Uskup Keuskupan Timika Mgr Bernardus Bofitwos Baru: Situasi Papua Saat Ini Tidak Baik-Baik Saja - Odiyaiwuu.com | Membahagiakan Kehidupan

Uskup Keuskupan Timika Mgr Bernardus Bofitwos Baru: Situasi Papua Saat Ini Tidak Baik-Baik Saja

Uskup Keuskupan Timika Mgr Dr Bernardus Bofitwos Baru, OSA (tengah, baju putih). Sumber foto repro: HIDUP edisi 22 tanggal 1 Juni 2025 

Loading

WAENA, ODIYAIWUU.com — Uskup Keuskupan Timika Mgr Bernardus Bofitwos Baru, OSA menyampaikan apresiasi kepada orang-orang muda Papua dan non Papua, para pejuang kebenaran, keadilan, kemanusiaan dan keutuhan ciptaan Tuhan (justice, peace, and integrity of creation).

Apresiasi Uskup Bofitwos yang dialamatkan kepada orang-orang muda karena mereka berani bersuara dan berteriak di jalan-jalan dan di hutan-hutan rimba Papua, di dalam maupun di luar negeri.

Suara anak muda bumi Cenderawasih bergema menuntut penegakan atas hak-hak asasi dan martabat orang Papua yang dirampas dan diinjak-injak oleh para penguasa bangsa ini.

“Situasi Papua hari ini tidak baik-baik saja,” kata Uskup Bofitwos dalam homilinya saat memimpin Misa Perayaan Syukuran Hari Minggu Paskah ke-VII di Gereja Kristus Terang Dunia Waena, Keuskupan Jayapura, Papua, Minggu (1/6).

Situasi Papua saat ini yang disebut “tidak baik-baik saja” oleh Mgr Bofitwos, Uskup kedua putra asli Papua, karena “potongan surga yang luruh ke bumi” itu diliputi praktek ketidakadilan, kekerasan bersenjata hingga pelanggaran HAM masih menganga lebar.

Begitu pula perusakan alam dan hutan masyarakat adat akibat eksploitasi sumber daya alam karena kerakusan dan ketamakan para oligarki bangsa ini serta penghancuran terhadap nilai-nilai budaya dan identitas sejarah bangsa Papua masih mendera tanah Papua.

Uskup Bofitwos menyampaikan refleksi biblis berpijak teks Kitab Suci (Kis 7: 55-60, Why 22: 12-14, dan Injil Yoh 17: 20-26) merujuk Santo Stefanus. Ia mengatakan, Santo Stefanus adalah seorang figur kebenaran sejati. 

Sebagai seorang figur beriman sejati terlihat dari perilaku imannya, lanjut Uskup Bofitwos, Stefanus berani memberikan kesaksian imannya melalui penjelasannya kepada orang Yahudi tentang karya keselamatan Allah kepada Bangsa Israel dan umat manusia, yang dimulai dari Abraham–Musa hingga Tuhan Yesus. 

“Namun orang Yahudi tidak percaya kepada Yesus, karena kedekilan dan keangkuhan hati mereka, sehingga mereka tidak mau mendengarkan kesaksian Stefanus. Karena itu mereka bertindak kejam kepada Stefanus,” kata Uskup Bofitwos.

Uskup Bofitwos menambahkan, Ketika Stefanus hendak dibunuh, ia menatap ke langit melihat kemuliaan Allah dan Yesus berdiri di sebelah kanan Allah, sebagaimana dikatakannya, ‘Sungguh aku melihat langit terbuka dan anak manusia berdiri di sebelah kanan Allah’. Pada detik-detik Stefanus dibunuh oleh massa, ia berdoa, ‘Ya Tuhan Yesus, terimalah rohku.’ Kemudian ia berseru dengan suara nyaring, ‘Tuhan, janganlah tanggungkan dosa ini kepada mereka,” ujar Uskup Bofitwos. 

Uskup Bofitwos mengatakan, doa  Santo Stefanus adalah replika, pengulangan atas doa Tuhan Yesus sendiri. Ketika Yesus tergantung di atas kayu salib, Ia berdoa, ‘Ya Bapa ke dalam tangan-Mu Kuserahkan nyawa-Ku.’ Dan doa Tuhan Yesus atas mereka yang membunuh-Nya, ‘Ya Bapa ampunilah mereka, sebab mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat.’. 

