NABIRE, ODIYAIWUU.com — Calon Gubernur Provinsi Papua Tengah Meki Fritz Nawipa menegaskan, menolak Program Transmigrasi Presiden Prabowo Subianto melalui Kementerian Transmigrasi Republik Indonesia ke tanah Papua.
“Saya tolak program transmigrasi ke Papua, apalagi dikirim ke Papua Tengah. Di sini kami juga butuh hidup aman dan damai,” ujar Meki Nawipa saat berlangsung tatap muka dengan koalisi partai politik, tim relawan, dan masyarakat Papua mengutip wagadei.id di Nabire, kota Provinsi Papua Tengah, Sabtu, (2/11).
Menteri Transmigrasi Muhammad Iftitah Sulaiman Suryanagara mengatakan, sesuai arahan Presiden Prabowo, pihaknya berupaya untuk membangun kebanggaan warga transmigran yang dipandang sebagai para patriot bangsa. Upaya membangun kebanggaan tersebut, katanya, dimulai dari lingkungan kementerian yang ia pimpin.
“Agar Papua betul-betul menjadi bagian utuh dari Negara Kesatuan Republik Indonesia dalam konteks kesejahteraan, persatuan nasional, dan dalam konteks lebih besar,” kata Iftitah saat berlangsung serah terima jabatan Menteri Transmigrasi di Kantor Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi, Jalan Kalibata, Pancoran, Jakarta Selatan, Senin (21/10).
Penolakan kebijakan transmigrasi Presiden Prabowo ke tanah Papua merupakan langkah menjaga budaya dan tanah adat masyarakat. “Saya tidak pusing dengan program presiden, tapi saya dukung pernyataan masyarakat Papua menolak transmigrasi,” kata Meki, mantan Bupati Paniai, disambut aplaus warga yang hadir.
Rencana penolakan program tersebut bukan hanya datang dari warga dan sejumlah elemen di tanah Papua. Suara penolakan juga datang dari anggota Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia Eka Yeimo, S.Pd, M.Si dan Lis Tabuni.
Dua senator asal Papua Tengah itu menilai, program transmigrasi dinilai sekadar siasat melakukan perampasan lahan masyarakat, terutama komunitas masyarakat adat yang menyebar hampir merata di berbagai wilayah provinsi paling timur Indonesia itu.
“Hemat saya Presiden Prabowo Subianto melalui Kementerian Transmigrasi Republik Indonesia memikirkan serius agar uang negara yang jumlahnya bakal fantastis sebaiknya atau idealnya bisa digunakan untuk meningkatkan dan menyediakan sumber daya manusia, SDM di tanah Papua,” ujar Eka Kristina Yeimo kepada Odiyaiwuu.com di Jakarta, Kamis (24/10).
Menurut Eka, sumber daya manusia (SDM) masyarakat lokal mesti disiapkan terlebih dahulu sehingga tidak melahirkan kecemburuan sosial. Mendorong transmigrasi sebagai pintu masuk meraih kesejahteraan bagi masyarakat tanpa menyiapkan SDM memadai, kata Eka, tak lebih seperti menyimpan bara dalam sekam. Potensi konflik di tingkat lokal menganga lebar.
Sedangkan Lis Tabuni mengatakan, ada sejumlah sektor utama lain yang lebih mendesak atau urgen dikerjakan pemerintah melalui kementerian dan lembaga adala terkait masalah pendidikan, kesehatan, infrastruktur, dan lain-lain. Transmigrasi berpotensi membuat masyarakat asli Papua teralienasi dari atas tanah leluhur bahkan terpinggirkan dalam usaha meraih kesejahteraan.
“Instruksi Presiden kepada pihak Kementerian Transmigrasi Republik Indonesia mendorong transmigrasi ke tanah Papua dengan alasan pemerataan pembangunan atas nama kesejahteraan dan bagian dari upaya menjaga keutuhan NKRI bukan salah satu program efektif dan solusi bagi masyarakat tanah Papua,” ujar Lis Tabuni kepada Odiyaiwuu.com di Jakarta, Jumat (25/10). (Ansel Deri/Odiyaiwuu.com)