DENPASAR, ODIYAIWUU.com — Posisi Indonesia sebagai pemegang tampuk presidensi G20 bisa memberikan manfaat dan poin lebih karena berhak menentukan tema dan agenda konferensi.
Bersamaan dengan itu, Indonesia juga perlu menonjolkan kelebihan nilai-nilai yang dimiliki, terutama nilai yang terkandung di dalam dasar negara Pancasila.
“Indonesia dalam posisi ideal untuk memainkan perannya dalam tataran global,” kata antropolog asal Prancis Jean Couteau melalui keterangan tertulis Dirjen Informasi dan Komunikasi Publik Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia Usman Kansong yang diterima Odiyaiwuu.com di Jakarta, Minggu (6/11).
Menurut Couteau, ada sejumlah indikator yang dimiliki Indonesia sehingga layak untuk memimpin seperti pertumbuhan ekonomi yang signifikan, nyaris tidak adanya kekerasan politik dibanding negara lain hingga hubungan antar agama yang harmonis.
“Hal-hal itu bisa ditawarkan sebagai model ko-eksistensi (kehidupbersamaan) dalam tataran global. Di Indonesia praktiknya lebih menonjolkan nilai kebersamaan daripada perbedaan. Semuanya terkandung di Pancasila, rumus yang bersifat lintas bangsa,” ujar Couteau, dosen Institut Seni Indonesia (ISI) Denpasar.
Couteau menilai, Indonesia sukses mencegah dan menangani kekerasan-kekerasan yang berbau identitas, terutama agama dan etnis. Hal itu membuat Indonesia luput dari kristalisasi agama dan paham nasionalisme sempit yang menjadi akar konflik di berbagai negara.
“Politik dan nilai-nilai identitas di Indonesia bisa dibilang moderat. Cara mengelola kompleksitas keindonesiaan cukup baik dan berhasil,” kata pria kelahiran Clisson, Prancis.
Couteau juga mendorong pemerintah Indonesia untuk lebih berani memperlihatkan jati diri dan berperan di level global agar dunia bisa mengambil nilai-nilai baiknya. Apalagi Indonesia adalah negara demokrasi terbesar ketiga, dengan jumlah penduduk yang besar, juga punya keberagaman etnis.
“Seharusnya Indonesia bisa menjadi panutan dunia,” kata pria yang sudah puluhan tahun menetap dan banyak menulis buku soal Bali itu.
Koordinator Staf Khusus Presiden Ari Dwipayana menambahkan, dalam konstelasi global yang dibutuhkan adalah peran para pemimpin dunia untuk menekan ego untuk bersama mengatasi resesi dunia. “Presidensi G20 menjadikan Indonesia terdepan untuk menyelesaikannya,” kata Ari.
Namun posisi presidensi ini diwarnai dan dilingkupi oleh situasi dunia yang kurang menguntungkan. Antara lain situasi global yang fluktuatif pasca pandemi, gangguan geopolitik, resesi ekonomi, bahkan termasuk perang Rusia dan Ukraina. “Butuh respon yang dinamis untuk semua masalah itu,” kata Ari.
Pelaksanaan KTT G20 di Bali, lanjut Ari, diharapkan bisa menghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat dunia. “Dengan kekuatan spiritual Bali yaitu shanti (damai), taksu (spirit), dan jagadhita (kesejahteraan) diharapkan bisa membikin para kepala negara mendapat aura positif dan menyebarkan perdamaian,” kata pria bernama lengkap Anak Agung Gde Ngurah Ari Dwipayana itu.
Oleh karena itu, Ari mengajak seluruh masyarakat, terutama masyarakat Bali untuk mendukung dan menyukseskan penyelenggaraan KTT G20 pada 15-16 November 2022 ini. “Karena G20 adalah negara-negara ekonomi terkuat di dunia dan punya pengaruh mengatasi semua permasalahan dunia,” katanya.
KTT G20 di Nusa Dua, Bali mengusung tema Recover Together, Recover Stronger. G20 merepresentasikan lebih dari 60 persen populasi bumi, 75 persen perdagangan global, dan 80 persen PDB dunia. Tiga isu utama yang diangkat Indonesia untuk KTT 2022 ini adalah energi terbarukan, kesehatan dan dunia digital. (Ansel Deri/Odiyaiwuu.com)