“Santo Stefanus adalah seorang figur murid Tuhan Yesus yang sejati, seorang murid yang benar, bukan seorang murid yang palsu, tiruan atau murid karbitan atau murid yang bersikap abu-abu terhadap kebenaran iman. Atau murid yang menjual Yesus demi perut, jabatan, kedudukan dan status quo.

“Santo Stefanus adalah seorang murid Yesus yang sungguh-sungguh sejati, yang sungguh-sungguh benar karena berani mempertaruhkan seluruh hidupnya demi kebenaran iman yang diyakini dan diikutinya,” kata Mgr Bofitwos, Uskup kelahiran 22 Agustus 1969 di Dusun Bokraby (Bakrabi), Distrik Mare, Kabupaten Maybrat, Papua Barat Daya.

Model, pola pemuridan Santo Stefanus ini, lanjut Uskup Bofitwos disebut spiritualitas imitatio Christi, spiritualitas mengimitasi atau mencangkok seluruh pikiran, perasaan, mentalitas, sikap hidup dan ajaran Yesus dalam dirinya dan menghidupinya dalam praksis hidup. 

“Dengan demikian Stefanus menjadi Christus yang lain, alter Christi yang mampu menghadirkan wajah Kristus kepada dunia ini. Karena Yesus adalah satu-satunya aktor kehidupan awal dan kehidupan akhir bagi hidup kita manusia. Dialah alfa dan omega, yang merentangi sejarah perjalanan hidup manusia dan alam ciptaan-Nya,” kata Uskup Bofitwos.

Model atau pola imitatio Christi yang ditunjukkan Stefanus inilah yang sangat diharapkan oleh Tuhan Yesus kepada kita semua, sebagai pengikut-Nya, sebagai murid dan orang kepercayaan-Nya. Uskup Bofitwos mengatakan, ada sejumlah pertanyaan penting yang harus dijawab umat dengan jujur. 

“Apakah kita bisa seperti Santo Stefanus? Apakah kita menjadi murid yang bermental permisif? Murid yang bermental mencari nyaman? Murid yang bermental menggunakan nama Tuhan Yesus demi kepentingan perut, jabatan, kedudukan, dan status quo?,” kata Uskup Bofitwos.

“Situasi Papua hari ini tidak baik-baik saja. Kalian adalah Stefanus jaman ini di tanah Papua dan di Indonesia. Keberanian kalian menyuarakan kebenaran, keadilan, hak-hak asasi manusia dan keutuhan ciptaan adalah wujud iman kalian kepada sang martir sejati, Yesus Kristus,” kata Uskup Bofitwos, doktor bidang Misiologi lulusan Universitas Kepausan Urbanum, Roma tahun 2017.  

Menurutnya, perjuangan anak muda Papua bukanlah untuk kepentingan diri kalian, melainkan perjuangan kalian adalah untuk kepentingan kemanusiaan universal, kepentingan keutuhan ciptaan alam, dan kepentingan kebenaran iman yang diajarkan oleh sang Guru Kehidupan, Yesus Kristus.

Ada dua pesan yang disampaikan Uskup Bofitwos, Ketua STFT Fajar Timur, Abepura, Jayapura, kepada orang-orang muda pejuang kebenaran, keadilan, kemanusiaan dan keutuhan ciptaan, yang berada di Papua maupun di luar Papua. Pertama, kaum muda harus meniru sikap Santo Stefanus yang berdoa menyerahkan rohnya kepada Tuhan Yesus ketika ia dibunuh.

Kedua, mendoakan mereka yang memusuhi dan membunuh kalian. Inilah ciri khas iman orang Kristen sejati, karena meniru dan mengikuti teladan sang Guru yaitu harus berani mengampuni musuh atau mereka yang bersikap jahat terhadap kita, karena mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat. “Inilah kualitas iman seorang pengikut Kristus yang benar,” kata Uskup Bofitwos yang mengambil motto tahbisan Uskup, Ego Sum Ostium – Akulah Pintu. (*)

Tinggalkan Komentar Anda :