TIMIKA, ODIYAIWUU.com — Ribuan umat Katolik di wilayah Keuskupan Timika dan wilayah keuskupan lain di tanah Papua, Sabtu (3/5) siang memadati Gereja Katedral Tiga Raja Timika mengikuti Misa Requiem (Misa Arwah) mengenang Thomas Beanal atau lebih akrab dengan sapaan Tom Benal.
Misa Requiem dipimpin Administrator Keuskupan Timika Pastor Marthen Ekowaibii Kuayo, Pr didampingi Sekretaris Keuskupan Timika Pastor Andreas Madya, SCJ, Pastor Paroki Katedral Tiga Raja RD Amandus Rahadat, Pr, dan tiga pastor lainnya yang berkarya di Keuskupan Timika.
Selain itu, warga masyarakat Papua Tengah khususnya Mimika juga turut berjubel di halaman Katedral untuk ikut memberi penghormatan terakhir kepada mendiang Tom Beanal, tokoh, pejuang, dan pemimpin besar tanah Papua.
Mereka tampak khusuk mengikuti Misa Requiem dan menghadiri prosesi penghormatan kepada mendiang sebelum jenazahnya diantar ke tempat peristirahatannya yang terakhir.
Tom Beanal adalah tokoh masyarakat Papua dari suku Amungme di lereng gunung Nemangkawi, yang total mendedikasikan hati, cinta dan perhatiannya demi berjuang memajukan masyarakatnya di bidang pendidikan, sosial keagamaan, perjuangan meraih keadilan dan perdamaian (justice and peace), hak-hak asasi manusia di atas Papua, tanah leluhurnya.
Pelaksana Tugas Bupati Mimika sekaligus tokoh umat Katolik Keuskupan Timika Johannes Rettob terlihat khusuk mengikuti Misa Requiem dan dihadiri pula pimpinan serta anggota TNI-Polri, tokoh masyarakat Papua, dan pihak manajemen PT Freeport Indonesia (PTFI).
Selain itu, hadir pula pimpinan serta anggota DPRD Mimika, para aparatur sipil negara (ASN) di lingkup Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Mimika, pimpinan Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), perwakilan instansi pemerintahan, tokoh agama serta tokoh adat, dan masyarakat luas.
Dalam homilinya, Pastor Kuayo, Pr juga mengisahkan, semasa hidup mendiang Tom Beanal adalah orang yang mencintai dan dekat dengan Allah. Tom Beanal memilih menjadi pastor awam untuk mewartawakan keselalamatan Allah di daerah pedalaman.
Padahal, sebagai seorang awam Tom Beanal memiliki peluang, kesempatan mendapat pekerjaan yang lebih baik. Semasa hidupnya, ujar Pastor Kuayo, Tom juga mendirikan Lemasa untuk memutus mata rantai pembunuhan masyarakat Amunge dan meningkatkan kesejahteraan mereka.
Untuk itu Pastor Kuayo menyampaikan pesan kepada masyarakat Amungme dan Kamoro agar tidak lagi ada dualisme Lemasa maupun Lemasko, tetapi fokus sesuai tujuan awal kedua lembaga adat itu dibentuk.
“Sebelum kita kuburkan Bapa Thom saya pesan jangan lagi ada Lemasa dan Lemasko tandingan tapi jalan sesuai tujuan awal. Ini juga untuk meneruskan cita-cita Bapa Thom Beanal,” ujar Pastor Kuayo, imam Projo Keuskupan Timika dan putra asli Papua.
Odiseus Beanal, putra Almarhum sebelumnya mengisahkan, ayah terkasihnya, Tom Beanal lahir di Kampung Tsinga, Distrik Tembagapura pada 11 Agustus Tahun 1947. Tom menghembuskan nafas terakhir menyusul serangan jantung di Rumah Sakit Mount Elizabeth, Singapore pada Senin (29/5) pukul 14.05 waktu Singapore.
“Sakit bapak ada banyak. Mulai dari stroke, ginjal, hati, dan paru. Ia mengalami serangan jantung akhirnya dan meninggal Sabtu, 29 Mei pukul 14:05 waktu Singapore,” ujar Odiseus Beanal.
“Bapa Tom adalah orang besar Amungme dan tokoh Papua. Saya mengenal baik sejak saya masih kecil. Beliau sungguh seorang tokoh agama dan pastor awam. Sebagian hidupnya nyaris didedikasikan untuk gereja Katolik. Beliau guru yang mengajar saya agama Katolik,” ujar John Rettob kepada Odiyaiwuu.com dari Timika, Kamis (1/6).
