JAYAPURA, ODIYAIWUU.com — Pihak Kejaksaan Tinggi (Kejati) Provinsi Papua saat ini tengah membidik kasus dugaan korupsi pengadaan dan operasional pesawat milik Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Mimika jenis Cessna Grand Caravan C 208 EX dan helikopter Airbus H-125 pada Dinas Perhubungan Mimika.
Dana pengadaan pesawat dan helikopter tersebut bersumber Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Tahun Anggaran 2015-2022 Pemkab Mimika disinyalir bermasalah.
“Saat ini Kejati Papua sedang menangani perkara atas laporan masyarakat terkait pengadaan operasional pesawat terbang jenis Cessna Grand Caravan C 208 EX dan helikopter Airbus H-125 pada Dinas Perhubungan Kabupaten Mimika,” ujar Kajati Papua Nikolaus Kondomo mengutip jawapos.com, Sabtu (27/8).
Menurut Nikolaus, dua pesawat yang milik Pemkab itu dipesan melalui Dinas Perhubungan Mimika untuk melayani masyarakat Mimika dan dianggarkan melalui dinas tersebut tahun anggaran 2015 bersumber APBD murni senilai Rp 79 miliar. Anggaran pembelian kemudian ditambah lagi pada APBD perubahan sebesar Rp 85 miliar lebih.
“Kadis Perhubungan Kabupaten Mimika melakukan kontrak kerja sama dengan Asian One Air tentang pengadaan dan operasional pesawat dengan nilai kontrak awal Rp 79 miliar lebih. Anggaran ini ada penambahan pada 14 September 2015 senilai Rp 6 miliar lebih sehingga nilai kontrak menjadi Rp 85,7 miliar,” ujar Nikolaus menambahkan.
Nikolaus merinci, pesawat Grand Caravan tersebut menyedot APBD senilai Rp 43 miliar. Sedangkan helikopter senilai Rp 43,8 miliar lebih. Jumlah tersebut ditambah dengan biaya mobilitas pesawat, pengadaan dan pemasangan AP, STOL, biaya pra operasional sehingga totalnya mencapai Rp 85,7 miliar lebih.
“Pembayaran dilakukan tiga tahap dengan uang muka sebesar 20 persen. Pembayaran termin pertama sebesar 70 persen dan termin kedua sebesar 30 persen. Atas penyidikan awal, diduga terjadi penyimpangan, yakni pembelian helikopter Airbus H125 menggunakan izin impor sementara, sehingga membuat status helikopter ini masih belum jelas karena membutuhkan re-ekspor setiap tiga tahun sekali,” kata Nikolaus lebih jauh.
Selanjutnya adalah tujuan utama pembelian pesawat adalah untuk melayani masyarakat Mimika belum sepenuhnya terpenuhi, namun sudah membebani Pemkab Mimika untuk menyediakan spare part, suku cadang dan pembayaran asuransi.
Kemudian adanya operasional yang belum dibayar pihak PT Asian One Air sebesar Rp 21,8 miliar kepada Pemkab Mimika. “Atas dasar ini, maka Kejaksaan Tinggi meningkatkan status kasus tersebut dari penyelidikan ke tahap penyidikan. Sebelumnya Kejaksaan Tinggi sudah melakukan penyelidikan dibantu pihak Kejaksaan Negeri Mimika dalam permintaan keterangan dan pengumpulan dokumen,” ujarnya.
Menurut Nikolaus, pihaknya akan melakukan pemeriksaan terhadap para saksi dalam hal ini pihak-pihak yang terlibat dalam pengadaan pesawat tersebut.
“Yang diduga terjadi tindak KKN mulai proses tender hingga pengadaan pesawat termasuk pengadaan suku cadang, terlebih helikopter Airbus H-125 belum juga sampai di Mimika. Kami akan mulai pemeriksaan saksi-saksi, termasuk kepala Dinas Perhubungan Mimika dan pihak PT Asian One Air agar kasus ini terang benderang,” katanya. (Ansel Deri/Odiyaiwuu.com)