi anggaran dilakukan pemerintah.

Pemerintah sebelumnya menerbitkan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2025 tentang Efisiensi Belanja dalam Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Tahun Anggaran 2025. 

Tujuannya untuk meningkatkan efektivitas pengelolaan keuangan negara dengan mengoptimalkan alokasi anggaran dan mengurangi pengeluaran yang tidak perlu. Status khusus Papua dengan modal UU Otsus terkena imbas efisiensi yang berujung para gubernur bumi Cenderawasih menyambangi para wakil rakyat di Senayan.

Langkah efisiensi APBN dan APBN pemerintah tak tanggal menyentuh Papua meski ‘potongan Surga’ yang jatuh ke bumi di wilayah paling timur Indonesia itu sudah dilapis status otonomi khusus. Setiap berganti rezim, sentra perhatian para pemimpin atas Papua sangat besar. 

Ruang besar para gubernur di tanah Papua pasca pilkada bekerja keras memaksimalkan semua resources memajukan masyarakat dan daerah dengan sokongan dana bersumber APBN dan APBD dipastikan semakin menyempit. Harapan menggunung para gubernur dan masyarakat di daerahnya masing-masing dikhawatirkan hanya utopis. 

Janji pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden di bawah Kabinet Merah Putih bersama jajaran pemerintah mulai pusat hingga Papua dikhawatirkan sulit terwujud. Pemerintah dan masyarakat dipastikan semakin sulit diyakinkan bahwa otsus Papua sungguh-sungguh hadir sebagai juruselamat kemajuan dan kesejahteraan serta kebaikan bersama komunitas (bonum commune communitatis) masyarakatnya. Mengapa?

Komitmen pemimpin

Publik tentu percaya kehadiran dua pemimpinnya, Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka. Keduanya, bersama jajaran kementerian dan lembaga serta pemerintah daerah memiliki komitmen kuat memajukan negeri ini agar terjadi pemerataan secara berimbang dan warganya sejahtera lahir batin. 

Komitmen Prabowo, misalnya, muncul saat saat menghadiri acara peluncuran Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (Danantara) di Istana Kepresidenan Jakarta, Senin (24/2). Sebagai Presiden dan Kepala Negara, Prabowo kembali menegaskan komitmennya untuk mewujudkan pemerintahan yang bersih dan bebas korupsi, serta memanfaatkan sumber daya nasional secara bijaksana. 

Tak sampai di situ. Bersama jajaran pemerintah yang dipimpinnya, Prabowo bertekad membangun pemerintahan bersih, bebas korupsi dan akan melawan korupsi dengan segala upaya. Prabowo juga menekankan pengelolaan sumber daya nasional dilakukan secara bijak, termasuk sektor strategis seperti pertanian dan teknologi untuk memperkuat perekonomian Indonesia. 

Namun, komitmen Prabowo dan Gibran masih jadi tanda tanya dan ujian mencermati kehadiran para gubernur setanah Papua di Senayan ihwal langkah efisiensi. Ujian keberpihakan pemerintahan Prabowo Gibran atas Papua dapat dideteksi dalam sejumlah aspek. 

Pertama, sejak terbentuknya empat daerah otonom baru (DOB) provinsi di tanah Papua seperti Provinsi Papua Tengah, Papua Pegunungan, Papua Selatan, dan Papua Barat Daya belum nampak komitmen pemerintah pusat melalui APBN membangun kantor-kantor pemerintah provinsi.

Kedua, komitmen Prabowo dan Gibran atas Papua belum nampak. Padahal, jauh sebelumnya komitmen atas Papua sudah disampaikan tak hanya Prabowo tetapi juga Gibran. Saat kampanye Pilpres didampingi Bahlil Lahadalia, Tim Kerja Strategis (TKS) Prabowo-Gibran di Jayapura, Jumat (26/1 2024), Gibran mengaku bertekad kuat untuk mewujudkan dan melanjutkan pemerataan pembangunan serta pertumbuhan ekonomi di Papua.

Ketiga, Prabowo Gibran sungguh berkomitmen membangun masyarakat dan daerah guna meraih kesejahteraan di era otsus Papua. Gibran berkomitmen membangun Indonesia bukan hanya dari Jawa tetapi juga dimulai dari Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) hingga Papua. Begini pengakuan Gibran. “Mas Gibran mengatakan kepada saya ‘Pak Bahlil, ndak boleh kita membangun Indonesia hanya dari Jawa saja, juga harus membangun Indonesia dari Aceh sampai Papua’,” kata Bahlil menirukan kata-kata Gibran di Jakarta, Sabtu (27/1 2024).

