MANOKWARI, ODIYAIWUU.com — Pihak Direkorat Reserse Narkoba Kepolisian Daerah (Polda) Papua Barat dituding melakukan tindakan tidak prosedural saat menangani kasus yang menimpa Nicholas Setiawan, seorang wiraswasta, warga Kelurahan Wosi, Kabupaten Manokwari, Papua Barat.
Direktorat Reserse Narkoba Polda Papua pada Senin (27/6) melalui Surat Nomor: S.Pgl/24/VI/Res/4.2/2022/Dit Resnarkoba memanggil Nicholas Setiawan menghadap penyidik Ditresnarkoba Polda Papua Barat pada Selasa (28/6) untuk didengar keterangan sebagai terlapor.
Nicholas diduga melakukan pelanggaran berupa memasukkan, menyimpan, dan menjual minuman beralkohol tanpa izin, yang terjadi pada Selasa (14/6) sekitar pukul 21.30 WIT di Jalan Trikora, Kelurahan Wosi, Kabupaten Manokwari sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat 1 huruf a, b. c Perda Kabupaten Manokwari. Nicholas dilaporkan ke pihak kepolisian dengan nomor: LP/137/VI/2022/Papua Barat/SPKT tertanggal (22/6).
“Saya mempertanyakan tindakan Direktur Reserse Narkoba Polda Papua Barat Kombes Agustinus Fernando Indra Napitupulu, SIK yang melakukan penyidikan tidak prosedural terhadap klien saya,” ujar Yan Christian Warinussy, SH, MH, kuasa hukum Nicholas Setiawan kepada Odiyaiwuu.com dari Manokwari, Papua Barat Kamis (30/6).
Menurut Warinussy, Direktur Reserse Narkoba Polda Papua Barat menggunakan istilah kasus tindak pidana ringan (tipiring) serta menggunakan Peraturan Daerah (Perda) Nomor 5 Tahun 2006 tentang Larangan, Pemasukan, Penyimpanan, Pengedaran dan Penjualan serta Memproduksi Minuman Beralkohol.
Padahal sesuai Peraturan Kepala Badan Pemeliharaan Keamanan (Kabaharkam) Kepolisian Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2011 tentang Penanganan Tindak Pidana Ringan, di dalam Pasal 1 ayat 1 Peraturan Kabarhakam Polri tersebut ditegaskan bahwa tindak pidana ringan adalah perkara yang diancam pidana penjara atau kurungan paling lama tiga bulan dan atau denda sebanyak-banyaknya tujuh ribu lima ratus rupiah dan penghinaan ringan, kecuali pelanggaran lalu lintas.
Warinussy menegaskan, muncul pertanyaan atas kliennya yakni mengapa perkara tipiring soal penjualan atau pemasokan minuman keras (miras) itu oleh Direktorat Reserse Narkoba. Sementara amanat Undang-Undang Nomor 35 tahun 2006 tentang Narkoba sama sekali tidak memiliki kewenangan apapun untuk menangani soal peredaran dan pemasokan bahkan penjualan miras.
Pihaknya juga menilai, terjadi kejanggalan karena kasus yang diduga terjadi pada 14 Juni 2022, kliennya baru dipanggil melalui surat berkop Direktorat Reserse Narkoba Nomor: S.Pgl/24/VI/Res.4.2/2022/Dit.Resnarkoba, tanggal 27 Juni 2022. Bahkan kliennya sudah dimintai keterangan lalu dibuat berita acara pemeriksaan sebagai terlapor pada 28 Juni 2022 dan pada Jum’at (1/7) perkaranya akan disidangkan di Pengadilan Negeri Manokwari.
“Sesuai ketentuan Undang-Undang Nomor 8 tahun 1981 tentang Kitab Undang Undang Hukum Acara Pidana dan Peraturan Kabaharkam Polri Nomor 6 tahun 2011, kewenangan memeriksan dan membawa perkara tipiring ke pengadilan ada pada Direktur Samapta Polda Papua Barat, bukan pada Direktur Reserse Narkoba. Ini akan menjadi sebuah ‘kecelakaan hukum’ jika terus dipaksakan untuk diproses hingga memperoleh putusan hakim,” kata Warinussy.
Warinussy meminta agar perlu dilakukan pemeriksaan internal di Polda Papua Barat terhadap tindakan yang cenderung bersifat sewenang-wenang tersebut. Hal ini penting mengingat sesuai ketentuan KUHAP dan ditegaskan pula dalam Peraturan Kabarhakam Polri Nomor 6 tahun 2011, perkara tipiring itu hanya terjadi dan diproses selama tiga hari di kepolisian dan selanjutnya dilimpahkan segera untuk disidangkan di pengadilan.
Kemudian, menurut Warinussy, petugas polisi yang bersidang adalah dari Samapta dan atau Sabhara berseragam polisi lengkap. Ia mempertanyakan, bagaimana jika yang tampil sebagai polisi atas kuasa jaksa penuntut umum di pengadilan berpakaian preman dan bukan dari Samapta atau Sabhara.
“Kami akan mengambil langkah hukum demi meluruskan tindakan sewenang-wenang yang cenderung tidak prosedural ini secara hukum, baik perdata, pidana dan internal Polri. Hal ini bertujuan membersihkan perbuatan semacam ini yang cenderung membodohi masyarakat awam di tanah Papua dan Indonesia secara umum,” tegas Warinussy. (Ansel Deri/Odiyaiwuu.com)