JAYAPURA, ODIYAIWUU.com — Mahasiswa Universitas Cenderawasih (Uncen) Jayapura, Papua melalui kuasa hukumnya meminta para majelis hakim menerima dan mengabulkan gugatan para mahasiswa penghuni asrama Uncen untuk seluruhnya dalam sidang dengan agenda putusan akhir di Pengadilan Negeri (PN) Klas Ia Jayapura, Papua, Rabu (2/3).
Para mahasiswa juga meminta majelis hakim menyatakan Rektor Uncen dan Pengurus Besar Pekan Olahraga Nasional XX tahun 2021 melakukan perbuatan melawan hukum. Kasus tersebut bermula dari sidang kasus pengusiran paksa antara mahasiswa Uncen melawan Rektor Uncen dan Pengurus Besar PON XX tahun 2021.
“Semua fakta telah tertung dalam persidangan sehingga selaku kuasa hukum mahasiswa penghuni asrama mahasiswa rusunawa Waena dan unit Kangguru Abepura kami mengharapkan majelis hakim pemeriksa perkara dapat memutuskan menerima dan mengabulkan gugatan para penghuni asrama mahasiswa Uncen untuk seluruhnya. Kami juga meminta majelis hakim menyatakan bahwa Rektor Uncen dan PB PON XX tahun 2021 telah melakukan perbuatan melawan hukum,” kata kuasa hukum mahasiswa Uncen Emanuel Gobay dari Lembaga Bantuan Hukum Papua dalam keterangan tertulis kepada Odiyaiwuu.com dari Jayapura, Papua, Rabu (2/3).
Rektor Universitas Cenderawasih Dr Ir Apolo Safanpo, ST, MT saat diminta konfirmasi untuk menanyakan hal tersebut belum merespon. Saat ditanyakan tanggapannya melalui pesan singkat (short message service/SMS) WhatsApp terkait kasus pembongkaran atap rumah 8 asrama unit Kangguru di lingkup Uncen Abepura oleh pihak Rektorat yang dibantu aparat TNI-Polri pada Jumat, 21 Mei 2021 yang berujung gugatan yang tengah disidangkan pada Rabu (2/3) belum merespon pesan singkat tersebut.
Berikut juga pertanyaan apa solusi yang ditawarkan kepada para mahasiswa Uncen korban bongkaran asrama tersebut serta nasib para mahasiwa korban pembongkaran asrama tersebut terutama soal tempat tinggal, belum ada jawaban.
Selain itu, menurut Emanuel, pihaknya juga meminta majelis hakim menghukum Rektor Uncen dan PB PON XX Tahun 2021 untuk menyediakan tempat pindah sementara ke asrama lain yang tidak dilakukan renovasi atau membiayai sewa kamar sementara selama proses renovasi sampai kegiatan PON selesai dilaksanakan bagi penghuni asrama mahasiswa Uncen.
“Kami juga meminta majelis hakim menghukum Rektor Uncen dan PB PON XX tahun 2021 secara tanggung renteng untuk membayar segala kerugian akibat pengeluaran untuk membiayai tempat tinggal dan kerusakan barang milik penghuni asrama mahasiswa Uncen,” ujar Emanuel lebih jauh.
Pengusiran paksa
Kasus itu bermula sejak Rektor Uncen menandatangani Memorandum of Understanding (MoU) dengan PB PON XX tahun 2021 terkait penyelenggaraan PON XX Papua tahun 2021, di kala itu PB PON XX Papua meminta dukungan Rektor Uncen untuk menyediakan sarana dan akomodasi yang memadai, dalam hal ini asrama mahasiswa dan unit rusunawa yang dimilik Rektor Uncen.
Pada perkembangannya, PB PON XX Papua menyatakan, mmengingat dinamika dan polemik yang sedang terjadi saat ini antara para penghuni rusunawa yang belokasi di kampus Waena dengan pihak Uncen, dengan ini disampaikan bahwa PB PON XX Papua tidak dapat menggunakan rusunawa tersebut dalam penyelenggaraan PON XX Papua. Selanjutnya, PB PON XX Papua hanya akan menggunaan asrama mahasiswa Uncen yang berlokasi di kampus Uncen Abepura sebagaimana dalam Surat Nomor 591/02/03/7/III/2021 perihal penggunaan akomodasi rusunawa milik Uncen Jayapura.
Pada kesempatan lain, lanjut Emanuel, Rektor Uncen menyatakan secara khusus berkaitan dengan melindungi Rektor Universitas Cenderawasi terhadap mahasiswa Universitas Cenderawasi yang sebelumnya menempati asrama-asrama yang dilakukan renovasi oleh PB PON.
