JAYAPURA, ODIYAIWUU.com — Uskup Keuskupan Jayapura Mgr Leo Laba Lajar, memimpin Misa tahbisan tiga diakon Keuskupan Jayapura bertepatan dengan Minggu Panggilan di Gereja Paroki Kristus Terang Dunia Waena, Keuskupan Jayapura, Papua, Minggu (8/5) pukul 09.00 WIT.
Ketiga diakon yang ditahbiskan bertepatan perayaan Minggu Paskah ke-IV itu adalah diakon Daniel Eduard Gobay, OFM, Fransiskus Asisi Wanda Batlayeri, Pr, dan Oksianus Kotipky Bukega, Pr. Misa tahbisan juga disiarkan langsung melalui channel YouTube dan dapat diikuti atau ditonton umat Katolik para kerabat imam baru.
Uskup Leo dalam kotbahnya mengemukakan, tahbisan tiga diakon baru bertepatan dengan Hari Panggilan, tentu ada kaitan dengan makna panggilan. Ketiga diakon yang ditahbiskan dikatakan mereka dipanggil. Siapa yang panggil, ya, Tuhan. Mereka sudah menyahut, menjawab panggilan itu. Mereka menyatakan kepada Tuhan bahwa mereka mendengar panggilan Tuhan dan mau melaksanakan apa yang dikehendaki-Nya.
“Itulah inti panggilan. Panggilan sebagai imam, biarawan, biarawati. Bukan kita yang memilih tetapi Tuhan memanggil dan kita menjawab. Jawaban penting karena kalau tidak menjawab maka tidak berbunyi. Karena itu harus dijawab karena jawaban itu penting dan saudara-saudara sudah menjawab. Setelah menjawab panggilan Tuhan, apa konsekuensinya? Tuhan mengatakan dalam panggilan Para Rasul bahwa mereka diutus untuk memberitakan Injil Kerajaan Allah. Panggilan dijawab dengan “ya” lalu disusul dengan perutusan, punya tugas untuk mewartakan Injil. Itulah yang saudara janjikan lagi,” ujar Mgr Leo, Uskup kelahiran Bauraja, Lembata, NTT di awal kotbahnya.
Tahbisan kali ini berkesan dan menarik hati Soleman Itlay, umat Paroki Kristus Terang Waena, Jayapura karena ketiga diakon itu menambah lagi jumlah imam pribumi Papua sebanyak 127 orang setelah Gereja Katolik di tanah Papua memasuki usia ke-128 tahun. “Jika ada seorang imam pribumi yang nanti akan ditabiskan pada 22 Mei maka imam pribumi akan berjumlah 128 orang atau setara usia Gereja Katolik di tanah Papua,” kata Soleman.
Menurutnya, Pastor Corneles Le Cocqd’Armandville SJ tiba di Sekru, Fak-Fak, Papua Barat pada 1894. Maka pada 22 Mei akan mencapai usia Misi Katolik di tanah Papua. Menjelang momen bersejarah itu, ujarnya tiga diakon ini ditahbiskan sehingga akan memberikan cerita tersendiri bagi mereka kelak. Jumlah ini justru sedikit kalau Pastor Dr Neles Kebadabi Tebai Pr, Yulianus Bidau Mote, Nato Honai, Jack Mote dan lainnya masih hidup. Bakal bisa melampaui usia Paus Fransiskus saat ini.
“Kita berdoa agar besok banyak orang lahir dari wilayah ini dam mewarnai hireraki gereja Katolik di tanah Papua. Dengan demikian, mereka juga menggembalakan umat di wilayah Meepago, Laapago, dan Domberay. Juga bersama-sama pastor migran Papua melayani umat di tanah Papua dengan segala kesederhanaan, ketulusan, dan keikhlasan hati serta jiwa raga. Semoga di usia Gereja tua ini ke depan semakin menunjukkan ‘keberakaran Tuhan, dan gereja dalam penampakan’ melalui para imam-imam baru. Selamat menjadi gembala umat,” ujarnya.
Siapa sosok ketiga imam baru itu? Pastor Fransis lahir di Mabilabol, Kabupaten Pegunungan Buntang pada 24 Juli 1993. Ia terlahir sebagai anak kedua dari tiga bersaudara pasangan Dominikus Minggu dan Anna Batlayeri. Ayahnya berasal dari Kabupaten Ende, Pulau Flores, Nusa Tenggara Timur dan sang bunda berasal dari Key, Maluku. Pastor Frans berasal dari Paroki Roh Kudus Mabilabol, Oksibil, Pegunungan Bintang.
