Paus Fransiskus Saat Misa Agung di Gelora Bung Karno: Jangan Lelah Membangun Lagi Sebuah Peradaban Perdamaian - Odiyaiwuu.com | Membahagiakan Kehidupan

Paus Fransiskus Saat Misa Agung di Gelora Bung Karno: Jangan Lelah Membangun Lagi Sebuah Peradaban Perdamaian

Pemimpin Gereja Katolik Sedunia Paus Fransiskus menyalami umat Katolik sesaat sebelum  memimpin Misa Agung di Stadion Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta, Kamis (5/9) mulai pukul 17.00 WIB. Kurang lebih 87.000 umat Katolik dari seluruh Indonesia mengikuti Misa Agung. Sumber foto: Sumber foto: vaticannews.va, Kamis (5/9).

Loading

JAKARTA, ODIYAIWUU.com — Pemimpin Gereja Katolik Sedunia Paus Fransiskus, Kamis (5/9) mulai pukul 17.00 WIB  memimpin Misa Agung di Stadion Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta. Kurang lebih 87.000 umat Katolik dari seluruh Indonesia mengikuti Misa Agung.

Saat memimpin Misa Agung, Sri Paus didampingi Uskup Keuskupan Agung Jakarta Ignatius Kardinal Suharyo Hardjoatmodjo, Ketua Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) Mgr Antonius Subianto Bunyamin, Duta Besar Takhta Suci Vatikan untuk Indonesia Mgr Piero Pioppo, Sekretaris Kedutaan Takhta Suci Vatikan Pastor Michael Andrew Pawlowicz bersama seluruh Uskup dan para imam. 

“Saudara dan saudari, saya juga hendak berkata kepada Anda, kepada bangsa ini, kepada nusantara yang mengagumkan dan beranekaragam ini: janganlah lelah berlayar dan menebarkan jalamu. Janganlah lelah bermimpi dan membangun lagi sebuah peradaban perdamaian! Beranilah selalu untuk mengimpikan persaudaraan,” ujar Paus Fransiskus dalam khotbahnya. 

Presiden Joko Widodo berkenan mengantar Paus Fransiskus dan rombongan ke Stadion Utama Gelora Bung Karno untuk mempersembahkan Misa Agung. Jokowi mengatakan, umat Katolik Indonesia bersukacita karena dapat melakukan Misa Suci bersama Yang Teramat Mulia Bapa Sri Paus Fransiskus.

Menurut Jokowi, umat Katolik di Indonesia adalah bagian penting bangsa dalam menjaga persatuan, menebarkan kasih dan toleransi bersama umat beragama umat beragama lainnya di Indonesia.

“Keberagaman adalah kekayaan bangsa dan toleransi merupakan kunci untuk menjaga persatuan serta perdamaian. Selamat menjalankan ibadah Misa Suci, semoga menjadi berkat bagi sesama,” ujar Presiden Joko Widodo melalui akun Instagram, Kamis (5/9).

Pelaksanaan Misa Agung mulai dari awal hingga akhir berjalan aman, lancar, dan sukses berkat kerja keras aparat TNI maupun Polri serta dukungan masyarakat di seputaran Stadion Madya dan Stadion Utama Gelora Bung Karno yang digunakan sebagai venue Misa Suci Sri Paus bersama umat Katolik, Kamis (5/9) mulai pukul 17.00 WIB.

Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri) Jenderal Pol Drs Listyo Sigit Prabowo, M.Si bersama Panglima TNI Jenderal TNI Agus Subiyanto, SE, M.Si melaksanakan peninjauan kesiapan pengamanan di sekitar Stadion Madya maupun Stadion Utama Gelora Bung Karno.

“Kami memastikan seluruh personel, sarana prasarana dan metode pengamanan dapat tereksekusi dengan baik di lapangan. Selain pengamanan, kami juga akan memberi pelayanan secara maksimal terhadap kegiatan jemaah, termasuk proses penjemputan, pengaturan parkir dan rekayasa lalu lintas guna menjamin kelancaran kegiatan Misa Agung,” ujar Listyo Sigit Prabowo.

Kapolri Listyo Sigit Prabowo juga menyampaikan terima kasih atas dukungan seluruh masyarakat. Pihaknya mengajak masyarakat menjadikan momentum kunjungan apostolik Paus Fransiskus sebagai simbol toleransi yang harus dijaga bersama sebagai modal utama membangun bangsa menuju Indonesia Emas 2045.