Keempat, kehadiran Penjabat Gubernur Papua Pegunungan Velix Vernando Wanggai, Gubernur Papua Selatan Apolo Safanpo, Gubernur Papua Tengah Meki Fritz Nawipa, Gubernur Papua Barat Dominggus Mandacan, dan Gubernur Papua Barat Daya Elisa Kambu, dan sejumlah pejabat provinsi pasca pilkada 2024 adalah ekspresi ‘kekecewaan’ pemerintah pusat mengarahkan perhatian terhadap Papua meski usia pemerintahan Prabowo Gibran belum genap setahun.

Kelima, di hadapan anggota Komisi II DPR, Velix Wanggai menegaskan bahwa selama tiga tahun hadirnya empat provinsi DOB di tanah Papua perlu dibangun rasa percaya, trust building masyarakat atas kehadiran provinsi-provinsi baru itu di era otsus. 

Papua Pegunungan meski dikategorikan pemerintah pusat sebagai daerah rawan tinggi, namun ia mengaku bersyukur dalam kontestasi politik Pemilu baik pilpres, pileg maupun pilkada provinsi dan pilkada di delapan kabupaten berjalan aman dan sukses.

Velix juga mengusulkan agar alokasi pembiayaan pembangunan kantor Gubernur,  MRP, dan DPRP di empat DOB provinsi bersifat khusus berada di bawah Kementerian Dalam Negeri, terpisah dari alokasi di Kementerian PUPR. 

Tanggungjawab negara

Papua di era otonomi khusus jilid pertama hingga memasuki jilid kedua masih menyimpan aneka persoalan. Otsus belum sepenuhnya menjawab berbagai persoalan dasar seputar kemiskinan, ketidakadilan, dan trauma akibat tindakan kekerasan yang terjadi saban waktu di tengah masyarakat, termasuk aspek hak-hak asasi manusia (HAM). Persoalan dasar di atas bahkan sudah berlangsung jauh sebelum dan sejak otsus lahir. Tanggung jawab negara melalui pemerintahan yang legitimate menjadi keharusan bahkan kebutuhan mendesak.

Dalam bukunya Heboh Papua (2010), analis dan pengamat Papua Amiruddin al Rahab mengatakan, sesungguhnya tidak ada yang baru dalam landscape HAM dan sosial politik. Oleh karena tidak ada yang baru maka keadaan HAM dan sosial politik di Papua selalu menarik banyak kalangan. Sejak 40 tahun lalu masalah dasar Papua sama: kemiskinan, ketidakadilan, dan trauma akibat tindakan kekerasan. 

Sedangkan Alexandro Rangga dalam Papua: Antara Berkat dan Kutuk (2023) menegaskan, empat DOB provinsi di tanah Papua membawa konsekuensi seperti pergeseran 94 aparatur sipil negara (ASN) ke Papua Barat Daya, namun belum memenuhi kuota yang dibutuhkan, termasuk rekrutmen ASN orang asli Papua yang belum sesuai UU Otsus Papua.

Tak hanya persoalan tersebut di atas. Bahkan di hadapan anggota Komisi II DPR, Kamis (13/3), Meki Nawipa menegaskan, apabila pemerintah pusat memberikan dana otsus kepada orang Papua di empat provinsi DOB jangan setengah-setengah tapi dikasih full, penuh.  Sedang di sisi lain para gubernur dituntut untuk melakukan semua hal.

Apesnya, Inpres Nomor 1 Tahun 2025 tentang Efisiensi Belanja dalam Pelaksanaan APBN dan APBD Tahun Anggaran 2025 juga terkesan ‘menjegal’ otsus Papua di tingkat implementasi. Tak hanya dana otsus Papua dipangkas tetapi juga dana alokasi umum (DAU) dan dana alokasi khusus (DAK). 

Di sini, ujian tambahan pemerintahan Prabowo Gibran muncul. Bila ujian itu tak terwujud, maka keluhan rakyat bumi Cenderawasih bahwa otsus Papua masih setengah hati benar adanya. Lalu keluhan khas rakyat Papua segera terdengar di kampung-kampung di ujung timur tanah Melanesia: Pele…. Sunggu mati…..

Sumber: jpnn.com, Senin, 31 Maret 2025

Tinggalkan Komentar Anda :