MOWANEMANI, ODIYAIWUU.com – Mantan Ketua Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) Kabupaten Dogiyai Matias Butu bersuara keras atas sepak terjang pimpinan dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Dogiyai, Provinsi Papua dalam menunaikan tugas pokok dan fungsinya terkait legislasi, anggaran (budgetting), dan pegawasan (controlling) di Dogiyai, kabupaten di wilayah Meepago.
Butu menilai, sudah dua tahun sebanyak 25 orang anggota DPRD Dogiyai menyandang predikat sebagai wakil rakyat yang terhormat. Namun kinerja buruk masih jadi tontonan publik di wilayah itu. Para wakil wakil rakyat malas mengadakan rapat-rapat terkait nasib rakyat dan daerah itu.
“Kebanyakan anggota DPRD Dogiyai tinggal di Nabire, kota Kabupaten Nabire, kabupaten tetangga. Aktifitas kantor DPRD Dogiyai tidak nampak. Setiap hari kantor DPRD tertutup, pencapaian program legislasi daerah (Prolegda) lambat, termasuk lamban membahas dan menetapkan APBD baik APBD Perubahan maupun APBD Induk 2022,” kata Matias Butu dalam keterangan tertulis yang diterima Odiyaiwuu.com di Jakarta, Selasa (14/12).
Butu mengatakan, sesungguhnya ekspektasi, harapan masyarakat begitu tinggi ingin melihat perubahan kinerja dari wakil-wakil yang dipilih pada Pemilu Legislatif 2019 itu. Wajah baru DPRD secara kelembagaan diharapkan membawa angin segar perubahan dalam perbaikan kinerja melayani masyarakat dan daerah yang telah memberi mandat formal menyalurkan aspirasi.
“Tapi sayang, di tengah eskpektasi yang tinggi itu, wakil rakyat Dogiyai sepertinya tak menunjukkan greget. Belum ada prestasi yang bisa ditonjolkan. Alih alih menunjukkan kinerja bagus, justru cerita ironis yang kerap muncul. Pimpinan dan anggota DPRD kita tidak buka kantor dan pemalas masuk kantor,” kata Butu.
Akibatnya, demikian Butu, masyarakat palang (tutup) kantor DPRD setelah mereka terlebih dahulu palang kantor Badan Pengelola Keuangan dan Aset (BPKAD) Dogiyai agar keinginan atau aspirasi mereka cepat direspon pemerintah daerah. Seharusnya kalau rakyat punya aspirasi atau masalah, kantor DPRD Dogiyai adalah tempat warga menyampaikan aspirasinya,” kata Butu.
Menurut Butu, para wakil rakyat juga terlambat melakukan berbagai sidang Dewan bersama pemerintah lewat dari batas waktu yang ditentukan pemerintah pusat. Buntutnya, para anggota DPRD terkena sanksi gaji mereka tidak dibayar selama tiga atau empat bulan berjalan. Ia juga menilai, dalih pengeluaran biaya politik DPRD semakin besar porsi gaji saat ini dianggap tidak mencukupi, tak beralasan.
“Apakah relevan biaya politik dijadikan dalih? Kalau saja biaya politik yang dijadikan alasan wakil rakyat minta kenaikan gaji secara nasional karena semua hak-hak wakil rakyat secara nasional dipotong atau dikurangi dari pusat sampai daerah maka yakin saja itu bukanlah solusi jitu. Soalnya, biaya politik adalah sesuatu yang sulit diukur dan bersifat tak terbatas, unlimited dan biaya politik bisa berbeda bagi setiap politisi,” tandas Butu.
Butu juga menyoroti besaran pendapatan DPRD Dogiyai merujuk Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 24 Tahun 2004 tentang Kedudukan Keprotokoleran dan Keuangan Pimpinan dan anggota DPRD dan perubahannya yang terakhir diubah dengan PP Nomor 21 Tahun 2007. Sesungguhnya, kata Butu, seluruh kebutuhan keseharian sebagai anggota DPRD Dogiyai dan secara nasional sudah ditanggung negara dalam jumlah yang relatif cukup besar.
“Ada kesan Kabupaten Dogiyai saat ini tidak memiliki DPRD Dogiyai. Kami sebagai rakyat menganggap tidak ada lagi DPRD karena tidak ada aktifitas formal. Saat ini entah kemana para wakil rakyat kami. Besar harapan kami agar pada Pemilu 2024 masyarakat Dogiyai warga mememilih wakilnya yang sungguh bersedia bekerja sebagai penyambung lidah rakyat. Wakil rakyat yang setiap hari mau bekerja agar semua aspirasi dan permasalahan rakyat bisa tersalur secara baik sesuai mekanisme dan prosedur,” kata Butu.
