JAKARTA, ODIYAIWUU.com — Gubernur Papua Lukas Enembe diingatkan perlu mempertimbangkan serius pengangkatan Tim Hukum Untuk Keadilan, Demokrasi, dan Hak Asasi Manusia (HAM) di Tanah Papua yang baru saja dibentuk. Tim tersebut sangat sttategis membantu melakukan advokasi hukum dan kebijakan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Papua berkaitan dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2021 tentang Perubahan Kedua Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua.
“Pak Gubernur sudah mengangkat tiga orang yang beliau percaya sebagai tim inti. Saya lihat tiga orang itu memiliki rekam jejak di bidang hukum mumpuni. Tetapi sebagai adik dan putra asli Papua yang mendalami ilmu huku saya perlu mengingatkan Gubernur bahwa Papua memiliki anatomi persoalan amat kompleks setelah pemerintah mengetuk palu mengesahkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2021 tentang Perubahan Kedua Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua,” ujar Methodius Kossay, SH, MH, kandidat Doktor Ilmu Hukum Universitas Trisakti Jakarta kepada Odiyaiwuu.com di Jakarta Minggu (27/2).
Karena itu, kata Methodius, putra asli Papua penulis buku Sosiologi Hukum terkait Bumi Cenderawasih, setelah pengangkatan tiga anggota tim inti, Gubernur perlu mempertimbangkan serius agar anggota tim lainnya yang duduk dalam keanggotaan tim inti adalah mereka yang sungguh memahami aneka persoalan fundamental tanah Papua dan psikologi kultur masyarakat yang amat kompleks.
“Undang-Undang Otonomi Khusus ‘Jilid II’ butuh anggota tim lain yang memahami kompleksitas persoalan Papua berhadapan dengan pemerintah pusat saat implementasi kebijakan pusat di daerah. Berbagai produk Pemerintah Provinsi Papua, terutama Peraturan Daerah Khusus, Perdasus Provinsi Papua kerap berbenturan akibat kepentingan orang asli Papua paling fundamental tidak diakomodir. Karena itu, anggota lain di luar tim inti perlu juga mempertimbangkan intelektual Papua yang memahami persoalan dan psikologi orang asli Papua,” lanjut Methodius Kossay, lulusan Program Pascasarjana Universitas Atma Jaya Yogyakarta.
Menurutnya, para anggota yang akan memperkuat tiga tim inti juga merupakan figur pilihan Gubernur yang dipandang memiliki kemampuan mumpuni untuk ikut mengawal dan mengadvokasi hukum serta berpengalaman dan memahami kultur orang asli Papua yang yang akan memprjuangkan hak-hak dasar orang asli Papua sesuai Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2021 tentang Perubahan Kedua Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua.
“Sebagai sesama anak koteka, Pak Gubernur Enembe tentu lebih tahu kemampuan dan integritas anak asli Papua bersama tim inti membantu beliau dalam melakukan advokasi hukum dan kebijakan Pemerintah Provinsi Papua terkait Otsus ‘Jilid II’ nanti. Saya juga berharap agar tim ini sungguh menjadi tim kerja yang solid membantu beliau,” kata, lulusan S-2 bidang Hukum Ketatanegaraan dalam waktu 1,5 tahun dengan predikat Cum Laude dari Universitas Atma Jaya Yogyakarta.
Gubernur Enembe, Jumat (25/2) membentuk Tim Hukum Untuk Keadilan, Demokrasi, dan Hak Asasi Manusia (HAM) di Tanah Papua. Keberadaan tim tersebut dalam rangka melakukan advokasi hukum dan kebijakan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Papua berkaitan dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2021 tentang Perubahan Kedua Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua.
Enembe mendapuk tiga orang yang merupakan tim inti yang diketuai pengacara senior Saor Siagian SH, M.Hum bersama dua anggotanya yaitu pengacara nasional sekaligus dosen hukum Dr Stefanus Roy Rening, SH, MH dan mantan Koordinator Komite untul Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) Usman Hamid, SH, LLM. Tim akan merekrut badan pekerja yang diambil dari para ahli dan orang-orang yang berintegritas.
“Ketiganya merupakan para advokat yang dianggap berpengalaman di bidang hukum penghormatan hak asasi manusia dan demokrasi, termasuk reformasi institusi keamanan di tingkat nasional. Jadi Bapak Gubernur mempercayakan penanganan urusan tersebut kepada mereka. Apalagi PBB pun menanyakan kasus pengungsian dan kekerasan di Papua,” kata Juru Bicara Gubernur Papua Mohammad Rivai Darus dalam keterangan yang diterima Odiyaiwuu.com di Jakarta, Sabtu (26/2).
“Kami diberi kuasa untuk melakukan pendampingan hukum, pemberian keterangandan atau klarifikasi pada setiap instansi yang terkait dengan masalah hukum maupun politik hukum di Tanah Papua, terutama dalam kerangka kebijakan otonomi khusus dan perlindungan hak-hak orang asli Papua. Tidak tertutup kemungkinan kami juga menempuh langkah advokasi hukum litigasi dan non-litigasi,” jelas Roy Rening, doktor Ilmu Hukum lulusan Universitas Padjajaran Bandung.
“Kami juga prihatin adanya tekanan maupun ancaman kriminalisasi dari pejabat tertentu terhadap Pak Lukas. Kami akan mendorong adanya perlindungan hukum dan jaminan keamanan. Ini negara hukum dan demokrasi, tak boleh ada penyalahgunaan kekuasaan institusi apa pun,” tegas Saor Siagian. Saor merupakan salah satu pengacara yang mewakili Majelis Rakyat Papua (MRP) dalam uji materi UU Revisi Kedua Otsus di Mahmakah Konstitusi.
“Gubernur pernah membentuk Tim Kemanusiaan Kasus Kekerasan Terhadap Tokoh Agama di Intan Jaya, khususnya pembunuhan Pendeta Yeremia Zanambani. Tahun 2019 mengusulkan Perdasus perihal penyelesaian kasus pelanggaran hak asasi di Papua. Kami akan mendorong tindaklanjut kebijakan itu. Agar korban melihat keadilan. Juga demi menjaga reformasi institusi, baik TNI, Polri maupun BIN yang berperan di tanah Papua. Serta agar ada jaminan ketidakberulangan,” kata Usman Hamid.
“Tiga orang anggota tim inti tersebut adalah praktisi hukum yang semuanya berasal dari luar Papua. Di bidang hukum dan hak-hak asasi manusia, saya tentu tudak ragu. Namun, lebih dari itu Pak Gubernur juga perlu mempertimbangkan putra-putri asli Papua yang memahami anatomi persoalan dan kultur masyarakat beraneka ragam di seluruh wilayah tanah Papua. Pak Gubernur tentu lebih paham tetapi hal ini perlu saya ingatkan sebagai anak koteka yang lahir dan besar di honai bersama masyarakat,” kata Methodius Kossay, intelektual muda Papua kelahiran Wamena dan lulusan S-1 Hukum dengan predikat Cum Laude dari Fakultas Hukum Universitas Atma Jaya Yogyakarta tahun 2014. (Ansel Deri/Odiyaiwuu.com)