Pastor Frans masuk SD YPPK St Vincentius Mabilabol, Oksibil tahun 1998-2003, SMP YPPK Bintang Timur Mabilabol, Oksibil tahun 2003-2004, SMP YPPK St Bonaventura, Sentani tahun 2004-2006, dan masuk KPP Seminari Menengah St Fransiskus Asisi Waena tahun 2007-2011, dan SMA YPPK Teruna Bakti 2008-2011. Lalu ia meraih studi S-1 di Sekolah Tinggi Filsafat dan Teologi (STFT) Fajar Timur tahun 2012-2017.
Ia menjalani Tahun Orientasi Rohani (TOR) di Paroki St Paulus Jayanti, Nabire tahun 2014-2015, Tahun Orientasi Pastoral (TOP) di Paroki Kristus Raja Wamena tahun 2017-2018, Tahun Orientasi Karya (TOK) di Seminari Menengah St Fransiskus Asisi Waena 2018-2019. Pastor Frans mengambil motto tahbisan, Tuhan, Ko Punya Mau Apa?
Sedangkan Pastor Daniel lahir di Benyom Jaya, 2 Desember 1991. Ia lahir sebagai anak pertama dari tiga bersaudara pasangan Linus Gobay dan Agustina Youw. Ia berasal dari Paroki Sang Penebus Sentani. Ia menempuh pendidikan di SD Inpres 2 Nimbokrang tahun 1998-2003, dan SMP Negeri 3 Nimbokrang tahun 2004-2007.
Pastor Daniel masuk SMA YPPK St Fransiskus Asisi Sentani 2007-2010 lalu KPA Seminari Menengah St Fransiskus Asisi Waena tahun 2010-2011, dan studi S-1 di Sekolah Tinggi Filsafat dan Teologi (STFT) Fajar Timur tahun 2013-2017 dan Pascasarjana Intern Gerejawi STFT Fajar Timur Abepura tahun 2019-2021. Ia memilih motto tahbisan, “…Ikutilah Aku…” (Yoh 21:19).
Lalu Pastor Oksianus Kotipky Bukega, Pr? Ia lahir di Abmisibil 3 Oktober 1992 sebagai anak ke delapan dari dua belas bersaudara pasangan Hironimus Bukega dan Sisilia Uropmanin. Ia berasal dari Paroki Santa Maria Bintang Tinur Abmisibil. Mengenyam pendidikan dasar di SD Inpres Oksemar tahun 2000-2005, SMP Negeri Okbibab tahun 2005-2008, dan SMA Negeri Okbibab tahun 2008-2011.
Masuk Seminari Menengah St Fransiskus Asisi Waena jalur Kelas Persiapan Atas (KPA) tahun 2011-2012. Kemudian menjalani Tahun Orientasi Rohani (TOR) di Paroki St Paulus Jayanti Nabire tahun 2013-2014. Kuliah S-1 di STFT Fajar Timur tahun 2014-2017. Menjalani Tahun Orientasi Pastoral (TOP) di Paroki Kristus Terang Dunia Waena tahun 2017-2018. Kuliah Program Pascasarjana Intern Gerejawi STFT Fajar Timur Abepura tahun 2019-2021. Ia mengambil motto tahbisan, “…Luruskan Jalan bagi Allah…..” (Bdk. Yes 40:3).
Nama Pastor Oksianus tak asing bagi publik tanah Papua. Dalam buku Kaka Semon: Testimoni Strategi Pengembangan Sumber Daya Manusia Pegunungan Bintang, Papua karya Melkior NN Sitokdana, S.Kom, M.Eng, nama imam Projo Keuskupan Jayapura ini dengan mudah ditemukan bersama rekan-rekannya seperti Drs Theo Sitokdana dan Apymtean Ocovianus Geraldus Bidana, S.Pd, MPA, Cornelia Pekei, SS dan lain-lain sebagai kontributor buku itu.
Pastor Oksianus juga menulis buku Orang Papua Stop Menjual ‘Mama’ Tanah Papua; Mitologi Asal Usul Manusia Aplim Apom: Suatu Tinjauan Antropologis; Menggugat Fenomena Pengangkatan Anak Adat di Papua; dan lain-lain. Buku kajian antropologi Mitologi Asal Usul Manusia Aplim Apom diterbitkan Satya Wacana University Press tahun 2020.
Melalui berbagai buku karyanya, termasuk aneka artikel di media lokal Papua, imam putra asli Papua ini berniat membagi pengetahuan demi mencerdaskan bangsa dan negara, khususnya di tanah Melanesia. “Panenan memang banyak tetapi tenaga penuai masih sedikit. Selamat atas penerimaan rahmat tahbisan kepada tiga adik, Pastor Oksianus, Pastor Fransiskus, dan Pastor Daniel. Semoga Roh Kudus senantiasa menuntunmu dalam menjalani panggilan hidup sebagai pelayan Sabda,” ujar Theo Sitokdana, tokoh Katolik dan mantan Wakil Bupati Pegunungan Bintang. (Ansel Deri/Odiyaiwuu.com)