Tinggal di Nabire
Anggota DPRD Dogiyai Laurensius Goo mengaku, sejak dia dan rekan-rekannya dilantik sebagai anggota DPRD ada harapan besar warga masyarakat yang mengutus para wakil wakyat duduk di lembaga legislatif guna meneruskan aspirasi warga agar ditindaklanjuti pemerintah daerah. Namun, yang terjadi selama ini sejumlah wakil rakyat lebih banyak mencari-cari kesalahan Bupati maupun Wakil Bupati.
“Dari 25 anggota DPRD Dogiyai hanya sekitar 5 sampai 6 anggota DPRD yang tinggal di Dogiyai. Selebihnya, menetap di Nabire, kota Kabupaten Nabire, kabupaten tetangga. Mereka yang tinggal di Nabire juga baru ke Dogiyai untuk mengikuti sidang. Kalau ada sidang, ada yang datang namun lebih banyak yang tidak datang,” ujar Laurensius Goo, anggota DPRD Dogiyai kepada Odiyaiwuu.com di Jakarta, Selasa (14/12).
Wakil Ketua Dewan Pengurus Cabang PDI Perjuangan Kabupaten Dogiyai yang juga Ketua Badan Pembuatan Perda DPRD Dogiyai ini meminta agar pimpinan dan anggota DPRD Dogiyai perlu segera menggelar rapat guna mengurai persoalan serius yang tengah dialami di DPRD Dogiyai. Kondisi yang terjadi di DPRD, ujarnya, terkesan ada sejumlah rekan yang mencari-cari kesalahan eksekutif. Sebagian besar wakil rakyat lupa menunaikan tugas dan fungsinya yaitu fungsi legislasi, anggaran, dan pengawasan.
“Kadang saat mau mendekati sidang, lebih banyak mencari-cari kesalahan Bupati dan Wakil Bupati Dogiyai. Tugas pokok malah kami lupa. Ujungnya, kami mengorbankan kepentingan masyarakat Dogiyai. Apalagi lebih banyak anggota DPRD Dogiyai tinggal di Nabire, tak mengetahui persoalan yang dihadapi masyarakat, terutama di daerah pemilihan masing-masing anggota,” kata Laurensius Goo, sarjana Ilmu Politik lulusan Fakultas Ilmu Politik Universitas Satya Wiyata Mandala (Uswim) Nabire, Papua.
Bupati Dogiyai Yakobus Dumupa sebelumnya mengemukakan, lima Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) Kabupaten Dogiyai yang disampaikan dirinya kepada DPRD sejak Januari 2021 hingga Desember ini belum satupun diagendakan untuk dibahas kemudian ditetapkan menjadi Perda.
“Bulan Juni 2021 saya pernah meminta DPRD untuk mengagendakan membahas kelima Raperda yang kami sampaikan sebelumnya, tetapi tidak direspon secara serius. Hingga Desember ini DPRD Dogiyai belum mengadendakan untuk membahas kemudian menetapkan Raperda tersebut menjadi Perda. Kita tahu, tugas mengagendakan Ranperda untuk dibahas bersama Bupati dan eksekutif kemudian menetapkan Raperda tersebut menjadi Perda adalah salah satu tugas pokok DPRD,” ujar Bupati Yakobus Dumupa, Senin (13/12).
Menurut Dumupa, Magister Ilmu Pemerintahan lulusan STPMD “APMD” Yogyakarta, lima Raperda tersebut adalah Raperda tentang Penataan Kampung, Raperda tentang Pedoman Organisasi dan Tata Kerja Pemerintahan Kampung, Raperda tentang Badan Permusyawaratan Kampung, Raperda tentang Musyawarah Perencanaan Pembangunan Kampung, dan Raperda tentang Pengelolaan Keuangan Kampung.
Dumupa mengemukakan, sekalipun selama satu tahun lima Raperda tersebut diabaikan, tetapi masih ada satu masa sidang di akhir tahun, yaitu sidang penetapan RAPBD tahun anggaran 2022. DPRD Dogiyai, katanya, dapat memanfaatkan sidang ini untuk membahas kemudian menetapkan kelima Raperda tersebut menjadi Perda.
“Sebelum lima Ranperda tersebut dibahas kemudian ditetapkan menjadi Perda terlebih dahulu harus dilakukan pembahasan bersama dengan eksekutif, terutama Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Kampung Dogiyai sebagai pihak yang menyusun kelima Raperda tersebut,” kata Bupati Dumupa, mantan anggota Majelis Rakyat Papua.
“Saya berharap adanya kesadaran kelektif anggota DPRD pentingnya pelaksanaan tugas pokok dan fungsi mereka secara kelembagaan. Daripada menghabiskan waktu untuk bermanuver ke sana ke mari melaksanakan kegiatan-kegiatan yang tidak penting dan bukan tugas pokok mereka, lebih baik membahas dan menetapkan lima Raperda yang sudah kami ajukan sejak awal tahun ini,” tandasnya. (Ansel Deri/Odiyaiwuu.com)