MANOKWARI, ODIYAIWUU.com — Jaringan Damai Papua (JDP) menyatakan keprihatinan mendalam atas terjadinya bentrok yang menelan korban dua warga meninggal dunia dan lainnya kritis dan luka-luka buntut demo damai di Dekai, ibukota Kabupaten Yahukimo, Provinsi Papua, Selasa (15/3).
Aksi massa tersebut menolak menolak rencana pemerintah pusat memekarkan Papua Pegunungan menjadi sebuah provinsi baru di tanah Papua. Aksi itu menelan dua massa demonstran meninggal yaitu Yakin Meklok (31) dan Hesron Weipsa (21). Sekitar tujuh orang luka berat dan kritis seperti Luky Kobak (21), Anton Itlay (23), Setty Kobak (23), Ruben Koroman (23), Lukas Busup (37), MirenOmu (22) dan Ance Kenyenga (17). Insiden itu, dinilai JDP sungguh- sangat memprihatinkan.
“Kami mendesak Pemerintah Indonesia di bawah kepemimpinan Presiden Joko Widodo menghentikan atau menunda rencana implementasi kebijakan pemekaran wilayah otonomi baru di tanah Papua khususnya di wilayah Pegunungan Tengah,” kata Juru Bicara Jaringan Damai Papua (JDP) Yan Christian Warinussy kepada Odiyaiwuu.com dari Manokwari, Papua Barat, Rabu (16/3).
Dalam insiden aksi massa Dekai, kata Warinussy, tindakan aparat keamanan berlebihan, cenderung melawan hukum bahkan menjurus kepada dugaan pelanggaran hak asasi manusia berat sebagai diamanatkan di dalam Undang-Undang Nomor 26 tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia. Rencana pemerintah pusat melakukan pemekaran berbuntut rakyat sipil menjadi korban penembakan yang diduga dilakukan aparat keamanan yang mengawal jalannya aksi unjuk rasa.
Selain meminta pemerintah pusat melalui Presiden Jokowi membatalkan atau menunda rencana implementasi pemekaran, Jaringa Papua Damai juga meminta Presiden Jokowi melakukan dialog secara damai. Presifen perlu memikirkan agar dapat duduk bersama seluruh elemen masyarakat Papua di wilayah Pegunungan Tengah, guna mencari solusi mengenai pemekaran.
“Kami menyarankan agar Presiden Jokowi menggelar pertemuan lalu duduk bersama masyarakat, Majelis Rakyat Papua dan Dewan Perwakilan Rakyat Papua. Hal ini menjadi penting bagi masyarakat tanah Papua saat ini. Pertemuan tersebut juga menghadirkan seluruh elemen, termasuk pimpinan agama dan Dewan Adat Papua,” kata Warinussy, yang juga Direktur Eksekutif Lembaga Penelitian, Pengkajian, dan Pengembangan Bantuan Hukum (LP3BH) Papua Barat.
Menurut Warinussy, pihak Jaringan Damai Papua mengharapkan adanya penyelesaian kisruh pemekaran wilayah Papua dengan memberi kesempatan pertama dan utama kepada rakyat Papua di wilayah yang hendak dimekarkan menyampaikan pandangannya secara demokratis. Kemudian dari suara-suara rakyat itu baru dipertimbangkan pemerintah pusat maupun daerah. Hal itu penting agar insiden massa menolak rencana pemekaran tidak terjadi lagi.
“Kami juga meminta insiden Dekai menuyusul aksi demo damai hingga menelan korban nyawa warga sipil perlu diinvestigasi oleh lembaga yang memiliki kewenangan seperti Polri dan Komnas HAM guna mendudukkan permasalahan tersebut secara proporsional menurut hukum,” kata Warinussy lebih jauh.
Bupati Yahukimo Didimus Yahuli menyesalkan demonstrasi itu. Dia menguraikan, setelah peristiwa 3 Oktober 2021 yang memicu berjatuhan korban jiwa, kerusakan gereja dan fasilitas lainnya, hingga menimbulkan rasa trauma, semua elemen di Yahukimo sudah sepakat agar tidak ada lagi demo.
“Tetapi hari ini, adik-adik yang menyelenggarakan demo ini justru berbuat sebaliknya tanpa memikirkan orang masih trauma, duka, dan lainnya. Jadi kejadian yang terjadi di demo hari ini yang paling bertanggung jawab adalah koordinator aksinya. Kami sangat sedih dengan kejadian ini. Dalam waktu sekejap masyarakat yang saya cintai, tiga orang meninggal. Siapa yang bertanggung jawab. Saya sedih dan menyesalkan kejadian ini, orang-orang yang sudah mengerti sudah sekolah dan datang, tetapi melakukan sesuatu yang tanpa memikirkan psikologi masyarakat di sini. Jadi itu murni koordinator bertanggung jawab,” ujar Didimus mengutip Media Indonesia, Rabu (16/3).
Didimus menambahkan, Pemkab Yahukimo sangat prihatin dengan adanya korban jiwa itu. Tak hanya itu, sejumlah fasilitas yang terbakar ialah kantor DPRD lama yang sekarang menjadi kantor Kemenkominfo.
“Ini seharusnya tidak boleh terjadi karena Yahukimo ini belum boleh demo-demo sebab banyak oknum ketiga bisa memanfaatkan untuk kepentingan lain. Saat ini atas nama apa pun tidak boleh demo, tapi mereka melanggar. Itu kondisi yang ada,” ujar Didimus, yang baru saja diberi mandat sebagai Ketua Dewan Pimpinan Daerah Partai NasDem Kabupaten Yahukimo. (Ansel Deri/Odiyaiwuu.com)