Sidang Gugatan Warga Papua di MK, Rocky Gerung: Agama Manfaatkan Negara Mengintip Kamar Tidur Orang - Odiyaiwuu.com | Membahagiakan Kehidupan

Sidang Gugatan Warga Papua di MK, Rocky Gerung: Agama Manfaatkan Negara Mengintip Kamar Tidur Orang

Roky Gerung dan Elias Ramos Petege.

Loading

JAKARTA, ODIYAIWUU.com — Rocky Gerung mengatakan, negara memanfaatkan agama untuk mengatur kamar tidur orang. Demikian juga sebaliknya, agama memanfaatkan negara untuk mengintip kamar tidur orang.

“Hal itu tidak boleh. Bahwa itu adalah dosa dan segala macam, itu urusan dia yang bersangkutan dengan akhirat nanti, bukan dengan negara untuk memastikan hal-hal yang bersifat privatif,” ujar Rocky saat tampil sebagai saksi ahli dalam Sidang Perkara Nomor 24/PUU-XX/2022 yang diajukan pemohon Elias Ramos Petege, seorang warga asal Papua di Mahkamah Konstitusi, Jalan Medan Merdeka, Jakarta, Kamis (28/7).

Menurut Rocky, setiap perkawinan hal itu adalah keputusan privasi setiap orang yang harus dilayani oleh negara. Jadi negara mencatat saja. Bahwa perkawinan itu bermasalah secara agama, itu bukan urusan negara. Negara tidak boleh satu senti pun masuk dalam urusan itu.

“Jadi delik itu sebetulnya demi kelogisan hukum serta ketegasan hak dan kewajiban. Saya berpendapat, negara hanya boleh mencatat perkawinan sebagai peristiwa perdata. Itu menurut saya adalah hal yang masuk akal,” kata Rocky dalam sidang yang disiarkan melalui channel YouTube Mahkamah Konstitusi.

Rocky di awal penjelasannya mengatakan, sebagai pengajar Legal Reasoning dan Legal Philosophy, Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan bermasalah karena mau mengatur yang disediakan oleh alam. Perkawinan itu adalah peristiwa perdata dan dalam UU disebut hak, bukan kewajiban.

“Jadi negara tidak mewajibkan orang menikah. Yang ada adalah hak di mana disebutkan bahwa setiap warga negara berhak membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan. Jadi, dia (warga negara) boleh tidak memakai hak itu,” kata Rocky.

Sementara saksi ahli yang juga dosen komunikasi Universitas Indonesia Ade Armando mengemukakan, dalam berbagai agama yang ia ketahui terdapat beragam penafsiran berbeda tentang kesahihan pernikahan beda agama. Meski tidak masuk ke dalam tafsir di luar Islam dan hanya pada Islam sebagai agama yang dianut serta memusatkan perhatian pada teks-teks Islam.

“Yang terpenting yang saya sampaikan ialah tidak ada satu teks dalam Al-Quran yang mengharamkan semua bentuk pernikahan antargama. Secara jelas dikatakan bahwa yang terlarang adalah pernikahan antara Muslim dengan musrik dan kafir. Tetapi tidak ada satupun teks yang menyatakan pernikahan beda agama, termasuk pernikahan antara Muslim dengan Nasrani, misalnya, adalah sesuatu yang haram,” kata Ade Armando.

Pihaknya, meminta Mahkamah Konstitusi mempertegas tafsir UU Perkawinan, yaitu membolehkan pernikahan beda agama. Selama masih bisa dapat ditafsirkan secara beragam, ini akan terus menimbulkan kebingungan dan ketidakpastian.

“Saya pribadi sendiri percaya pernikahan dengan pasangannya yang dipilih seseorang adalah hak yang seharusnya dihormati dan dilindungi di Indonesia,” kata Ade Armando.

Ramos, pemuda lajang kelahiran Distrik Mapia Tengah, Kabupaten Dogiyai mengajukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi setelah niatnya menikahi calon isterinya, Michella Putri (nama rekaan), seorang wanita Muslim kandas akibat Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.

Menurut Ramos, pemerintah melalui UU itu tidak mengatur secara tegas dan jelas mengenai perkawinan beda agama sesuai Pasal 2 UU tersebut sehingga di tingkat implementasi mengalami tantangan atau penolakan atas perkawinan beda agama.

Hal ini bertentangan dengan Pasal 29 dan 28 UUD 1945. Aturan yang tegas itu, katanya, berpotensi mengandaskan cintanya dengan Putri, gadis berdarah Arab warga negara Indonesia, menuju bahtera rumah tangga sebagai pasangan suami-isteri sah.

“Setelah mengajukan judicial review, saya berharap Mahkamah Konstitusi mengabulkan atau menerima gugatan saya agar hak asasi sebagai warga negara terjamin, terutama memiliki pasangan beda agama yang sudah saling mencintai satu sama lain sehingga hak-hak kami sebagai warga negara dilindungi,” kata Ramos lebih lanjut.

Menurutnya, gugatan ini bukan untuk dirinya sebagai pribadi selaku warga negara tetapi agar semua laki-laki lajang warga negara yang cintanya yang berlabuh di hati gadis pilihannya tak kandas gara-gara beda agama.

Pihaknya berharap agar para hakim Mahkamah Konstitusi memutuskan perkara ini secara adil berdasarkan konstitusi, dan bukan berdasarkan kitab suci agama tertentu. “Cinta tak bisa ditentukan oleh iman, tetapi pilihan atas kehendak bebas sesuai hati nurani dan dijamin UU,” tandas Ramos.

Alasannya, perkawinan dengan wanita pilihannya merujuk juga pada arti dan esensi perkawinan. Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. (Ansel Deri/Odiyaiwuu.com)

Tinggalkan Komentar Anda :