Pastor Quasi Paroki Santa Maria Mediatrix-Nanai, Keuskupan Agats-Asmat RD Martinus Tarimanik, Pr mengaku kunjungan apostolik Paus Fransiskus di Indonesia dan mempersembahkan Misa Agung di Gelora Bung Karno merupakan pengalaman luar biasa bagi umat Katolik Indonesia dan pemerintah serta masyarakat.

“Kita semua, umat Katolik yang hadir di Gelora Bung Karno karena ada kerinduan luar biasa mengikuti langsung Misa Agung yang dipersembahkan Bapa Paus didampingi para Uskup dan imam,” kata RD Martinus Tarimanik kepada Odiyaiwuu.com di Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta, Kamis (5/9) malam. 

Menurut Martinus, imam Keuskupan Agats-Asmat, kunjungan apostolik Sri Paus di Indonesia lalu bertemu Presiden Jokowi dan jajaran pemerintah, bertemu Imam Besar Masjid Istiqlal Prof Nasaruddin Umar bersama para ulama dan umat Islam, bertemu pada Uskup  dan imam serta merayakan Misa Agung di Gelora Bung Karno merupakan pengalaman luar biasa dan berkat bagi dunia.

“Belum tentu Paus di masa akan datang berkesempatan melakukan kunjungan apostolik di Indonesia. Kita tahu, dulu Paus Yohanes Paulus II datang di Indonesia namun saat itu kami masih kecil. Karena itu, kunjungan apostolik Sri Paus di Indonesia kali sungguh membawa berkat yang luar biasa tidak hanya umat Katolik tetapi juga umat beragama lain bagaimana kita semua sesama anak bangsa memiliki tanggung jawab yang sama merawat persaudaraan dan perdamaian di tengah masyarakat ,” ujar Martinus, imam diosesan kelahiran Maluku. 

Ketua Komisi Liturgi (Komlit) Keuskupan Agats-Asmat sekaligus Pastor Rekan Paroki Santo Petrus Ewer Romo Paroki (RP) Ferdinand Ketupapa, OSC, rekan RD Martinus menambahkan, kunjungan apostolik Sri Paus di Indonesia juga menekankan arti penting semangat perdamaian dan persaudaraan di antara umat Katolik dan sesama umat beragama yang perlu terus dibumikan di tengah kehidupan sosial kemasyarakatan.  

“Bagi kami di Papua kehadiran Sri Paus membawa pesan damai bagi umat Katolik dan umat beragama lainnya. Bagi kami, damai sangat penting dan damai bukan sekadar omong-omong. Orang Papua sungguh merindukan kedamaian. Kehadiran Bapa Paus kali ini juga membawa pesan bahwa kami semua, umat harus menjalani hidup lebih optimis dan penuh sukacita,” kata Pastor Ferdinand, imam asal Desa Pasir Putih (Mingar), Kecamatan Nagawutun, Pulau Lembata, Nusa Tenggara Timur kelahiran Bandung, Jawa Barat.

Berikut homili lengkap Paus Fransiskus dalam Misa Agung di Stadion Gelora Bung Karno yang diperoleh Odiyaiwuu.com usai Misa, Kamis (5/9) malam.

Perjumpaan dengan Yesus mengundang kita untuk menghidupi dua sikap mendasar yang memampukan kita menjadi murid-murid-Nya: yaitu mendengarkan sabda dan menghidupi sabda. Pertama, mendengar sabda, karena semua hal berasal dari mendengarkan, dari membuka diri kita kepada-Nya, dari menyambut anugerah berharga dari persahabatan dengan-Nya. 

Lalu, penting untuk menghidupi sabda yang telah kita terima, bukan sekadar menjadi pendengar yang sia-sia dan menipu diri kita sendiri (Yak 1:22); untuk tidak mengambil resiko sekadar mendengar dengan telinga tanpa membuat sabda itu masuk ke dalam hati dan mengubah cara pikir kita, cara merasa, dan bertindak. Sabda yang dianugerahkan, dan yang kita dengar, butuh untuk menjadi kehidupan untuk mengubah kehidupan, untuk berinkarnasi di dalam hidup kita.

