Putra Mendiang Eks Karyawan PT Freeport Indonesia Jadi Cleaning Service Bantu Ibunya Biayai Kuliah - Odiyaiwuu.com | Membahagiakan Kehidupan

Putra Mendiang Eks Karyawan PT Freeport Indonesia Jadi Cleaning Service Bantu Ibunya Biayai Kuliah

Yohanis Carli Tebai alias Carli Tebai, mahasiswa PGSD Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan (STKIP) Terang Bangsa Timika, Kabupaten Mimika, Papua Tengah. Kuliah dengan biaya ibu dan Agustinus Keiya sejak ayahnya meninggal dunia. Foto: Istimewa

Loading

TIMIKA, ODIYAIWUU.com — Yohanis Carli Tebai adalah salah satu contoh generasi muda tanah Papua yang tak mudah putus asa dalam upaya menggapai cita-cita. Sejak tamat SMK jurusan Manajemen Perhotelan Timika, ia membulatkan tekad mewujudkan cita-cita menjadi orang berguna melalui pendidikan formal.

“Mama saya jual noken di Timika. Setiap hari penghasilannya paling besar Rp 100 ribu. Hasil jualan mama ini ditambah gaji saya sebagai petugas kebersihan, cleaning service dan dari om saya, Agustinus untuk biaya kuliah. Om Agus guru SMKN 1 Idakebo di Mowanemani, Dogiyai,” ujar Carli Tebai kepada Odiyaiwuu.com dalam sebuah obrolan santai belum lama ini. 

Carli menceritakan, kedua orangtuanya Karolus Tebai dan Bernadeta Keiya berasal dari Kampung Mauwa, Distrik Kamuu, Kabupaten Dogiyai, Provinsi Papua Tengah. Orangtua ini meninggalkan Mauwa semasih muda lalu tinggal bersama kerabat sang ayah di Timika, kota Kabupaten Mimika. Pasutri ini menikah saat usia mereka sekitar dua puluhan tahun.

“Kami tiga bersaudara. Pertama, Kakak sulung saya Jakobus Jeki Tebai dan adik perempuan saya, Elisabeth Tebai. Ade Elis sekarang kelas tiga SMK. Kalau kaka Jeki tamat SMK jurusan perkantoran,” kata Carli lebih lanjut.

Carli mengisahkan, ayahnya menjadi karyawan PT Freeport Indonesia sekitar tahun 1998-an. Kemudian, sekitar Oktober 2014 kaki ayahnya terpotong saat bekerja sehingga jadi lumpuh dan tidak bekerja lagi. Saat sakit, biaya pengobatan sang ayah ditanggung Freeport Indonesia.

“Saat kerja kaki bapa tertindis batu lalu lumpuh. Bapa sempat dirawat ke Jakarta saat saya kelas IV SD Smirna Timika tetapi akhirnya bapa meninggal dunia. Kami selalu bersyukur kepada Tuhan karena sebelum meninggal bapa sudah membangun rumah kami. Jadi, sejak itu mama jualan noken untuk bantu juga biaya kuliah saya. Mama jualan noken untuk biayai ade saya,” kata Carli.

Carli mengisahkan, sejak ayahnya meninggal biaya sekolah ditanggung sang ibu dan dibantu adiknya, yang dibiayai sekolah mendiang ayahnya dan ibu. Setelah tamat SMP Tunas Bangsa Timika, Carli lanjut di SMA Bernardus Timika jurusan Perhotelan, Mimika.

“Latar belakang saya dari SMK jurusan Perhotelan. Tetapi, saya memutuskan masuk kuliah PGSD di Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan (STKIP) Terang Bangsa Timika. Saya berniat menjadi guru di pedalaman tanah Papua agar bisa membantu adik-adik saya meraih masa depan yang lebih baik melalui pendidikan formal,” ujar Carli, yang saat ini duduk di semester tiga.

Carli mengisahkan, awalnya ia kuliah ia membayar Rp 8.690.000 setelah dikasih diskon dari kampus. Awal masuk kuliah, ujar Carli, dibantu omnya, Agustinus. Selebihnya, ia mengaku membayar sendiri biaya kuliah dari kerja sebagai cleaning service di sebuah hotel di Timika. Sedangkan, sang adik yang saat ini duduk di SMP Tunas Bangsa dibiayai ibunya dari merajut noken.

“Setiap semester saya bayar SPP Rp 2.999.000. Pilihan kuliah PGSD datang dari saya sendiri. Selain itu, dorongan om saya yang sudah terlebih dahulu menjadi guru. Saya berniat jadi guru di daerah pedalaman karena belakangan saya lihat banyak anggota TNI dan Polri malah membantu menjadi guru dan tenaga kesehatan di daerah pedalaman tanah Papua. Saya berdoa dan berharap dua profesi ini mesti kami hadir sebagai anak asli Papua,” katanya.

Menurutnya, ada kegelisahan dalam hatinya. Pertanyaan terus menggelayut dalam hati, mengapa kami generasi muda Papua tidak terjun menjadi guru atau tenaga kesehatan di pedalaman, pelosok tanah Papua. 

Pertanyaan retoris itu selalu muncul dalam hati sehingga Carli memutuskan kuliah PGSD agar kelak mengabdi sebagai pahlawan tanpa tanda jasa di kampung halamannya, tanah Papua dengan dukungan ibu dan omnya.

“Satu nasehat bapa kepada saya, kelak saya harus memperhatikan mama tanpa lupa pendidikan. Jadi, setelah bapa meninggal, saya kerja sambil kuliah dibantu mama dan om. Sebelum bapa meninggal beliau menitip nasehat dan pesan itu kepada saya. Nasehat dan pesan itu yang selalu saya pegang menjadi semangat sampai saat ini,” ujar Carli dengan mata sembab menahan tangis. (Ansel Deri/Odiyaiwuu.com)

Tinggalkan Komentar Anda :