JAKARTA, ODIYAIWUU.com — Koalisi Masyarakat Pemberantasan Korupsi (Kompak) Indonesia, Rabu (24/8), melaporkan dugaan tindak pidana korupsi dan penyalahgunaan kewenangan di lingkup Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kaimana, Provinsi Papua Barat ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
“Rabu siang (24/8) tadi sekitar pukul 13.00 WIB kami mengadukan dugaan tindak pidana korupsi dan penyalahgunaan kwewenangan sejumlah proyek di lingkup Pemkab Kaimana tahun 2021 ke Komisi Pemberantasan Korupsi. Proyek-proyek itu tidak selesai dikerjakan tetapi anggarannya sudah cair 100 persen,” ujar Koordinator Kompak Indonesia Gabriel Goa kepada Odiyaiwuu.com di kantor KPK, kawasan Kuningan, Jakarta, Rabu (24/8.)
Menurut Gabriel, terdapat delapan proyek yang dialokasikan melalui APBD Kaimana tahun 2021. Namun, di akhir masa tahun anggaran berjalan tidak selesai dikerjakan. Proyek-proyek itu seperti rehab rumah layak huni di Kampung Ure, Distrik (Kecamatan) Yamor senilai Rp 4 miliar.
Kemudian proyek pembangunan tambatan perahu di Kampung Kiruru, Distrik Teluk Etna senilai Rp 1,8 miliar dan pembangunan jalan Mandiwa-Wermenu-Kafuryai, Distrik Arguni Bawah senilai Rp 7,8 miliar.
Juga proyek pembangunan 9 unit rumah masyarakat di Kampung Coa, Distrik Kaimana senilai Rp 1,9 miliar, pembangunan traffic light di kota Kaiman senilai Rp 1,3 miliar, pembangunan aula Polres Kaimana senilai Rp 1,8 miliar, dan pembangunan ruang IGD RSUD Kaimana senilai Rp 912 juta.
Namun, dalam laporan tersebut pihaknya lebih fokus terhadap tiga mega proyek yang hingga saat ini belum selesai dikerjakan dan sudah rampung tetapi tidak sesuai dengan Rencana Anggaran Biaya (RAB).
Tiga mega proyek itu yakni pembangunan rumah layak huni di Kampung Ure senilai Rp 4 miliar, pembangunan tambatan perahu Kampung Kiruru, Teluk Etna senilai Rp 1,8 miliar dan proyek pembangunan ruas jalan Mandiwa-Wermenu-Kafuryai, Arguni Bawah senilai Rp 7,8 miliar dengan total kerugian negara mencapai Rp 13,6 miliar.
Sedangkan untuk pembangunan rumah layak huni di Kampung Ure, Distrik Yamor, meski belum selesai dikerjakan pihak kontraktor, namun dana pengerjaannya telah selesai 100 persen. Bahkan, ada perubahan pengerjaan dimaksud, yakni semula dari rehab menjadi bangun baru dengan biaya material kayu serta bahan bangunan lokal masyarakat tidak dibayarkan.
“Kalau ini terjadi artinya dua kontraktor tersebut yakni CV Arguni Permai dan CV Putra Waropen harus mengembalikan dana pembelian bahan bangunan lokal tersebut ke kas daerah,” tegas Gabriel.
Gabriel menambahkan mengaku, KPK akan menindaklanjuti laporan tersebut dengan melakukan verifikasi kebenaran atas dugaan laporan tersebut. Sedangkan terkait proyek jalan Mandiwa-Wermenu Kafuryai senilai Rp. 7,8 miliar, sumber anggarannya bersumber dana alokasi khusus (DAK).
“Dalam catatan kami, proyek ini menggunakan DAK regular. Artinya limit waktu ditentukan oleh pusat dan tutup kasnya per 31 Desember 2021. Pencairan proyek ini pun disesuaikan dengan progres pengerjaannya di lapangan. Namun, kami menduga ada perintah dari pihak tertentu agar pencairannya hingga 70 persen. Padahal, pengerjaannya di lapangan baru mencapai 30 persen,” jelas Gabriel.
Menurut catatan Kompak Indonesia, ujar Gabriel, pengerjaan proyek itu di kabupaten yang kini dipimpin Bupati Freddy Thie, tidak sesuai dengan RAB. Misalnya, lebar jalan sebelumnya ditetapkan 5 meter dikurangi menjadi 3 meter.
“Dalam laporan resmi ke KPK, kami melampirkan 17 catatan dan 71 rekomendasi Panitia Kerja DPRD Kaimana, termasuk 13 catatan dari Inspektorat Kaimana,” lanjut Gabriel. (Ansel Deri/Odiyaiwuu.com)