Kedua sikap dasar inilah: mendengar sabda dan menghidupi sabda yang dapat kita renungkan dalam Injil Injil yang baru saja diwartakan. Pertama, mendengarkan sabda. Penginjil bercerita bahwa banyak orang mengerumuni Yesus dan “hendak mendengarkan sabda Allah” (Luk 5:1). Mereka mencari Dia, mereka lapar dan haus akan sabda Tuhan dan mereka mendengarnya bergema dalam sabda Yesus. 

Nah, adegan ini, yang diulang berkali-kali dalam Injil, memberitahu kita bahwa hati manusia selalu mencari kebenaran yang dapat memenuhi dan memuaskan hasratnya akan kebahagiaan; yang tidak dapat memuaskan kita hanya oleh sabda manusia, oleh kriteria-kriteria dunia ini dan oleh penilaian-penilaian duniawi. 

Kita selalu membutuhkan sebuah terang yang datang dari atas untuk menyinari langkah-langkah kita; akan air kehidupan yang memuaskan dahaga padang gurun jiwa, akan sebuah penghiburan yang tidak mengecewakan karena ia berasal dari surga dan bukan dari hal-hal fana dunia ini. Di tengah kekacauan dan kefanaan kata-kata manusia, ada kebutuhan akan sabda Allah, satu-satunya kompas bagi perjalanan kita, yang di tengah begitu banyaknya luka dan kehilangan, mampu menuntun kita menuju arti kehidupan sejati.

Saudara dan saudari, janganlah kita lupa hal ini: tugas pertama seorang murid bukanlah mengenakan jubah kerohanian yang sempurna secara luar, atau melakukan hal-hal luar biasa atau mengerjakan usaha-usaha besar. Sebaliknya, langkah pertama terdiri dari tahu menempatkan diri di dalam mendengar satu-satunya sabda yang menyelamatkan, yaitu sabda Yesus. 

Seperti yang kita lihat dalam episode Injil, ketika Sang Guru menaiki perahu Petrus untuk sedikit menjauhkan diri dari danau dan dengan demikian bisa berkhotbah dengan lebih bagus kepada orang banyak (bdk. Luk 5:3). Hidup iman kita berawal ketika kita menerima Yesus dengan rendah hati di atas perahu kehidupan kita, menyediakan ruang untuk-Nya, dan menempatkan diri dalam mendengarkan sabda-Nya dan dari situ kita berefleksi, diguncangkan, dan berubah.

Pada saat yang sama, sabda Tuhan menuntut untuk berinkarnasi secara nyata dalam diri kita: oleh karena itu, kita dipanggil untuk menghidupi sabda. Sejatinya, setelah selesai berkhotbah kepada orang banyak dari atas perahu, Yesus berpaling kepada Petrus dan menantangnya untuk mengambil risiko dengan bertaruh pada sabda ini: “Bertolaklah ke tempat yang dalam dan tebarkanlah jalamu untuk menangkap ikan” (ay. 4). 

Sabda Tuhan tidak hanya tetap tinggal sebagai gagasan abstrak yang indah atau hanya membangkitkan emosi sesaat. Sabda Tuhan menuntut perubahan cara pandang kita, membiarkan kita mengubah hati menjadi hati Kristus; Ia memanggil kita untuk berani menebarkan jala Injil ke lautan dunia, “berlari dengan risiko menghidupi kasih yang telah Ia ajarkan kepada kita dan yang telah Ia hidupi terdahulu. 

Juga kepada kita, Tuhan, dengan kekuatan yang membakar dari sabda-Nya, mengundang kita untuk membuka jalan kehidupan, untuk melepaskan diri dari pantai-pantai mandek kebiasaan-kebiasaan buruk, dari rasa takut dan suam-suam kuku, serta berani untuk menjalani kehidupan baru.

Tentu saja, selalu akan ada kesulitan-kesulitan dan alasan-alasan untuk mengatakan tidak. Tetapi, marilah kita melihat sekali lagi sikap Petrus: datang dari satu malam yang sulit ketika Ia tidak menangkap apa-apa, lelah dan kecewa, tetapi, daripada tinggal seolah-olah dilumpuhkan di dalam rasa hampa atau terhalang oleh kegagalannya sendiri, ia berkata: “Guru, telah sepanjang malam kami bekerja keras dan kami tidak menangkap apa-apa. Tetapi atas perintah-Mu aku akan menebarkan jala juga” (ay. 5). Atas perintah-Mu aku akan menebarkan jala juga. Kemudian, sesuatu yang mengejutkan terjadi, yakni mukjizat penuhnya perahu dengan ikan sampai hampir tenggelam (bdk. Ay. 7).