Menurut John, Tom Beanal adalah sosok yang luar biasa bijaksana, teliti, dan sangat santun dalam relasi personal maupun dalam lingkup pergaulan. Tom juga sosok yang penuh cinta kasih, nilai keutamaan hidup yang orangtua dan leluhurnya tanamkan.
“Setelah puluhan tahun menunaikan tugas di lingkup Gereja, ia meneruskan pengabdiannya untuk misi keadilan dan perdamaian, justice and peace dan sungguh menunjukkan dirinya sosok pejuang yang luar biasa. Bapa Tom adalah orangtua dan tokoh Papua. Perjuangannya nyata di lingkup masyarakat tanah Papua, khususnya masyarakat Amungme dalam memperoleh hak-hak mereka,” katanya.
John, putra Caspar Rettob dan cucu Cristian Rettob, guru perintis pendidikan di Papua, menegaskan, Tom Beanal adalah sosok pemimpin yang berperan besar dalam pembangunan Mimika dari hutan belantara hingga kondisi saat ini yang tengah dilanjutkan pemerintah daerah dan masyarakat Mimika.
“Atas nama Pemerintah Kabupaten Mimika dan masyarakat, saya mengucapkan terima kasih banyak atas jasa, karsa Bapa Tom Beanal dan seluruh rumpun keluarga besar Almarhum yang telah memberikan dukungan penuh kepada gereja. Sekali lagi, saya atas nama pemerintah dan masyarakat Mimika turut berdukacita mendalam berpulangnya Bapa Tom Beanal. Semoga Almahrum diterima dalam kerajaan di Surga atas kehidupan kekal sesuai amal baktinya semasa hidup,” kata John.
John juga menyampaikan terima kasih kepada isteri Almahrum serta anak-anaknya yang senantiasa memberikan dukungan, semangat, dan pendampingan selama Tom Benal masih hidup hingga tutup usia. Semoga isteri serta anak-anak Almarhum diberikan penghiburan dan kekuatan dalam menghadapi peristiwa duka ini.
Ketua Kerukunan Keluarga Daerah Baru (KKDB) Kabupaten Mimika H. Iwan Anwar mengaku, berpulangnya Tom Beanal bukan hanya membuat masyarakat tanah Papua kehilangan sosok seorang pemimpin besar bumi Cenderawasih, teristimewa masyarakat Papua Tengah dan Mimika khususnya.
Masyarakat dari berbagai daerah lain di Indonesia baik yang tinggal di Mimika maupun wilayah lain di Papua Tengah juga merasa kehilangan sosok pemimpin dan orangtua kebanggaan masyarakat, yang punya daya merangkul bagi siapapun yang berkehendak baik mengabdikan diri bersama pemerintah serta semua stakeholder bekerja memajukan masyarakat dan daerah.
Menurut H. Iwan, Tom Benal yang dikenalnya adalah sosok orangtua bagi semua orang yang tinggal dan mengabdi di Mimika. Tom adalah guru yang baik. Semasa hidup, Tom sangat getol membela hak-hak masyarakat adat di sekitar area Freeport Indonesia hingga masuk delegasi 100 tokoh Papua menghadap ke Presiden BJ Habibie di Istana Negara, Jakarta.
“Bapak Tom Beanal itu orangtua kami yang sangat ramah dan bersahaja. Saya bertemu Bapa Tom dan mama (isteri Pak Tom) terakhir saat bertemu di pesawat. Beliau berdua hendak berangkat berobat ke Singapura. Kami sempat ngobrol sejenak dan saya menyalami beliau berdua sambil berdoa semoga perjalanan lancar dan lekas sembuh. Ternyata, itu adalah perjumpaan terakhir dengan Almarhum Bapa Tom. Sungguh kehilangan seorang sosok orangtua yang baik hati. Semoga Almarhum Bahagia di Surga dan mama, anak-anak, cucu serta keluarga besar beroleh penghiburan,” kata H. Anwar kepada Odiyaiwuu.com melalui pesan singkat (SMS) di Jakarta, Sabtu (3/6).
Sekilas Tom Beanal
Thomas Beanal atau Tom Beanal lahir di Tsinga pada 11 Juli 1947. Ia menikah dengan gadis pilihannya, Bertha Kum dan dikaruniai lima anak: Lidis Natalia Beanal (Almrm), Mery Theodora Beanal (Almrmh), Florentinus Beanal, Valian Vincensius Beanal, dan Odiseus Beanal serta 14 cucu.
