SUDAH lebih dari dua dekade sejak Timor Leste meraih kemerdekaannya melalui referendum pada tahun 1999. Namun, hingga kini, masih ada sebagian warga negara Indonesia yang menyimpan luka dan kekecewaan atas peristiwa tersebut. Sayangnya, perasaan itu sering kali diekspresikan dalam bentuk hinaan dan hujatan terhadap Timor Leste, terutama di media sosial. Fenomena ini sangat disayangkan dan harus segera dihentikan.
Timor Leste adalah negara yang berdaulat, dan kemerdekaannya diakui secara internasional, termasuk oleh Indonesia. Apapun pendapat kita tentang sejarah masa lalu, fakta bahwa Timor Leste telah menjadi negara merdeka tidak bisa dibantah. Menghina dan merendahkan bangsa lain, apalagi negara yang pernah menjadi bagian dari kita, bukanlah tindakan yang mencerminkan kebesaran jiwa. Sebagai bangsa yang mengaku beradab, Indonesia harus mampu menerima kenyataan sejarah dengan sikap yang lebih dewasa dan bijaksana.
Sikap menghina Timor Leste tidak hanya menunjukkan ketidakdewasaan, tetapi juga merusak citra Indonesia di mata dunia. Indonesia sering membanggakan diri sebagai bangsa yang ramah dan menghormati sesama. Namun, jika warganya masih terus mencemooh Timor Leste, bagaimana dunia akan melihat kita? Sikap seperti ini justru memperlihatkan ketidaksiapan sebagian masyarakat dalam menerima realitas dan bergerak maju.
Media sosial sering kali menjadi ladang subur bagi ujaran kebencian. Banyak akun-akun yang masih melontarkan hinaan terhadap Timor Leste dengan berbagai narasi, mulai dari menyebut negara tersebut sebagai “negara miskin,” “negara gagal,” hingga membanding-bandingkannya dengan Indonesia secara merendahkan. Perilaku seperti ini tidak hanya tidak berperikemanusiaan, tetapi juga melanggar nilai-nilai luhur yang diajarkan dalam budaya kita. Tidak ada manfaat yang bisa didapat dari merendahkan bangsa lain, selain memperburuk hubungan antarnegara dan menambah perpecahan di antara masyarakat.
Kita juga perlu menyadari bahwa masa lalu tidak bisa diubah. Timor Leste telah memilih jalannya sendiri, dan kita harus menghormati pilihan tersebut. Jika masih ada kekecewaan di hati sebagian orang, seharusnya hal itu menjadi pelajaran untuk membangun hubungan yang lebih baik di masa depan, bukan malah menjadi alasan untuk terus menghina dan menebar kebencian. Apalagi, Timor Leste dan Indonesia memiliki sejarah yang panjang, termasuk hubungan sosial dan budaya yang erat. Banyak masyarakat Timor Leste yang memiliki ikatan keluarga dengan warga Indonesia. Oleh karena itu, tidak ada alasan bagi kita untuk terus menanamkan kebencian terhadap negara tetangga ini.
Sebagai bangsa yang besar, Indonesia harus menjaga adabnya. Menghormati negara lain, terutama yang pernah memiliki sejarah bersama kita, adalah bagian dari kedewasaan dalam berbangsa dan bernegara. Kita bisa memilih untuk menjadi bangsa yang terus mengungkit masa lalu dengan kebencian, atau menjadi bangsa yang melangkah maju dengan sikap penuh hormat dan persahabatan. Kita perlu memahami bahwa hubungan antarnegara yang baik akan memberikan manfaat bagi kedua pihak, baik dalam bidang ekonomi, politik, maupun budaya.
Saat ini, Indonesia dan Timor Leste telah menjalin hubungan diplomatik yang baik. Kedua negara bekerja sama dalam berbagai bidang, mulai dari ekonomi hingga pendidikan. Menghina Timor Leste justru bertentangan dengan semangat diplomasi yang telah dibangun selama ini. Sudah saatnya kita berhenti menghina Timor Leste dan menyebarkan kebencian di media sosial. Hormatilah pilihan mereka untuk merdeka, sebagaimana kita juga selalu ingin dihormati sebagai bangsa yang berdaulat.
Masa lalu tidak boleh menjadi penghalang bagi hubungan baik di masa depan. Saatnya kita menatap ke depan dengan sikap yang lebih bijak, lebih dewasa, dan lebih manusiawi. Jika kita ingin disebut sebagai bangsa yang beradab, maka tunjukkanlah sikap yang benar-benar mencerminkan peradaban. Mari kita tinggalkan kebencian dan membangun hubungan yang lebih harmonis dengan Timor Leste, demi masa depan yang lebih baik bagi kedua negara. (Editor)