Saudara dan saudari, dalam menghadapi berbagai tugas hidup sehari-hari, menghadapi panggilan yang kita semua rasakan untuk membangun masyarakat yang lebih adil, untuk melangkah maju di jalan perdamaian dan dialog, yang telah lama dipetakan di Indonesia, kita kadang-kadang merasa tidak mampu, merasakan beratnya komitmen yang begitu besar yang tidak selalu membuahkan hasil yang diharapkan, atau kesalahan-kesalahan kita yang tampaknya menghambat perjalanan hidup kita. 

Namun, dengan kerendahan hati dan iman yang sama seperti Petrus, kita juga diminta untuk tidak tetap menjadi tawanan kegagalan kita, dan alih-alih tetap menatap jalan kita yang kosong, untuk memandang Yesus dan percaya kepada-Nya. Kita selalu dapat mengambil risiko untuk bertolak ke tempat yang dalam dan menebarkan jala lagi, bahkan ketika kita telah melewati malam kegagalan, masa kekecewaan di mana kita tidak menangkap apa pun.

Santa Teresa dari Kalkuta, yang peringatannya kita rayakan hari ini, yang tanpa lelah peduli pada orang-orang termiskin dan memajukan perdamaian dan dialog, pernah berkata: “Ketika kita tidak memiliki apa pun untuk diberikan, hendaklah kita memberikan ketiadaan itu. Dan ingatlah, bahkan ketika kamu tidak menuai apa-apa, jangan pernah lelah menabur”.

Saudara dan saudari, saya juga hendak berkata kepada Anda, kepada bangsa ini, kepada nusantara yang mengagumkan dan beranekaragam ini: janganlah lelah berlayar dan menebarkan jalamu, janganlah lelah bermimpi dan membangun lagi sebuah peradaban perdamaian! Beranilah selalu untuk mengimpikan persaudaraan! 

Dengan dibimbing oleh sabda Tuhan, saya mendorong Anda semua untuk menaburkan kasih, dengan penuh keyakinan menempuh jalan dialog, terus memperlihatkan kebaikan budi dan hati dengan senyum khas yang membedakan Anda untuk menjadi pembangun persatuan dan perdamaian. Dengan demikian, Anda akan menyebarkan aroma harapan di sekeliling Anda.

Ini adalah keinginan yang diungkapkan baru-baru ini oleh Uskup-Uskup Indonesia dan saya juga ingin untuk melibatkan seluruh umat Indonesia: berjalanlah bersama untuk kebaikan Gereja dan masyarakat! Jadilah pembangun harapan, pengharapan Injil, yang tidak mengecewakan (bdk. Rm 5:5) melainkan membuka kita menuju sukacita tanpa akhir.

Di akhir homili Sri Paus menyampaikan terima kasih kepada Kardinal Ignatius, Presidium Konferensi Waligereja dan para gembala Gereja di Indonesia, yang bersama-sama dengan para imam dan diakon melayani umat Allah yang kudus di negeri yang agung ini. Terima kasih kepada para biarawati dan semua sukarelawan; dan dengan penuh kasih sayang kepada para lansia, orang sakit dan penderitaan yang telah mendoakan. Terima kasih!

“Kunjungan saya di antara kalian akan segera berakhir dan saya ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya atas sambutan yang luar biasa yang saya terima. Saya menyampaikannya kepada Presiden Republik, yang hadir di sini hari ini, kepada para penguasa sipil lainnya, kepada para penegak hukum dan ketertiban, dan kepada seluruh rakyat Indonesia. Dikisahkan dalam Kitab Kisah Para Rasul bahwa pada hari Pentakosta terjadi keributan besar di Yerusalem. Dan semua orang membuat keributan untuk memberitakan Injil.Kiranya Tuhan memberkatimu. Terima kasih,” ujar Sri Paus disambut tepuk tangan lautan umat yang memadati Gelora Bung Karno. (Ansel Deri/Odiyaiwuu.com)

Tinggalkan Komentar Anda :