Tom Beanal masuk Volk School (VS) kelas 1-2 di Fak-Fak tahun 1953-1954 kemudian Sekolah Petukangan di Kokonao tahun 1995. Masuk VS kelas III di Kokonao tahun 1956 dan Ver Volg School (VVG) kelas IV-VI di Kokonao tahun 1962.
Tom kemudian masuk PMS Santu Paulus Abepura, Jayapura tahun 1960. Melanjutkan sekolah Opleiding Dorp Ondewijs (ODO) di Fak-Fak tahun 1961. Lanjut di Sekolah Guru Bawah (SGB) di Nabire Tahun 1963 dan Sekolah Guru Atas (SGA) di Biak tahun 1963-1965.
Tom melanjutkan kuliah di Akademi Teologi Katolik (ATK) Abepura, Jayapura tahun 1969-1972 (sekarang Sekolah Tinggi Filsafat dan Teologi/STFT) abepura, Jayapura. Ia juga kuliah di South East Asia Rural Leadership Institute (Searsolin), Cagayan de Oro City, Mindanao, Philipnes tahun 1981-1982.
Tahun 1965-1969, Tom Beanal mengabdi sebagai guru di Lembah Baliem dan menjadi pendamping wanewolok (katekis). Pernah pula menjadi guru di SD YPPK Modio tahun 1969. Lepas dari guru, ia terpilih menjadi anggota DPRD Kabupaten Fak-Fak perwakilan Agimuga tahun 1972-1977.
Tahun 1974, Tom Beanal dan Konstan Anggaibak menandatangani Nota Persetujuan (January Agreement) antara PT Freeport Indonesia, Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kabupaten Fak-Fak, dan Masyarakat Amungme.
Tom Beanal juga tercatat sebagai Anggota Tim Pastoral Keuskupan Jayapura dan ditugaskan sebagai Pastor Paroki Hepuba, Lembah Baliem tahun 1977-1979. Ia merupakan umat awam Katolik non klerus yang ditugaskan sebagai pastor paroki kala itu
Tahun 1979-1981 menjadi Anggota Tim Pastoral Pegunungan Bintang dan menjadi Anggota Tim Pastoral Kristus Sahabat Kita Nabire tahun 1981-1991. Ia juga mendirikan Yayasan Lorentz tahun 1991.
Setelah melihat situasi masyarakat Amungme dan Mimika We di masanya, Tom Beanal mengundurkan diri sebagai petugas Pastoral Keuskupan Jayapura. Ia fokus pada upaya pengembangan dan pemberdayaan sumber daya manusia (SDM) masyarakat Amungme.
Tom juga tercatat sebagai anggota Dewan Presidium Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) tahun 1994. Ia juga mendirikan Lembaga Masyarakat Adat Amungme (Lemas) tahun 1994 sebagai Torei Negel. Tercatat pula sebagai anggota Tim Penyiapan Laporan Pelanggaran HAM Papua di Hiya, Agandi, dan Bela Alama tahun 1995.
Tom juga mendirikan Irian Working Group Justice and Peace (IWGJP) tahun 1995. Tahun 1996, menggandeng pengacara Martin Regen dan advokat senior Indonesia Abdul Hakim Garuda Nusantara menggugat pencemaran lingkungan hidup yang dilakukan PT Freeport Indonesia di Pengadilan New Orleans, Amerika Serikat.
Tom Beanal juga penggagas dana 1 persen dari PT Freeport Indonesia untuk masyarakat dua suku asli, Amungme dan Mimika Wee serta lima suku kekerabatan tahun 1996. Ia juga mendirikan Forum Rekonsiliasi Rakyat Irian Jaya (Foreri) tahun 1998 dan Lembaga Studi dan Advokasi Hak Asasi Manusia (ELSAM) Papua tahun 1998.
Tom Beanal adalah Ketua Tim 100 yang bertemu Presiden Jusuf Bacharuddin Habibie atau Presiden BJ Habibie di Istana Merdeka tahun 2000. Tahun 2000 ia menggantikan Theys Hiyo Eluai sebagai Ketua Presidium Dewan Adat Papua (PDP) dan tercatat sebagai Komisaris PT Freeport Indonesia sejak tahun 2000 hingga ajal menjemput.
Selamat jalan, Torei Negel Menagawan Paitua Thomas Beanal. Terima kasih cinta dan baktimu untuk tanah Papua, potongan surga yang jatuh ke bumi. Tuhan menyambutmu dalam pelukan kasih-Nya di taman Firdaus. (Ansel Deri/Odiyaiwuu.com)