TANGERANG, ODIYAIWUU.com — Mahasiswa Papua perlu menyadari diri bahwa usai menunaikan kuliah dengan mengatongi ijazah mereka harus menjadi pelaku perubahan di daerah asalnya atau di mana saja bekerja sesuai dengan bidang atau disiplin ilmu.
Sebagai intelektual dan calon pemimpin masa depan usai meninggalkan bangku kuliah mereka tak sekadar mengaplikasikan ilmu pengetahuan tetapi juga perlu menyiapkan diri dengan aneka ketrampilan, skill agar mampu bersaing dengan rekan-rekannya dari perguruan tinggi lainnya. Mahasiswa dengan kualifikasi akademik dan kapabilitas personal mumpuni, juga dituntut mengasah ketrampilan dan tetap merawat kecerdasan intelektual, emosional, spiritual dan transendental di tengah masyarakat.
“Banyak mahasiswa Papua lulus dengan nilai bagus namun tapi tidak membekali diri dengan ketrampilan. Saat kembali daerahnya mereka malah jadi penonton bahkan menganggurkan diri di tengah peluang ketersediaan lapangan kerja,” ujar Ketua Yayasan Bina Teruna Indonesia Bumi Cenderawasih (Binterbusih) Pascalis Abner ketika tampil sebagai pembicara saat berlangsung kegiatan pendampingan studi yang diselenggarakan Koordinator Wilayah Binterbusih Jakarta di Rumah Ret-Ret Cannosa Bintaro, Tangerang Selatan, Banten, Sabtu-Minggu (2-3/4).
Menurut Pascalis Abner, Papua masih memiliki peluang atau lapangan kerja menjanjikan bagi mahasiswa Papua usai merampungkan studi. Namun, kerapkali mengalami kendala di tengah persaingan ketat yang selain memerlukan kemampuan akademik tetapi juga menuntut kompetensi dan ketrampilan lainnya agar mudah bersaing. Teori dan kualifikasi akademik, katanya, perlu namun juga diimbangi skill, ketrampilan.
Anggota Tim Pembina Yayasan Binterbusih Paskalis Avenia Eucarist juga tampil membedah soal pentingnya mahasiswa aktif dalam berbagai diskusi, pelatihan kewirausahaan, dan aktif di organisasi kemasyarakatan intra maupun ekstra universiter. Kegiatan seperti itu sangat penting untuk melatih ketrampilan mengemukakan pikiran maupun pendapat bahkan jiwa kewirausahaan agar kelak tak mengalami kesulitan saat bekerja.
“Mahasiswa perlu aktif dalam diskusi dan pelatihan. Dari sana mereka juga memiliki pengalaman tambahan sehingga saat kembali ke Papua tak ada kesulitan menyesuaikan diri. Walaupun memang kadang tidak mudah karena aneka kesibukan kuliah tetapi melalui diskusi dan pelatihan mereka mendapatkan tambahan ilmu dan pengalamannya,” kata Ari, sapaan akrabnya.
Koordinator Binterbusih Jakarta Methodius Kossay mengatakan, kegiatan pendampingan studi mengusung tema Tanpa Ketrampilan Tidak Dapat Pekerjaan dalam benuk diskusi diberikan kepada para mahasiswa penerima beasiswa Yayasan Pengembangan Masyarakat Amungme dan Kamoro (YPMAK) yang sedang menimba ilmu di wilayah Jakarta. YPMAK merupakan yayasan di bawah PT Freeport Indonesia yang concern di bidang pendidikan bagi mahasiswa dan mahasiswi terutama dari suku Amungme dan Komoro di wilayah Kabupaten Mimika. Sebanyak 26 dari total 64 mahasiswa penerima beasiswa YPAK terlibat dalam kegiatan ini.
“Kami selenggarakan kegiatan pendampingan studi ini untuk mengevaluasi dan memonitor perkembangan nilai akademik mahasiswa selama satu semester atau semester berjalan. Dari kegiatan pendampingan kami mengetahui sekaligus menyemangati para mahasiswa agar segera menyelesaikan kuliah tepat waktu,” kata Methodius Kossay, mahasiswa Program Doktor Ilmu Hukum Universitas Trisakti, Jakarta.
Menurut Metho, umumnya masih banyak mahasiswa Papua belum memahami perkembangan akademiknya. Misalnya, berapa banyak satuan kredit semester (SKS) yang harus diambil setiap semester untuk jenjang Strata 1 (S1) sesuai dengan indeks prestasi kumulatif (IPK) yang diraih. Begitu juga mata kuliah prasyarat yang harus ditempuh saat menyelesaikan tugas akhir seperti menulis skripsi. “Inilah pentingnya kami adakan kegiatan pendampingan studi atau PS untuk memberikan pemahaman kepada mahasiswa khususnya penerima program beasiswa YPMAK di Jakarta,” ujar Metho.
Rocky Karopukaro, penerima beasiswa YPMAK mengaku, selain sibuk menyelesaikan kuliah ia juga membuka usaha Café Kopi Klaten di Jalan Otista Raya, Kelurahan Bidara Cina, Jatinegara, Jakarta Timur. Usaha ini selain untuk membiayai kehidupan di kos namun lebih dari itu mahasiswa dari keluarga kurang mampu ini adalah penikmat kopi.
“Saya selalu tertib membagi waktu antara kuliah dan mengembangkan café. Pandemi Covid-19 juga menguntungkan karena kuliah kebanyakan dilakukan secara virtual. Kadang kalau saya ke kampus untuk kuliah tatap muka, cafe saya percayakan kepada asisten saya. Usaha kecil tapi produktif ini bisa dilakukan siapa saja khususnya mahasiswa Papua. Namun, kadang gengsi dan malas lebih dominan,” kata Rocky, mahasiswa Universitas Trisakti Jakarta. (Ansel Deri/Odiyaiwuu.com)