KARUBAGA, ODIYAIWUU.com — Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) merupakan wadah organisasi penyatuan semua agama di Indonesia. FKUB bukan wadah salah satu denominasi organisasi gereja.
“FKUB memiliki peran yang sangat penting dalam menjaga keharmonisan dan kerukunan antarumat beragama di Indonesia,” ujar Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Tolikara Dr Imanuel Gurik, SE, M.Ec.Dev dari Karubaga, kota Kabupaten Tolikara, Papua Pegunungan, Selasa (12/11).
Menurut Imanuel, mengapa FKUB perlu ada di tanah Papua, termasuk Tolikara karena menjadi wadah meningkatkan toleransi antarumat beragama. FKUB berperan sebagai wadah untuk memfasilitasi dialog antaragama dan membantu mengurangi potensi konflik serta memperkuat rasa saling pengertian antar umat beragama.
“FKUB juga memiliki tugas untuk mencegah berkembangnya paham-paham radikal atau intoleran yang bisa mengancam kedamaian di masyarakat. Dengan kerjasama antar tokoh agama dan pemangku kepentingan lainnya, FKUB berupaya mengedukasi masyarakat tentang pentingnya moderasi dalam beragama,” katanya.
Selain itu, FKUB juga berperan menjaga kebhinekaan. Begitu juga peran forum itu dalam konteks tanah Papua yang memiliki keberagaman atau heterogenitas baik suku, agama, budaya, dan golongan.
“FKUB berperan penting dalam menjaga keberagaman tetap harmonis serta mendukung terciptanya masyarakat yang inklusif dan saling menghormati. FKUB juga merupakan wadah mendukung kebijakan pemerintah dalam menjaga keamanan,” ujar Imanuel, birokrat muda Tolikara dan doktor lulusan Universitas Cenderawasih, Jayapura.
Selain itu, FKUB dapat menjadi mitra pemerintah dalam merancang dan menjalankan kebijakan yang berkaitan dengan kerukunan beragama serta memberikan masukan mengenai upaya pencegahan konflik sosial berbasis agama.
“FKUB berperan menjadi mediator dalam konflik. Ketika terjadi ketegangan atau konflik antarumat beragama, forum ini dapat bertindak sebagai mediator untuk menyelesaikan permasalahan tersebut secara damai, tanpa melibatkan kekerasan,” kata Imanuel.
Dengan demikian, lanjut Emanuel, FKUB sangat diperlukan untuk menciptakan masyarakat yang damai, toleran, dan menghargai perbedaan di tengah kehidupan sosial kemasyarakatan.
Media ini sebelumnya memberitakan, mantan Presiden Gereja Injili di Indonesia (GIDI) Pendeta Dorman Wandikbo, S.Th mengatakan, pihaknya menolak kehadiran organisasi FKUB di Kabupaten Tolikara.
“Saya menolak dan tidak menyetujui adanya organisasi FKUB di Kabupaten Tolikara atau GIDI Wilayah Toli dan Calon Wilayah Kembu. GIDI Wilayah Toli adalah Yerusalem. Tidak ada agama Islam, Hindu, Budha, Katolik, dan agama lain di Tolikara,” ujar Pendeta Dorman Wandikbo di Karubaga, Senin (11/11).
Dorman yang juga Anggota Dewan Gereja Papua (DGP) meminta Ketua GIDI Wilayah Toli bertobat dan menjaga gereja GIDI Tolikara dengan baik. Kabupaten Tolikara atau Wilayah Toli, katanya, bukan jemaat heterogen, tetapi seratus persen umat GIDI murni.
“Cukup belajar pengalaman buruk tragedi tahun 2015. Itu pelajaran penting untuk kita di wilayah pelayanan GIDI. Ada dua rekomendasi saya kepada Ketua GIDI Wilayah Toli,” kata Pendeta Dorman.
Menurut Dorman, dua rekomendasinya kepada Ketua GIDI Wilayah Toli yaitu, pertama segera mengundurkan diri dari Ketua FKUB Tolikara. Kedua, pihaknya juga menolak kehadiran FKUB berdasarkan Surat Keputusan Menteri (Agama) yang diterima GIDI. “Cukup satu tubuh yaitu GIDI,” kata Dorman lebih lanjut.
Berdasarkan data yang dihimpun, FKUB di Indonesia lahir dilatarbelakangi terbitnya Surat Keputusan Bersama (SKB) Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 01/BER/MDM-MAG/1969 tentang Pelaksanaan Tugas Aparatur Pemerintah dalam Menjamin Ketertiban dan Kelancaran Pelaksanaan Pengembangan dan Ibadat Agama oleh Pemeluk-Pemeluknya.
Pada tahun 2005 terjadi polemik di tengah masyarakat tentang SKB tersebut. Sebagian kalangan masyarakat menginginkan agar SKB tersebut dicabut karena dianggap menghambat pendirian rumah ibadat. Di pihak lain ada sebagian masyarakat menghendaki SKB tersebut tetap dipertahankan.
Dalam menghadapi polemik yang berkembang di masyarakat ini, Presiden memerintahkan kepada Menteri Agama mengkaji SKB Nomor 01 tahun 1969. Hasil kajian Badan Penelitian Pengembangan dan Pendidikan Pelatihan Kementerian Agama Republik Indonesia menyatakan, keberadaan SKB tersebut masih diperlukan, tetapi perlu disempurnakan.
Berdasarkan hasil kajian tersebut, Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri membentuk satu tim khusus guna membahas penyempurnaan SKB Nomor 01 tahun 1969. Dalam proses penyempurnaan itu melibatkan anggota tetap dan majelis-majelis agama masing-masing agama diwakili dua orang. Pertemuan berlangsung sampai sebelas kali.
Hasil kajian tersebut dirumuskan dalam bentuk Peraturan Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri (PBM) Nomor 9 dan Nomor 8 tahun 2006 kemudian ditandatangani Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri pada 21 Maret 2006.
Peraturan Bersama Menteri tersebut memuat tiga hal pokok. Pertama, Pedoman Pelaksanaan Tugas Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah dalam Pemeliharaan Kerukunan Umat beragama. Kedua, Pemberdayaan Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB). Ketiga, Pendirian Rumah Ibadat. (Ansel Deri/Odiyaiwuu.com)