Fungsi ini akan diwujudkan dengan, “Rektor Uncen dalam bentuk menjamin kepada mahasiswa yang sebelumnya menempati asrama- asrama yang direnovasi akan diupayakan pindah sementara ke asrama lain yang tidak dilakukan renovasi. Alternatif kedua adalah Rektor Uncen akan berupaya sedapat mungkin untuk membiayai sewa kamar sementara selama proses renovasi sampai kegiatan PON selesai dilaksanakan.”
Inilah wujud perlindungan Rektor Uncen terhadap mahasiswa yang berpartisipasi pada agenda nasional yang dilaksanakan di papua sebagaimana termuat dalam Surat Nomor 1662/UN20/HK/2021, perihal tanggapan atas somasi LBH Jayapura kepada Rektor Uncen yang ditujukan kepada Ketua LBH Papua.
Berdasarkan keterangan Surat Nomor 591/02/03/7/III/2021, perihal penggunaan akomodasi rusunawa milik Uncen Jayapura yang dibuat oleh Ketua PB PON XX Papua dan Surat Nomor 1662/UN20/HK/2021, perihal tanggapan atas aomasi LBH Jayapura kepada Rektor Uncen yang ditujukan kepada Ketua LBH Papua yang dibuat oleh Rektor Uncen di atas secara langsung menunjukkan adanya hubungan hukum antara PB PON XX Papua dengan Rektor Uncen.
Selanjutnya, pada 10 dan 11 Mei 2021, Rektor Uncen dan PB PON XX Papua dibantu aparat keamanan dari Polsek Abepura dan Koramil Abepura melakukan pembongkaran atap rumah delapan unit asrama mahasiswa Uncen unit Kangguru Sakura yang terletak di dalam lingkungan kampus Uncen Abepura. Kemudian pada 21 Mei 2021 saat Rektor Uncen dan PB PON XX Papua dibantu aparat keamanan dari Polda Papua, Polresta Jayapura, dan Polsek Abepura dan Brimob bersama anggota TNI Koramil Abepura sebelum melakukan pengusiran paksa terhadap mahasiswa Uncen aktif dan pembongkaran anak tangga penghubung antara lain satu dengan lantai di atasnya asrama rusunawa Block A & B Kampwolker, unit 1 sampai 6 Kampwolker, asrama putri Kampwolker yang terletak di dalam lingkungan kampus Uncen Abepura dan kampus Uncen Waena.
Atas tindakan pembongkaran pada 10 dan 11 Mei 2021 serta 21 Mei 2021, berdampak rusaknya beberapa barang milik penghuni asrama mahasiswa rusunawa Uncen seperti yang terlihat dalam bukti foto secara langsung menunjukkan hubungan hukum antara Rektor Uncen dan PB PON XX Papua yang mengakibatkan terjadinya pelanggaran hukum dan HAM pada para penghuni asrama mahasiswa Uncen.
Emanuel menegaskan, dalam prinsip-prinsip HAM khususnya penggusuran dinilai dapat dibenarkan, ialah bahwa penggusuran harus dilaksanakan sejalan dengan ketetapan-ketetapan dari hukum HAM internasional yang relevan dan dengan prinsip-prinsip umum kerasionalan dan keproporsionalan.
Komite mempertimbangkan bahwa perlindungan prosedural yang harus diterapkan berkaitan dengan penggusuran paksa meliputi hal-hal sebagai berikut. Pertama, sebuah peluang atas pembicaraan yang tulus dengan orang-orang yang terimbas. Kedua, pemberitahuan yang memadai dan rasional kepada semua orang yang terimbas mengenai jadwal pelaksanaan pengusiran.
Ketiga, informasi mengenai penggusuran yang diajukan, dan, bilamana memungkinkan, mengenai fungsi alternatif dari tanah atau rumah itu, yang harus tersedia dalam waktu singkat bagi semua orang yang terimbas. Keempat, jika melibatkan kelompok-kelompok masyarakat, para pejabat pemerintah atau wakil-wakil mereka harus hadir selama pelaksanaan pengusiran. Kelima, semua orang yang melaksanakan pengusiran itu harus diidentifikasi secara tepat.
Keenam, pengusiran tidak boleh dilaksanakan dalam cuaca buruk atau pada malam hari kecuali memang dikehendaki oleh orang-orang yang terimbas. Ketujuh, ketetapan atas pemulihan oleh hukum. Kedelapan, ketetapan sejauh memungkinkan, atas bantuan hukum bagi orang-orang yang membutuhkannya untuk menuntut kompensasi melalui pengadilan. (Ansel Deri/Odiyaiwuu.com)